KATA PENGANTAR
Puji dan syukur Penyusun ucapkan atas keagungan Tuhan Yang Maha Esa
yang telah memberikan kesempatan
kepada Penyusun dalam
menyelesaikan Makalah ini, Penyusun
menyadari bahwa didalam Penyusunan Makalah ini
masih jauh dari kesempurnaan.
Adapun judul dari Makalah
yang
kami tulis adalah “PROSES
PEMBUATAN PUPUK KOMPOS”
Dalam Penyusunan Makalah ini,
Penyusun menyadari akan
keterbatasan kemampuan,
pengetahuan dan wawasan
yang Penyusun miliki.
Untuk itu Penyusun mengharapkan masukan
berupa kritik dan
saran yang membangun
dari semua pihak untuk
kesempurnaan dari pada Makalah ini. Akhir
kata, Penyusun mengharapkan
semoga Makalah ini
bermanfaat bagi pembaca, khususnya
bagi rekan- rekan
mahasiswa dan Penyusun
sendiri. Terimakasih.
Indramayu, Juni 2022
Penyusun
DAFTAR ISI
KATA
PENGANTAR..................................................................................... .... i
DAFTAR
ISI........................................................................................................ ii
BAB
I PENDAHULUAN................................................................................... 1
A.
Latar Belakang.......................................................................................... 1
B.
Rumusan Masalah..................................................................................... 2
C.
Tujuan Makalah......................................................................................... 2
BAB
II PEMBAHASAN..................................................................................... 3
A.
Sampah...................................................................................................... 3
1.
Definisi Sampah.................................................................................. 3
2.
Jenis Sampah....................................................................................... 3
3.
Sumber Sampah................................................................................... 5
4.
Aspek-aspek Negatif terhadap Lingkungan Hidup............................ 6
5.
Pengolahan Sampah............................................................................ 7
B.
Kompos..................................................................................................... 8
1.
Pengertian Kompos............................................................................. 8
2.
Bahan-bahan yang bisa dibuat kompos............................................... 9
3.
Dasar-dasar teknologi composting...................................................... 9
4.
Beberapa perubahan yang terjadi pada pembuatan
kompos............... 11
5.
Jenis bahan baku kompos.................................................................... 11
6.
Manfaat kompos.................................................................................. 12
C.
Pengolahan sampah sayuran menjadi kompos dengan
metode Takakura 12
1.
Pengomposan takakura tanpa penambahan
bioktivator EM4............. 12
2.
Pengomposan takakura dengan penambahan
bioktivator EM4.......... 14
BAB
III PENUTUP............................................................................................. 23
A.
Kesimpulan................................................................................................ 23
DAFTAR
PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Kompos merupakan dekomposisi bahan-bahan
organic atau proses perombakan senyawa yang kompleks menjadi senyawa yang
sederhana dengan bantuan mikroorganisme. Kompos adalah salah satu penutup tanah
dan akar serta korektor tanah alami yang terbaik. Kompos dapat digunakan
sebagai pengganti pupuk buatan dengan biaya yang sangat murah.Kompos berfungsi
dalam perbaikan struktur tanah, tekstur tanah, aerasi dan peningkatan daya
resap tanah terhadap air. Kompos dapat mengurangi kepadatan tanah lempung dan
membantu tanah berpasir untuk menahan air, selain itu kompos dapat berfungsi
sbagai stimulan untuk meningkatkan kesehatan akar tanaman. Hal ini dimungkinkan
karena kompos mampu menyediakan makanan untuk mikroorganisme yang menjaga tanah
dalam kondisi sehat dan seimbang, selain itu dari proses konsumsi
mikroorganisme tersebut menghasilkan nitrogen dan fosfor secara alami (Isroi,
2008).
Kompos memiliki kandungan unsur hara yang
terbilang lengkap karena mengandung unsur hara makro dan unsur hara mikro.
Namun jumlahnya realtif kecil dan bervariasi tergantung dari bahan baku, proses
pembuatan, bahan tambahan, tingkat kematangan dan cara penyimpanan. Namun
kualitas kompos dapat ditingkatkan dengan penambahan mikroorganisme yang
bersifat menguntungkan (Simamora dan Salundik, 2006).
Sampah adalah sebagian dari sesuatu yang
tidak dipakai, tidak disenangi atau sesuatu yang harus dibuang, yang umumnya
berasal dari kegiatan yang dilakukan oleh manusia (termasuk kegiatan industri),
tetapi bukan biologis (karena human waste tidak termasuk di dalamnya) dan
umumnya bersifat padat. Sampah erat kaitannya dengan kesehatan masyarakat,
karena dari sampah tersebut akan hidup berbagai mikroorganisme penyebab
penyakit (Bacteri pathogen), dan juga binatang serangga pemindah atau penyebar
penyakit (vector) (Notoadmodjo, 2007).
Pengolahan sampah garbage (organic)
secara biologis dan berlangsung dalam suasana aerobic dan anaerobic.
Dekomposisi sampah dengan bantuan bakteri, diperoleh kompos atau humus.
Dekomposisi anaerobic berjalan sangat lambat dan menimbulkan bau, tetapi
dekomposisi aerobic berjalan relative cepat dari dekomposisi anaerobic dan
kurang menimbulkan bau.
B.
Rumusan
Masalah
Bagaimana Proses Pembuatan Pupuk Kompos
Menggunakan Bahan Sampah Organik.
C.
Tujuan
Makalah
1.
Mahasiswa dapat Mengetahui bagaimana cara Proses
Pembuatan Pupuk Kompos dengan menggunakan Bahan Organik.
2.
Mahasiswa dapat memahami mengenai Definisi,
Unsur Serta Manfaat dari Pembuatan Pupuk Kompos
BAB II
PEMBAHASAN
A. Sampah
1. Definisi Sampah
Menurut Manik, 2013 sampah sebagai suatu benda yang
tidak digunakan atau tidak dikehendaki dan harus dibuang, yang dihasilkan oleh
kegiatan manusia. Para ahli kesehatan masyarakat Amerika membuat batasan,
Sampah (waste) adalah sesuatu yang tidak digunakan,
tidak dipakai, tidak disenangi, atau sesuatu yang dibuang, yang berasal dari
kegiatan manusia, dan tidak terjadi dengan sendirinya. Dari batasan ini jelas
bahwa sampah adalah hasil kegiatan manusia yang dibuang karena sudah tidak
berguna. Dengan demikian sampah mengandung prinsip sebagai berikut :
a. Adanya sesuatu benda atau bahan padat.
b. Adanya hubungan langsung/tidak langsung dengan
kegiatan manusia.
c. Benda atau bahan tersebut tidak dipakai lagi
(Notoatmojo, 2003).
Banyak lagi batasan sampah yang diajukan oleh
ahli-ahli lain tetapi pada umumnya mengandung prinsip yang sama seperti :
a. Adanya
sesuatu benda atau zat padat atau bahan.
b. Adanya
hubungan langsung atau tidak langsung dengan aktifitas manusia.
c. Benda atau
bahan tersebut tidak dipakai dan disenangi.
d. Dibuang
dalam arti pembuangan dengan cara-cara yang dapat diterima oleh umum.
( Murbanono H.S.L, 2002)
2. Jenis Sampah
American
Public Works Association, mengemukakan jenis sampah berdasarkan
karakteristiknya, yaitu :
a. Sisa makanan atau sampah (garbage) Sisa yang
termasuk jenis ini adalah sampah yang dapat dihasilkan dalam proses pengolahan
makanan karakteristik sampah adalah dapat membusuk dan dapat terurai dengan
cepat khususnya bila cuaca panas. Proses pembusukan sering kali menimbulkan bau
busuk. Bahan-bahan yang membusuk ini sangat penting diketahui dalam usaha
pengumpulan dan pengolahan sampah secara berdaya guna dan berhasil guna.
b. Sampah kering Sampah kering terdiri dari sampah
yang dapat terbakar ataupun yang tidak dapat terbakar, tidak termasuk sisa
makanan atau benda-benda yang sangat mudah membusuk. Jenis dari sampah kering
ini yang dapat terbakar misalnya adalah kertas, plastic, tekstil, kater, kulit
kayu, daun-daun kering. Sedangkan jenis dari sampah kering yang tidak dapat
terbakar misalnya adalah kaca, kaleng, logam, dan lain-lain.
c. Abu (ashes) Abu dalam hal ini benda adalah yang
tertinggal dipembakaran kayu, arang atau benda-benda yang terbakar.
d. Sampah jalan (Street Cleaning) Sampah yang
berasal dari jalan, biasanya berupa sampah daundaunan dan pembungkus.
e. Bangkai binatang (deat animal) Sampah biologis
berupa bangkai binatang kecil dan bangkai binatang pemeliharaan.
f. Rongsokan kendaraan (Abandone vehicles)
Bekas-bekas kendaraan milik umum dan pribadi, seperti bak mobil, becak dan
lain-lain
g. Sampah industry (Industrial wastes) Seperti :
bahan kimia beracun, bahan beracun, bahan kimia, mineral, residu, dan organic.
Residu dan pathologi radiologi, kayu dan kertas.
h. Sampah dari bangunan Sampah disini dimaksudkan
terjadi karena penghancuran atau pembangunan suatu gedung. Seringkali
diklasifikasikan dalam sampah kering misalnya batu, batu merah, papan,
sisa-sisa pipa dan sebagainya.
i. Sampah khusus/berbahaya (Hazardous waste)
Merupakan sampah yang dapat membahayakan manusia, seperti : sampah kimia
beracun, pestisida, pupuk kimia, radiaktif, sampah medis di rumah sakit.
j. Sampah pengolahan air minum/Air kotor (Water
Treatment Res) Sampah yang berupa lumpur dari perusahaan air minum atau pengolahan
air kotor, dapat diklasifikasikan dalam jenis tersendiri.
Berdasarkan sifat jenis/pengolahan sampah terdiri
dari :
a. Sampah Organik Sampah golongan ini merupakan
sisa-sisa makanan dari rumah tangga atau merupakan hasil sampingan kegiatan
pasar bahan makanan, seperti pasar sayur mayur.
Contoh
sampah organic adalah potongan-potongan sayuran yang merupakan sortasi sayur
mayur di pasar, makanan sisa, kulit pisang, daun pembungkus, dan sebagainya.
Sampah organic merupakan sampah yang mengandung senyawa organic, dan oleh
karenanya tersusun unsur-unsur karbon, hydrogen dan oksigen dimana bahan-bahan
ini mudah didegredasi oleh mikroba sampah organic.
b. Sampah Anorganik Sampah anorganik dikelompokkan
menjadi 2 (dua) jenis. Golongan pertama sampah tidak lapuk. Sampah jenis ini
benar-benar tidak akan bisa lapuk secara alami, sekalipun lapuk telah memakan
waktu yang bertahun-tahun. Contoh sampah tidak lapuk adalah plastic, kaca,
mika. Golongan kedua yaitu sampah jenis ini akan bisa lapuk perlahan-lahan secara
alami. Sampah jenis ini masih dipisahkan lagi atas sampah tidak mudah lapuk
yang tidak bisa terbakar, seperti kaleng dan kawat. Sampah ini tidak bisa
didegredasi oleh mikroba.
3. Sumber Sampah
a. Sampah ini terdiri dari pemukiman (domestic
wastes) Sampah ini terdiri dari bahan-bahan padat sebagai hasil kegiatan rumah
tangga yang sudah dipakai dan dibuang, seperti sisa-sisa makanan baik yang
sudah dimasak atau belum, bekas pembungkus baik kertas, plastic, daun, dan
sebagainya, pakaian-pakaian bekas, bahan-bahan bacaan, perabot rumah tangga,
daun-daunan dari kebun atau taman.
b. Sampah yang berasal dari tempat-tempat umum
Sampah ini berasal dari tempat-tempat umum, seperti pasar, tempat-tempat
hiburan, terminal bus, stasiun kreta api, dan sebagainya. Sampah ini berupa
kertas, plastic, botol, daun, dan sebagainya.
c. Sampah yang berasal dari perkantoran Sampah
ini dari perkantoran baik perkantoran pendidikan, perdagangan, departemen,
perusahaan, dan sebagainya. Sampah ini berupa kertas-kertas, plastic, karbon,
klip dan sebagainya. Umumnya sampah ini bersifat anorganik, dan mudah terbakar
(rubbish).
d. Sampah yang
berasal dari jalan raya Sampah ini berasal dair pembersihan jalan, yang umumnya
terdiri dari onderdil-onderdil kendaraan yang jatuh, daun-daunan, plastic, dan
sebagainya.
e. Sampah yang
berasal dari industry (industrial wastes) Sampah ini berasal dari kawasan
industry, termasuk sampah yang berasal dari pembangunan industry, dan segala
sampah yang berasal dari proses produksi, misalnya : sampah-sampah pengepakan
barang, logam, plastic, kayu, potongan tekstil, kaleng, dan sebagainya.
f. Sampah yang
berasal dari pertanian/perkebunan Sampah ini sebagai hasil dari perkebunan atau
pertanian misalnya: jerami, sisa-sisa sayur-mayur, batang padi, batang jagung,
ranting kayu yang patah, dan sebagainya.
g. Sampah yang berasal dari pertambangan Sampah
ini berasal dari daerah pertambangan, dan jenisnya tergantung dari jenis usaha
pertambangan itu sendiri, misalnya: batu-batuan, tanah/cadas, pasir, sisa-sisa
pembakaran (arang), dan sebagainya.
h. Sampah yang
berasal dari peternakan dan perikanan Sampah yang berasal dari peternakan dan
perikanan ini, berupa : kotoran-kotoran ternak, sisa-sisa makanan bangkai
binatang, dan sebagainya (Notoatmojo, 2013)
4. Aspek-aspek Negatif terhadap Lingkungan
Hidup
American Public Works Association 1996. Dengan adanya
tumpukan sampah yang tidak dikehendaki dengan semestinya maka secara langsung
maupun secara tidak langsung akan menimbulkan masalah antara lain :
a. Segi sanitasi
1) Menjadi tempat
bersarang/berkembangbiaknya lalat ataupun binatang lain seperti tikus dan
serangga lainnya. Lalat merupakan perantara atau vector dari beberapa penyakit
perut misalnya Cholera, Thypus, Disentri, dan lain-lain.
2) Sebagai tempat bersarangnya
kuman-kuman atau penyebab penyakit.
3) Yang bercampur dengan sampah
dan rumah sakit belum didesinfektan, akan menjadi sumber infeksi baru dari
berbagai penyakit.
4) Sampah dengan sengaja dibuang
kesungai didalam kota lambat laun akan menumpuk menjadi gundukan-gundukan
terapung, dimana gundukan tersebut merupakan penghambat aliran sungai sehingga
dengan mudah dan leluasa nyamuk Anopheles berkembangbiak dan penyakit malaria
akan menimpa masyarakat.
b. Segi estetika
dan kenyamanan
1) Menganggu kenikmatan hidup
manusia karna sebagian dari sampah-sampah itu sendiri dari bahan-bahan yang
mudah membusuk dan menimbulkan bau yang tidak sedap dan menusuk hidup.
2). Tumpukan sampah yang tidak
terurus di pinggir jalan atau didepan rumah serta sampah-sampah yang berserakan
di sektar akan menyebabkan gangguan pandangan yang menganggu keindahan serta
kebersihan, ketentraman, dan keterangan hidup manusia.
c. Segi ekonomi dan efesiensi.
1) Di musim penghujan sampah ini
akan menghambat aliran air sehingga berpotensi menyebabkan banjir.
2) Dengan timbulnya sampah di
jalanan karna pembuangan yang tidak semestinya (tidak memenuhi syarat
kesehatan) maka dapat menyebabkan terjadinya proses degradasi atau corrasi
terhadap jalanan, bangunan, dan benda-benda lain. Misalnya aspal jalanan yang
akan menjadi cepat rusak dan jalanan akan berlubang sehingga berpotensi
menyebabkan kecelakaan lalu lintas.
3). Pecahan-pecahan kaca dan
botol, paku dan sejenisnya yang tercepat dalam sampah sangat berpotensi
terpijak dan akhirmya cedera/luka.
5. Pengolahan Sampah
a. Dalam pengolahan ini termasuk semua teknik.
Perlengkapan dan prasarana untuk meningkatkan efisiensi dari semua unsur yang
lain dan untuk memanfaatkan kembali semua barang yang masih di manfaatkan.
Serta usaha untuk memperoleh manfaat dari sampah misalnya mendapatkan energy
dari sampah (Apriadi Wied Harry. 2000) Tujuan umum dari proses pengolahan
sampah adalah :
1) Untuk meningkatkan efisiensi
sistem pengolahan sampah
2) Untuk memanfaatkan kembali
bahan-bahan yang terdapat di dalam sampah yang masih dapat digunakan.
3) Mengubah sampah menjadi bahan
berguna, tentu untuk memperoleh hasil misalnya energy.
b. Proses
pengolahan pada prinsipnya adalah dilaksanakan dengan
1) Penggunaan volume secara
mekanik (pemadatan), yaitu dengan menggunakan alat pemadat (compactor).
2) Penggunaan volume secara kimia
(incinerasi) yaitu dengan menggunakan incinerator
3) Pengolahahn secara biologi,
yaitu pengolahan yang dilakukan melalui proses pembusukan oleh bakteri
abairobik. (Apriadi Wied Harry, 2000)
B. Kompos
1. Pengertian Kompos
Kompos merupakan hasil dekomposisi
bahan organic seperti tanaman, hewan, atau limbah organic. Secara ilmiah,
kompos dapat di artikan sebagai pertikel tanah yang bermuatan negative sehingga
dapat di koagulasikan oleh kation dan partikel tanah untuk membuat granula
tanah.
Kompos adalah hasil penguraian
parsial/tidak lengkap dari campuran bahan-bahan organic yang dapat dipercepat
secara artifikal oleh populasi berbagai macam mikroba dalam kondisi lingkungan
yang hangat, lembab, dan aerobic modifikasi dari (J.H Crawford, 2003)
Menurut (Panudju, 2011) “Kompos
adalah pupuk yang sebagian besar atau seluruhnya terdiri dari bahan organic
yang berasal dari tanaman dan hewan yang telah melalui proses dekomposisi,
dapat berbentuk padat atau cair yang digunakan untuk memasuk bahan organic,
memperbaiki sifat fisik, kimia, dan biologi tanah”. Pengomposan adalah proses
alami penguraian bahan organic secara biologis khususnya oleh mikroba yang
memanfaatkan bahan organic sebagai sumber energy”.
Lakukan pengamatan dan pencatatan
kecepatan waktu proses composting yang dibutuhkan tiap perlakuan sehingga
menghasilkan kompos yang baik sesuai pendapat (Sutejo,2002), dengan ciri-ciri
fisik sebagai berikut:
a. Berwarna coklat
b. Berstruktur
remah
c. Berkonsistensi
gembur
d. Tidak berbau
2. Bahan – bahan yang bisa dibuat kompos
Pada dasarnya semua sampah-sampah
organic padat dapat dikomposkan, contohnya limbah organic rumah tangga, warung-warung,
sampah-sampah organic pasar/kota, kertas, sampah organic pasar/kota, kertas,
sampah pertanian, dan masih banyak lagi. Dan ada juga bahan organic yang susah
untuk dijadikan kompos, seperti tulang, tanduk dan rambut.
3. Dasar-Dasar Teknologi Komposting
Pengolahan sampah organic melalui
proses composting, merupakan suatu contoh proses pengolahan secara aerobic dan
anaerobic dimana kedua proses tersebut akan berjalan saling menunjang dengan
hasil pupuk organic yang disebut kompos. Agar di proses hasil pengomposan yang
optimal perlu diperhatikan beberapa factor yang berpengaruh karna ini merupakan
proses biologi. Menurut (Indriani, 2005).
Faktor-faktor yang mempengaruhi
pengomposan antara lain :
a. Ukuran Bahan
Bahan yang berukuran lebih kecil akan lebih cepat proses pengomposannya karna
semakin luas bahan yang tersentuh dengan bakteri. Namun ukuran bahan sebaiknya
tidak terlalu kecil karna bahan yang terlalu hancur (banyak air) kurang baik
(Kelembabannya menjadi semakin tinggi) sebaiknya ukuran bahan 3 cm-4 cm.
b. Kelembaban
Umumnya kelembaban sekitar 40%-60% adalah kelembaban yang baik untuk
mikroorganisme. Apabila kelembaban dibawah 40 %, aktifitas mikroba akan
mengalami penurunan dan akan lebih rendah lagi pada kelembaban 15%, apabila
kelembaban lebih besar 60%, hara akan tercuci, volume udara akan berkurang
akibatnya aktifas mikroba akan menurun dan akan terjadi permentase anaerobic
yang menimbulkan bau tak sedap.
c. Temperatur
Pengomposan Temperatur optimal sekitar 350 C - 550 C. Namun setiap kelompok
mikroorganisme memiliki temperatur optimum pengomposan merupakan integrasi dari
berbagai jenis.
d. Keasaman (pH)
Keasaman atau pH dalam tumpukan kompos juga mempengaruhi aktifitas
mikroorganisme. Kisaran pH yang baik yaitu sekitar 6-8, 6- 7 (netral). Oleh
karena itu dalam proses pengomposan sering ditambah kapur atau abu dapur untuk
meningkatkan pH.
e. Mikroorganisme
yang terlibat Pada pengomposan secara aerobic akan terjadi kenaikan temperatur
yang cukup cepat selama 3-5 hari pertama dan temperatur tersebut merupakan yang
terbaik bagi pertumbuhan mikroorganisme. Pada kisaran temperatur ini
mikroorganisme dapat tumbuh tiga kali lipat dibandingkan dengan temperatur yang
kurang dari 550 Selain itu pada temperature tersebut enzim yang dihasilkan juga
paling efektif mengurai bahan organic penurunan C/N juga dapat berjalan dengan
sempurna.
f. Aerasi
Pengomposan yang cepat dapat terjadi dalam kondisi yang cukup oksigen (aerob).
Aerasi secara alami akan terjadi pada saat terjadi peningkatan suhu yang
menyebabkan udara hangat keluar dan udara yang lebih dingin masuk kedalam
tumpukan kompos. Aerasi ditentukan oleh posiritas dan kandungan air bahan
(kelemababan), apabila aerasi terhambat, maka akan terajdi proses anaerob yang
akan menghasilkan bau yang tidak sedap. Aerasi dapat ditingkatkan dengan
melakukan pembaikan atau mengalirkan udara didalam tumpukan kompos.
4. Beberapa perubahan yang terjadi pada
pembuatan kompos
Tumpukan bahan-bahan sisa mentah
(sisa-sisa tanaman, sampah dapur, dan lain-lain) menjadi kompos dikarenakan
telah terjadi pelapukan, penguraian, atau dengan kata lain telah terjadi
perubahan dari sifat fisik semula menjadi sifat fisik baru (kompos).
Perubahanperubahan ini adalah sebagian besar karena kegiatan-kegiatan jasad
renik, sehubungan pula dengan kebutuhan-kebutuhan hidupnya. Apa yang telah
terikat oleh jasad renik demi mencukupi kebutuhan hidupnya, kelak akan
dikembalikan lagi apabila jasad-jasad renik tersebut telah mati
Jelasnya, perubahan-perubahan itu
adalah karan terjadinya penguraian-penguraian, pengikatan dan pembebasan
berbagai zat atau unsur hara selama berlangsung proses pembentukan kompos,
sebagai berikiut :”penguraian selulose, hemiselulose, lemak, lilin, serta
lainnya menjadi karbondioksida (CO2) dan air, pengikatan unsur oleh
mikroorganisme yang akan dilepas kembali bila mikroorganisme telah mati, serta
pembebasan unsur hara senyawa organic menjadi senyawa anorganik yang akan
tersedia bagi tanaman.” (Sofian,2006)
Selama berlangsungnya perubahan
akan terjadi pula perubahanperubahan pada berat dan isi bahan-bahannya atau
dengan kata lain “akan berlangsung pengurangan (40%-50%), misalnya karna
terjadi penguapan dan pencucian” (Sofian,2006). Dalam penguapan biasanya
sebagian besar senyawa-senyawa zat arang hilang ke udara.
5. Jenis Bahan Baku Kompos
Banyak bahan yang berasal dari hewan dan tumbuhan
dapat dijadikan kompos. Berikut ini contoh bahan yang mempunyai peluang untuk
dijadikan kompos. (Basriyanta,2007)
Sampah Organik (Sisa Sayuran RT) Sampah organic
merupakan sampah yang berasal dari sisa-sisa kebutuhan rumah tangga atau
sisa-sisa bagian makhluk hidup yang bisa di daur ulang (recycling) menjadi
bentuk lain, yang dapat mendatangkan kesejahteraan bagi umat manusia. Sampah
organic ini bila dibuang begitu saja atau tidak mendapat penanganan yang lebih
lanjut, oleh ahli-ahli kimia di Negara yang sudah maju sering dikenal istilah
„menghambur-hamburkan uang‟ atau dengan meminjam.'
6. Manfaat Kompos
Kompos ibarat multi-vitamin tanah pertanian. Kompos
akan meningkatkan kesuburan tanah dan merangsang perakaran yang sehat. Kompos
memperbaiki struktur tanah dengan meningkatkan kandungan bahan organic tanah
dan akan meningkatkan kemampuan tanah untuk mempertahankan kandungan air tanah.
Aktifitas mikroba ini membantu bagi tanaman akan meningkatkan dengan penambahan
kompos. Aktifitas mikroba ini membantu tanaman menghadapi serangan penyakit.
Tanaman yang dipupuk dengan kompos juga cenderung lebih baik kualitasnya
daripada tanaman yang dipupuk kimia, misal : hasil panen lebih tahan disimpan,
lebih berat, lebih segar, (Sutejo, 2002).
mempertahankan kandungan air tanah. Aktifitas mikroba
ini membantu bagi tanaman akan meningkatkan dengan penambahan kompos. Aktifitas
mikroba ini membantu tanaman menghadapi serangan penyakit. Tanaman yang dipupuk
dengan kompos juga cenderung lebih baik kualitasnya daripada tanaman yang
dipupuk kimia, misal : hasil panen lebih tahan disimpan, lebih berat, lebih
segar, (Sutejo, 2002).
C. Pengolahan Sampah Sayuran Menjadi Kompos
Dengan Metode Takakura
Menurut Journal “Pengolahan Sampah
Sayuran Menjadi Kompos Dengan Metode Takakura” (Adella Atika Larasati1, Septa
Indra Puspikawati. 2019) untuk membuat
Kompos dengan sayuran yaitu perlu di Kelompok kontrol yaitu sampah sayuran
tanpa penambahan bioaktivator.
Kelompok perlakuan yaitu sampah
sayuran dengan penambahan bioaktivator EM4.
Dengan
menguji parameter suhu,
kelembapan, pH, bau, warna
dan tekstur pada
kompos. Pengambilan bahan sampah sayuran didapatkan dari Pasar
Tradisional dan Pedagang
Sayur Rumahan sedangkan
larutan EM4 dibeli
dari Dinas Pertanian terdekat.
Bahan yang digunakan adalah
sampah sayuran, starter kompos
jadi, sekam dan
bioaktivator EM4. Alat yang digunakan adalah keranjang takakura, tutup
keranjang, alat pengaduk, pisau, talenan,
kardus bekas, kain hitam,
bantalan sekam, timbangan,
masker, sarung tangan, soil
moisture pH meter
untuk mengukur pH dan
kelembapan kompos serta thermohyrometer untuk
mengukur suhu pengomposan.
1. Pengomposan
takakura tanpa penambahan bioaktivator EM4
a)
dilakukan
pengumpulan sampah sayuran
b)
Kemudian dilakukan
pencacahan hingga ukuran
sampah menjadi kecil-kecil dengan
ukuran 1 cm
c)
Penimbangan sampah sayuran
sebanyak 5 kg dan
penimbangan stater kompos jadi sebanyak 1,5 kg.
d)
Setelah
itu, mempersiapkan keranjang takakura terlebih
dahulu kemudian disekeliling keranjang
bagian dalam dilapisi dengan kardus
bekas dan letakkan
bantalan sekam di bagian
dasar keranjang.
e)
Kemudian dilakukan pencampuran
dan pengadukan sampah sayuran
dengan starter kompos
jadi hingga merata
f)
dan
masukkan campuran tersebut ke
dalam keranjang takakura.
g)
Langkah selanjutnya adalah letakkan bantalan
sekam kembali di
atas kompos dan
ditutup dengan menggunakan kain
berwarna hitam dilanjutkan dengan
tutup keranjang.
h)
Pengukuran
kompos dilakukan dua
kali dalam seminggu sehingga
menghasilkan pengukuran
mulai dari hari
ke-1 hingga hari ke-51
dengan cara mengukur dan mengamati suhu, pH, kelembapan, warna,
bau dan tekstur kompos.
i)
Pemanenan
kompos dilakukan setelah 1,5
bulan proses pengomposan dengan cara
mengambil kompos dari
keranjang kemudian diayak untuk
dapat dijadikan sebagai pupuk
organik.
2. Pengomposan
takakura dengan penambahan bioaktivator EM4
a)
Pada
awalnya dilakukan pengumpulan sampah sayuran
b)
kemudian
dilakukan pencacahan hingga ukuran
sampah menjadi kecil-kecil dengan
ukuran 1 cm
c)
penimbangan sampah sayuran
sebanyak 5 kg dan
penimbangan stater kompos jadi sebanyak 1,5 kg.
d)
Setelah
itu, mempersiapkan keranjang takakura terlebih
dahulu kemudian disekeliling keranjang
bagian dalam dilapisi dengan kardus
bekas dan letakkan
bantalan sekam di bagian
dasar keranjang.
e)
Kemudian dilakukan pencampuran
dan pengadukan sampah sayuran
dengan starter kompos
jadi hingga merata dan
masukkan campuran tersebut ke
dalam keranjang takakura.
f)
Kemudian menambahkan bioaktivator larutan
EM4 sebanyak 10
ml dan diaduk
kembali secara merata. Larutan
Effective Microorganisme 4 (EM4)
merupakan bioaktivator yang digunakan
dalam pembuatan kompos yang
dapat mempercepat proses penguraian
pengomposan dan sebagai inokulan untuk meningkatkan keragaman
dan populasi mikroorganisme di dalam
tanah dan tanaman yang
nantinya dapat meningkatkan pertumbuhan, kesehatan,
kualitas dan kuantitas hasil
tanaman.
g)
Langkah selanjutnya adalah letakkan
bantalan sekam kembali
di atas kompos dan
ditutup dengan menggunakan kain
berwarna hitam dilanjutkan dengan
tutup keranjang.
h)
Pengukuran
kompos dilakukan dua
kali dalam seminggu sehingga
menghasilkan pengukuran
mulai dari hari
ke-1 hingga hari ke-51
dengan cara mengukur dan mengamati suhu, pH, kelembapan, warna,
bau dan tekstur kompos.
i)
Pemanenan
kompos dilakukan setelah 1,5
bulan proses pengomposan dengan cara
mengambil kompos dari
keranjang kemudian diayak untuk
dapat dijadikan sebagai pupuk
organik.
j)
Selain
pengukuran, kedua kelompok pengomposan dilakukan
pengadukan dan pembalikan kompos
setiap 2 kali
dalam seminggu pada waktu
pengukuran, penambahan sampah sayuran pada hari ke-16 sebanyak 5 kg dan
hari ke-30 sebanyak 5 kg, penambahan sekam sebanyak 0,5 kg pada hari ke-17 dan
penjemuran kompos sehingga kompos menjadi matang pada hari
ke-51.
k)
Penelitian ini dilakukan melalui 3 tahapan
yaitu
(1)
Tahapan uji
pengumpulan sampah organik (sampah
sayuran) yang diambil
dari sumbernya yaitu dari beberapa pasar tradisional dan rumah
pedagang,
(2)
Tahapan eksperimen dan pelaksanaan
yaitu dilakukannya persiapan bahan baku, pencacahan sampah,
persiapan alat, dan bioaktivator yang
digunakan larutan EM4 serta
perlakuan pengomposan dan
pengukuran parameter fisik kompos
selama proses pengomposan berlangsung
dan
(3)
Tahapan analisis hasil penguraian
selama pengomposan berlangsung sampai
selesai pengomposan yang dilakukan mulai
pengukuran pada hari
ke-1 hingga hari ke-51
(selama 1,5 bulan)
yang meliputi pengukuran suhu, kelembapan,
pH, warna, bau dan tekstur kompos.
Berdasarkan hasil
pengukuran pada dua kelompok
pembuatan kompos metode
takakura yaitu kelompok kontrol
dan kelompok perlakuan menunjukkan
bahwa parameter kompos (suhu,
kelembapan, pH, warna, bau dan tekstur)
sesuai dengan pedoman
yang telah ditetapkan pada
SNI 19-7030-2004 tentang Spesifikasi Kompos dari Sampah
Organik.
Suhu sangat berpengaruh terhadap proses
pengomposan dikarenakan berkaitan
dengan jenis mikroorganisme yang terlibat didalamnya. Suhu pada
proses pembuatan kompos
dari sampah sayuran tanpa penambahan bioaktivator (kelompok kontrol)
dan dengan penambahan biaktivator EM4
(kelompok perlakuan) selalu berubah-ubah sepanjang
pengukuran, dimana suhu pada kelompok kontrol
antara 29oC sampai 39oC
sedangkan suhu pada
kelompok perlakuan antara 28oC sampai 40oC.
Gambar : Hasil pengukuran parameter suhu kompos pada kelompok control
dan kelompok perlakuan
Suhu
pada hari ke-1
kelompok kontrol adalah 30oC.
Kemudian suhu mengalami peningkatan pada
hari ke-2 sebesar
39oC. Keadaan ini menandakan
proses penguraian sudah mulai
berjalan karena sejumlah
bakteri merubah sampah organik menjadi bahan-bahan yang lebih
sederhana yang mudah
diserap oleh tanaman, dimana
semakin tinggi suhu
akan semakin banyak konsumsi oksigen dan semakin mempercepat proses
penguraian sampah.
Selanjutnya pada pengukuran
berikutnya suhu menurun dikarenakan
bahan organik yang diuraikan di dalam kompos
sudah mulai berkurang dan
mulai menyusut.
Suhu
Kompos
Berdasarkan teori dari
penelitian (Subekti, A,
t.t.) tentang Studi Pemanfaatan
Sampah Organik menjadi Kompos mengguakan
Variasi Dosis Bioaktivator (PROMI dan MOL Larutan Gula) disebutkan bahwa
kisaran temperatur yang menunjukkan aktivitas pengomposan yang
baik berada pada suhu
30-60oC. Pada hari
ke-51 suhu kompos kelompok
kontrol menjadi 29 oC
dikarenakan adanya proses
pembalikan untuk mengontrol suhu
agar suhu sesuai
dengan pedoman SNI 19-7030-2004.
Begitu
juga suhu pada
hari ke-1 kelompok perlakuan
adalah 30oC. Kemudian suhu
mengalami peningkatan pada
hari ke-4 menjadi 35oC.
Kemudian pada hari
ke-33 menuju hari ke-37
terjadi penurunan yang signifikan dari
suhu 40oC menjadi
29oC, dikarenakan bahan organik
yang terdapat di dalam
kompos sudah mulai
berkurang dan mulai menyusut
(Wellang et. al,
2015).
Mikroorganisme yang
terdapat dalam larutan EM4
diketahui mempunyai suhu
pertumbuhan optimal yaitu pada
kisaran 40oC. Berdasarkan penelitian sebelumnya
mengenai Pengolahan Sampah di TPA Putri
Cempo Mojosongo Surakarta menyebutkan
bahwa suhu pada
hasil dengan penambahan EM4
tidak panas <40oC, sehingga pada
hasil suhu pembuatan
kompos dengan penambahan EM4
mengindikasikan mikroorganisme
pengurai bekerja dengan
baik. Pada hari ke-51
suhu kompos kelompok perlakuan menjadi 30oC dan suhu
sesuai dengan pedoman SNI 19-7030-2004.
Pembuatan kompos sampah sayuran
dengan metode takakura didapatkan
parameter suhu kelompok perlakuan sebesar
30oC lebih tinggi
dibanding dengan kelompok kontrol sebesar 29oC.
Kelembapan
Kompos
Kelembapan kompos
pada kelompok kontrol cenderung
tinggi mulai awal pengukuran dari
50% menjadi >80%
atau sangat lembab kemudian mengalami penurunan dan kembali ke kondisi
normal atau stabil.
Gambar: Hasil Pengukuran Parameter Kelembapan Kompos pada kelompok
control dan kelompok perlakuan
Kelembapan pada
hari ke-1 proses pengomposan masih
normal yaitu 50%. Kemudian
kelembapan menjadi >80%
atau sangat lembab pada
hari ke-4. Hal
tersebut dikarenakan adanya proses
pembalikan yang baru sekali
dilakukan sehingga kadar
oksigen tidak mencukupi. Apabila
kadar oksigen tidak mencukupi atau
menurun maka kandungan
air menjadi meningkat dan
menyebabkan sangat lembab. Pada
hari ke-51, kelembapan
kompos kembali normal menjadi
45% dan kelembapan tersebut sesuai
dengan pedoman SNI
19-7030- 2004.
Sedangkan
pada pengomposan kelompok perlakuan kelembapan
pada hari ke-1
dan hari ke-4 sebesar
>80% atau sangat
lembab. Keadaan ini dikarenakan
sayuran yang digunakan adalah
sampah sayuran campuran. Kemudian mengalami penurunan
sinifikan pada hari ke-4 menuju
hari ke-12 menjadi
45%, dikarenakan faktor lingkungan
yang pada sebelum h-1 dilakukannya pengukuran tersebut terjadi hujan
deras sehingga mempengaruhi kelembapannya. Selanjutnya
mengalami peningkatan yang signifikan
pada hari ke-12 menuju hari ke-16 dari 45% menjadi
>80% atau
sangat
lembab dikarenakan faktor
penambahan sampah sayuran. Kelembaban
pada kompos akan mempengaruhi
mikroorganisme yang terlibat dalam
pengomposan (Yenie, 2008).
Apabila kelembaban kompos
terlalu tinggi maka proses
penguraian akan terhambat. Hal ini dikarenakan
kandungan air akan
menutupi rongga udara di
dalam tumpukan sehingga oksigen menjadi
berkurang yang akan menyebabkan mikroorganisme aerobik mati
dan digantikan oleh mikroorganisme anaerobik. Pada hari
ke-51, kelembapan kompos
kembali normal menjadi 50%
dan kelembapan tersebut
Sesuai
dengan pedoman SNI
19-7030-2004. Pembuatan kompos sampah
sayuran dengan metode takakura
didapatkan parameter
kelembapan kelompok perlakuan
sebesar 50% lebih tinggi
dibanding dengan kelompok kontrol sebesar 45%.
pH Kompos
Pada proses pembuatan kompos kelompok
kontrol dan kelompok
perlakuan pada pengukuran pertama
memiliki pH yang
rendah atau cenderung bersifat asam.
Gambar : Hasil pengukuran parameter pH kompos pada kelompok control
dan kelompok perlakuan
Berdasarkan
Gambar 3, dapat
dilihat bahwa pH kompos
rata-rata pada proses pengomposan kelompok
kontrol terjadi perubahan yang
tidak signifikan. Hasil pH pada kelompok kontrol didapatkan relatif rendah atau
bersifat asam pada
keseluruhan pengukuran
dikarenakan terjadi proses
pembentukan asam- asam organik
dan menyebabkan pertumbuhan jamur pada
kompos (Nurdini et.
al, 2016). pH kompos
pada awal pengukuran
sebesar 6,1 hingga pada hari
ke-51 didapatkan hasil sebesar 6,8. Hal tersebut
sudah sesuai dengan
SNI 19- 7030-2004 yaitu nilai pH
sebesar 6,8 – 7,4.
Sedangkan pH pada
pengomposan kelompok
perlakuan pada awal
pengukuran memiliki pH rendah
atau bersifat asam
yaitu sebesar 6,0 karena
sejumlah bakteri merubah bahan organik menjadi asam organik
kemudian pH naik karena sejumlah bakteri memanfaatkan kembali asam
organiknya sebagai sumber energi
dan sampah yang
digunakan adalah sampah sisa
sayuran yang disebabkan
kondisi cuaca yang kurang baik
karena pada waktu sebelum
h-1 pengukuran terjadi
hujan. Kemudian pH menurun
hingga kembali netral. Selanjutnya hasil
hari ke-51 mencapai
nilai pH kompos sebesar
6,8 sehingga telah
memenuhi standar SNI 14-7030-2004
yaitu nilai pH
6,8- 7,4. Pembuatan kompos
sampah sayuran dengan metode
takakura didapatkan parameter pH
kelompok kontrol dan
kelompok perlakuan sama yaitu
sebesar 6,8.
Warna
Kompos
Pada warna kompos kelompok kontrol dan kelompok perlakuan
pada awal pembuatan kompos berwarna hijau kehitaman dan
semakin lama akan menyerupai
warna tanah berwarna kehitaman. Warna
pada proses pengomposan dari sampah
sayuran tanpa dan
dengan penambahan EM4 sudah
sesuai dengan standar yang sudah
ditetapkan yaitu SNI 19-7030-2004 yaitu
kehitaman. Hal tersebut
sejalan dengan penelitian (Zuhrufah
et. al, 2015),
didapatkan
Bahwa pembuatan pupuk
organik dengan metode takakura
menggunakan penambahan
bioaktivator EM4 didapatkan
hasil pupuk berwarna sangat
hitam menyerupai tanah, berbau
tanah dan memiliki
tekstur remah serta halus. Sedangkan pupuk organik takakura
tanpa penambahan bioaktivator EM4 didapatkan hasil berwarna lebih coklat,
berbau seperti tanah dan memiliki tekstur remah namun lebih kasar.
Pada warna kompos
kelompok kontrol dan kelompok
perlakuan pada awal
pembuatan kompos berwarna hijau kehitaman dan semakin lama akan
menyerupai warna tanah
berwarna kehitaman. Warna
pada proses pengomposan dari sampah sayuran
tanpa dan dengan penambahan EM4
sudah sesuai dengan standar yang sudah ditetapkan yaitu
SNI 19-7030-2004 yaitu kehitaman. Hal
tersebut sejalan dengan penelitian (Zuhrufah
et. al, 2015),
didapatkan bahwa pembuatan pupuk
organik dengan metode takakura
menggunakan penambahan
bioaktivator EM4 didapatkan
hasil pupuk berwarna sangat
hitam menyerupai tanah, berbau
tanah dan memiliki
tekstur remah serta halus. Sedangkan pupuk organik takakura
tanpa penambahan bioaktivator EM4 didapatkan hasil berwarna lebih coklat,
berbau seperti tanah dan memiliki
tekstur remah namun
lebih kasar.
Tabel Perbandingan hasil
pengukuran parameter kualitas
fisik kompos (warna,
bau dan tekstur) sampah sayuran pada kelompok kontrol
dan kelompok perlakuan berdasarkan SNI 19-7030-2004
Bau
Kompos
Pada
bau kompos kelompok
kontrol dan kelompok perlakuan
pada awal pembuatan kompos berbau
sampah sayuran dan
semakin lama akan berbau
tanah. Bau pada
proses pengomposan kelompok kontrol
dan kelompok perlakuan sudah
sesuai dengan standar
yang sudah ditetapkan yaitu SNI 19-7030-2004.
Tekstur
Kompos
Pada
tekstur kompos sampah
sayuran tanpa atau dengan penambahan EM4 pada awal pembuatan kompos
memiliki tekstur sayuran dan
semakin lama akan
memiliki seperti terkstur kasar
dan menyerupai tanah.
Tekstur pada proses pengomposan dari sampah sayuran tanpa atau
dengan penambahan EM4
sudah sesuai dengan standar
yang sudah ditetapkan yaitu SNI 19-7030-2004.
Pada
pembuatan kompos dari
sampah sayuran tanpa penambahan
bioaktivator (kelompok
kontrol) merupakan pengomposan dengan cara alami tanpa tambahan
bioaktivator untuk mempercepat pengomposan.
Proses penguraian sampah sayuran
pada kompos ini terjadi lebih lama yaitu selama 25 hari.
Sampah sayuran yang digunakan
adalah sayuran kangkung. Hal
tersebut sejalan dengan
hasil penelitian sebelumnya mengenai
Studi Optimasi Kematangan Kompos
dari Sampah Organik dengan
Penambahan Bioaktivator
Limbah Rumen dan
Air Lindi menyatakan bahwa pada
proses pengomposan alami
tanpa penambahan
bioaktivator akan berjalan
lebih lama dibandingkan dengan
menggunakan penambahan
bioktivator karena
mikroorganisme yang bekerja
secara alami (Dewilda dan Apris,
2016).
Pada pembuatan kompos sampah sayuran
dengan penambahan bioaktivator
EM4 dapat mempercepat proses
penguraian sampah organik dari
sampah sayuran, yang mana waktu pengomposan
dengan penggunaan EM4
dapat dipercepat yaitu hanya
membutuhknan waktu berkisar antara
3-5 hari. Waktu
proses pengomposan sampah sayuran terjadi selama 12 hari. Sampah
sayuran yang digunakan
adalah sayuran campuran. Hal
ini akan berpengaruh pada suhu
kompos. Penelitian ini
tidak sejalan dengan hasil
penelitian sebelumnya tentang Optimasi Kondisi
Proses Pembuatan Kompos Organik dengan Cara Fermentasi
menggunakan EM4 menyatakan bahwa
semakin besar konsentrasi EM4
yaitu konsentrasi 0,5%
maka semakin cepat waktu
pengomposan yaitu selama 4 hari
(Yuniwati et. al, 2012).
Sumber : 67 Jurnal Ikesma Volume 15
Nomor 2 September 2019
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan
penjelasan diatas, dapat ditarik
kesimpulan yaitu untuk pembuatan
kompos dapat dilakukan berbagai cara atau metode, karena makalah ini
menggunakan metode takakura maka menggunakan dua percobaan atau kelompok
diantaranya 1. kelompok control
(pembuatan kompos sampah sayuran tanpa penambahan bioktivator). 2. Kelompok
perlakuakn pembuatan kompos sampah sayuran dengan penambahan bioktivator EM4.
Dari hasil
percobaan pada penjelasan diatas
yaitu Pada pembuatan
kompos dengan sampah sayuran
metode takakura didapatkan
parameter suhu kelompok perlakuan lebih
tinggi sebesar 30oC
dibanding dengan kelompok control
sebesar 29oC, pH
kedua kelompok sama sebesar
6,8, kelembapan kelompok perlakuan
sebesar 50% lebih
tinggi atau lembab dibandingkan
dengan kelompok kontrol sebesar
45% serta warna,
bau dan tekstur kedua
kelompok sama.
Pada
dua kelompok tersebut sudah
memenuhi standar
SNI-19-7030-2004 meliputi parameter
suhu, kelembapan, pH, warna,
bau dan tekstur kompos sehingga
kompos sudah dapat digunakan sebagai
pupuk organik.
Dari kedua cara
pembuatan kompos didapatkan
bahwa waktu pengomposan sampah sayuran kangkung tanpa bioaktivator
yaitu selama 25
hari dan waktu penguraian
kompos sampah sayuran campuran dengan
bioaktivator EM4 waktu penguraian yaitu
selama 12 hari.
Perlu
memperhatikan dalam hal
manajemen waktu dalam pembuatan
kompos dengan metode takakura dan
penyimpanan kompos yang
harus memperhatikan lokasi yang
berkaitan dengan faktor lingkungan
setempat karena akan mempengaruhi kondisi kompos.
Diharapkan Makalah
selanjutnya perlu dilakukan mengenai
penggunaan bahan baku yang lebih variasi dan penambahan
bioaktivator lain sehingga dapat mempercepat pengomposan dan mengurangi
penumpukan sampah terutama sampah sayuran serta perlu dilakukan
penelitian lebih lanjut mengenai
pengukuran parameter lain seperti
penyusutan, kadar air,
rasio C/N, karbon (C),
nitrogen (N), kalium
(K2O) dan phosphor (P2O5)
dari awal pengomposan sampai hasil
akhir kompos untuk
memenuhi kriteria kompos matang.
DAFTAR PUSTAKA
Badan Standardisasi
Nasional. (2004) Standar
Nasional Indonesia 19-7030-2004 Spesifikasi Limbah Domestik.
Dewilda, Y.,
& Apris, I.
(2016) Studi Optimasi Kematangan
Kompos Dari Sampah Organik
Dengan Penambahan Bioaktivator
Limbah Rumen Dan Air Lindi. Seminar
Nasional Sains dan
Teknologi Lingkungan, 6.
Ekawandani, N.
(2018) Pengomposan Sampah Organik
(Kubis dan Kulit
Pisang) Dengan Menggunakan EM4
[Preprint]. https://doi.org/10.31227/osf.io/3gt26
Kurniati, S.
(2013) Pembuatan
Kompos Skala Rumah Tangga
Sebagai Salah Satu Upaya
Penanganan Masalah Sampah
Di Kota Mataram. Media Bina Ilmiah, 7.
Nisandi. (2007) Pengolahan
Dan Pemanfaatan Sampah Organik
Menjadi Briket Arang Dan
Asap Cair. Seminar Nasional Teknologi 2007.
Nurdini, L.,
Amanah, R. D.,
& Utami, A. N.
(2016) Pengolahan
Limbah Sayur Kol menjadi
Pupuk Kompos dengan
Metode Takakura. Prosiding Seminar
Nasional Teknik Kimia “Kejuangan,” 6.
Peraturan
Daerah Banyuwangi. (2013) Peraturan Daerah
Kabupaten Banyuwangi Nomor 9
Tahun 2013 Tentang Pengelolaan Sampah
Rumah Tangga dan
Sejenis Sampah Rumah Tangga.
Wellang, R. M.,
Rahim, I. R.,
& Hatta, M. P.
(2015) Studi Kelayakan
Kompos Menggunakan Variasi Bioaktivator
(EM4 dan ragi). 19.
Yenie, E.
(2008) Kelembapan Bahan
Dan Suhu Kompos Sebagai
Parameter Yang Mempengaruhi Proses
Pengomposan Pada Unit Pengomposan
Rumbai. Jurnal Sains dan Teknologi, 7, 4.
Yuniwati, M.,
Iskarima, F., &
Padulemba, A. (2012) Optimasi
Kondisi Proses Pembuatan Kompos
Dari Sampah Organik Dengan Cara
Fermentasi Menggunakan EM4.
Jurnal Teknologi, 5.
Zuhrufah,
Izzati, M., & Haryanti, S. (2015) Pengaruh
Pemupukan Organik Takakura Dengan Penambahan
EM4 Terhadap Pertumbuhan dan
Produksi Tanaman Kacang Hijau
(Phaeseolus radiatus L.). Jurnal Biologi, 4.
67
Jurnal Ikesma Volume 15 Nomor 2 September 2019.
Apriadji
Wied Harry, 2000. Pengolahan Sampah. Hardianto. Jakarta
Basryanta,
2007. Memanen Sampah. Yogyakarta. Kanisius
Dyanti.
2002. Studi Kompratif Gula Merah Kelapa dan Gula Merah Aren. Skripsi.
Jurusan Teknologi Pangan
dan Gizi, Fakultas
Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Isroi,
2008. Kompos. Balai Penelitian Bioteknologi Perkebunan Indonesia, Bogor.
http://id.wikipedia.org/wiki/kompos.
Indriani, Yovita
Hety. 2005. Membuat
Kompos Secara Kilat.
Penebar Swadaya: Jakarta
KUPT,
2003, Pengolahan Embio Pengurai Menjadi Aktifator, Surabaya.
Manik
KES. 2003. Pengelolaan Lingkungan Hidup. Jakarta. Djambatan
Mukono. 2006.
Prinsip Dasar Kesehatan
Lingkungan. Jakarta: Air
Lingga University Press.
Murbanono, H.S.L.
2002. Membuat Kompos.
Penerbit Penebar Swadaya. Jakarta
Modifikasi
dari J.H Crawford 2003. Kompos.