BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar
Belakang
Vaksinasi telah menjadi tulang punggung kesehatan
masyarakat sejak dulu. Apabila penyakit berjangkit, vaksinasi muncul dalam
benak kita. Ia adalah suntikan kesehatan yang dianggap dokter (bahkan lembaga
kesehatan negara) sangat penting sebagai pelindung dari serangan penyakit.
Untuk orang-orang yang memiliki riwayat auto-imun
seperti rematoid arthritis, diabetes, asma dan multiple sclerosis, vaksin yang
disuntikan akan menyebabkan sistem imun tubuh mereka menyerang lebih banyak
dari yang seharusnya. Terutama untuk vaksin campak, tetanus dan flu. Efek
sampingan suatu vaksin dapat terjadi segera setelah anak menerima suntikan,
tapi juga baru terlihat setelah beberapa jam, beberapa hari atau bahkan
beberapa bulan.
Gangguan autisme melibatkan otak, sistem imun dan saluran pencernaan. Berarti selain gangguan psikiatrik, hiperaktif, disleksia, masalah bicara dan bahasa, ketidak normalan sensorik, kesulitan kognisi dan perilaku yang tidak biasa, penderita autis juga memiliki masalah sistem imun yang berakibat alergi, asma dan infeksi, dan dalam saluran usus mereka ditemukan kelebihan virus, jamur dan organisme penyebab penyakit lainnya - yang menyebabkan masalah diare dan masalah penyerapan bahan gizi.
Gangguan autisme melibatkan otak, sistem imun dan saluran pencernaan. Berarti selain gangguan psikiatrik, hiperaktif, disleksia, masalah bicara dan bahasa, ketidak normalan sensorik, kesulitan kognisi dan perilaku yang tidak biasa, penderita autis juga memiliki masalah sistem imun yang berakibat alergi, asma dan infeksi, dan dalam saluran usus mereka ditemukan kelebihan virus, jamur dan organisme penyebab penyakit lainnya - yang menyebabkan masalah diare dan masalah penyerapan bahan gizi.
Dengan efek samping yang terjadi, muncul pro -
kontra penggunaan vaksin, bagaimanapun kita memerlukan vaksin untuk melindungi
diri dari beberapa penyakit. Beberapa solusinya antara lain: - Berikan ASI
kepada bayi paing sedikit 6 bulan, supaya bayi menerima imunitas pasif dari
ibunya. - Gunakan vaksin yang bebas timerosal (mercury), tunda vaksin hepatitis
B hingga usia anak sekolah, kecuali bila anak berada dalam resiko tinggi. Berikan
suntikan kedua sebulan sesudah yang pertama dan suntikan ketiga paling sedikit
4 bulan setelah suntukan pertama. - Selama hamil, hindari vaksin yang
mengandung mercury dan perawatan gigi yang menggunakan mercury /amalgam
1.2 Tujuan
a. Untuk
mengetahui vaksin dan antiserum dalam
ilmu dan obat kebidanan.
b. Memenuhi
salah satu tugas mata kuliah farmakologi
BAB
II
PEMBAHASAN
2.1 Definisi
Vaksin secara arti berasal dari bahasa latin ’vacca
= melemahkan’. Definisi lengkapnya kurang lebih adalah suatu kuman
(bakteri/virus) yang sudah dilemahkan yang kemudian dimasukkan ke dalam tubuh
seseorang untuk membentuk kekebalan tubuh (imunitas) secara aktif. Cara
memasukkannya bisa dengan disuntik ataupun dengan oral (diteteskan – red).
Fungsi utama dari vaksin adalah untuk pencegahan terhadap suatu penyakit yang
diakibatkan oleh kuman.
Serum
secara definisi adalah suatu cairan tubuh yang mengandung sistem kekebalan
terhadap suatu kuman yang apabila dimasukkan ke dalam tubuh seseorang, maka
orang tersebut akan mempunyai kekebalan terhadap kuman yang sama (imunitas
pasif – red). Fungsi utama serum adalah mengobati suatu penyakit yang
diakibatkan oleh kuman.
Mana yang
dapat kita pilih untuk pembentukan kekebalan tubuh? Tergantung kondisi dan
keadaan. Jika kita menginginkan pencegahan terhadap suatu penyakit, maka kita
boleh memilih vaksin. Namun apabila kita telah terkena oleh suatu penyakit,
maka kita pilih serum.
Akan
tetapi apabila kita hanya menggunakan serum, maka sifatnya hanya mengobati dan
tidak meninggalkan imunitas terhadap penyakit yang diobatinya. Jadi,
kemungkinan besar kita akan bisa terkena penyakit yang sama berulang kali. Oleh
karena itu, selain pemberian serum apabila tubuh kita sudah sembuh dari
penyakit segeralah lakukan vaksinasi.
Bagaimana
vaksin dibuat? Vaksin dibuat dengan cara melumpuhkan atau mematikan kuman.
Dengan konsentrasi tertentu, vaksin disuntikkan ke dalam tubuh seseorang
sehingga sistem kekebalan tubuhnya memberikan respon terhadap vaksin tersebut.
Pada saat ini vaksin banyak yang dibuat hanya dengan mengambil bagian gen
kuman, sehingga relatif lebih aman (contoh : HbsAg, Hepatitis B surface antigen
– red).
Bagaimana
serum dibuat? Serum dibuat dengan cara memasukkan vaksin ke dalam tubuh suatu
hewan (sapi, kuda, kambing, dll) sehingga kekebalan tubuhnya memberikan respon
terhadap vaksin tersebut. Setelah diuji dan hasilnya menunjukkan bahwa hewan
tersebut telah kebal terhadap vaksin yang dimasukkan, maka dilakukan
pengambilan darah melalui vena leher (vena jugularis). Setelah diambil, darah
kemudian dipisahkan antara plasma dengan sel-sel dan protein darahnya. Plasma
darah kemudian dimurnikan menjadi serum. Serum inilah yang akan memberikan
kekebalan kepada seseorang yang melakukan imunisasi dengan serum.
Jadi mulai
sekarang pastikan keluarga anda telah diimunisasi, karena selama bertahun-tahun
imunisasi telah memberikan sumbangan yang nyata terhadap kesehatan manusia di
seluruh dunia. Jangan terjebak oleh isu-isu yang tidak benar. Pastikan selalu
konsultasi dengan pihak pelayan kesehatan.
Secara
unum, vaksin dibedakan menjadi vaksin bakteri dan vaksin virus. Contoh vaksin
bakteri adalah vaksin TT, vaksin DT, vaksin DTP, vaksin BCG Kering, vaksin Td,
vaksin DTP-HB, dan sebagainya. Contoh vaksin virus adalah vaksin Polio, vaksin
Campak, vaksin Hepatitis B, dan sebagainya.
2.2 Vaksin, Antiserum & Imunologikal
Vaksin,
antiserum, dan imunologikal diperlukan manusia untuk membantu mencegah atau
mengatasi penyakit-penyakit tertentu. Vaksin diberikan untuk mencegah terkena
penyakit tertentu seperti polio, hepatitis, cacar, dll; sedangkan antiserum dan
imunologikal diberikan pada penderita yang sudah terinfeksi penyakit seperti
tetanus, hepatitis B, dll.
1. Vaksin adalah sebuah senyawa antigen yang
berfungsi untuk meningkatkan imunitas tubuh terhadap virus dengan menghasilkan
antibodi. Vaksin terbuat dari virus yang telah dimatikan atau "dilemahkan"
dengan menggunakan bahan-bahan tambahan lainnya seperti formalaldehid,
thymerosal dan lainnya. Sedangkan vaksinasi adalah suatu usaha memberikan
vaksin tertentu ke dalam tubuh untuk menghasilkan sistem kekebalan tubuh
terhadap penyakit/virus tersebut.
Vaksin terdiri dari beragam jenis.
Jenis-jenis vaksinasi yang ada antara lain vaksin terhadap penyakit hepatitis,
polio, Rubella, BCG, DPT, Measles-Mumps-Rubella (MMR) cacar air dan jenis
penyakit lainnya seperti influenza.
Di Indonesia, vaksinasi yang umum dilakukan pada bayi dan
balita adalah Hepatitis B, BCG, Polio dan DPT. Selebihnya seperti vaksinasi MMR
adalah bersifat tidak wajib. Ada pun vaksinasi terhadap penyakit cacar air
(smallpox) termasuk vaksinasi yang sudah tidak dilakukan lagi di Indonesia.
Vaksin secara umum cukup aman. Keuntungan perlindungan yang
diberikan vaksin jauh lebih besar daripada efek samping yang mungkin timbul.
Dengan adanya vaksin maka banyak penyakit masa kanak-kanak yang serius, yang
sekarang ini sudah jarang ditemukan.
2. Antiserum atau antitoksin merupakan zat anti terhadap toksin.
Zat toksin ini berasal dari sejenis racun yang dikeluarkan oleh kuman atau
virulen. Racun ini dikeluarkan dari hewan (zootoksin) dan tumbuhan
(fitotoksin).
Zat antitoksin ini digunakan sebagai
penangkal dari berbagai macam penyakit pada manusia. Zat ini menggunakan serum
binatang, tumbuhan, atau manusia yang telah dibuat kebal terhadap suatu
penyakit akibat racun tersebut.
Antitoksin yang biasa digunakan untuk
menetralkan racun di dalam tubuh adalah antitetanus serum (ATS), antidifteri
serum (ADS), dan serum antibisa ular (SABU), dan jenis antitoksin lainnya.
Antitoksin diphteheria dihasilkan
dari larutan steril globulin-globulin antibodi yang dimurnikan dan dipekatkan.
Zat ini berasal dari serum atau plasma darah seekor binatang sehat seperti kuda
yang diimunisasi terhadap toksin difteri. Antitoksin ini digunakan sebagai agen
imunisasi pasif, yang diberikan secara intramuskuler dan intravena.
Sedangkan untuk tetanus antitoksin, merupakan larutan steril
globulin-globulin antibodi yang dimurnikan dan dikonsentrasikan. Zat ini
diperoleh serum atau plasma daerah dari binatang sehat yang diimunisasi
terhadap toksin atau toksoid tetanus. Penggunaannya dilakukan secara
intramuskuler dan subkutan atau intravena.
2.3 Macam – Macam Vaksin
Ketersediaan. Antitoksin Anstrak, rabies dan vaksin
demam kuning, antitoksin botulism dan antiracun laba – laba dan ular tersedia
di pusat keracunan setempat dan PT. Biofarma.
A. VAKSIN BCG
BCG (Bacilius
calmette- Guerin) adalah starin hidup Mycobactrium bovis yang dilemahkan yang merangsang hipersentivitas
terhadap M.tuberkulosis. vaksin BCG
harus diberikan secara intradermal oleh orang yang menguasai teknik ini (lihat
bawah)
Dalam 2-6 minggu timbul pembengkakan kecil ditempat
injeksi yang papula atau ulkus benigna berdiameter sekitar 10 mm dan akan
sembuh dalam 6-12 minggu. Perban kering
dapat digunakan bila ulkus pecah, tetapi udara harus bisa lewat.
BCG dianjurkan untuk kelompok berikut ini bila belum
pernah mendapat imunisasi BCG sebelumnya, yang dibuktikan dengan parut yang
spesifik, dan bila reaksi hipersentivitas tuberkuloproteinnya negatif :
-
Yang berkontrak dengan mereka yang
menderita tuberculosis paru aktif.
-
Imigran (termasuk bayi dan anak) dari
Negara yang prevalensi tuberkulosisnya tinggi;
-
Staf pelayanan kesehatan (termasuk
mahasiswa kedokteran, staf kesehatan di rumah sakit, dan semua yang mengadakan
kontrak dengan pasien, termasuk
fisioterapist dan radiographer, staff teknis di departemen patologi, dan orang
lain yang diperkirakan berisiko khusus karena kemungkinan kontak dengan pasien
atau sputum mereka; sangat penting untuk menguji staf laboratorium yang kontak
dengan pasien yang immunocompromised,
misalnya staf unit transplantasi, onkologi, dan HIV, dan staf di bagian
kebidanan dan bagian pediatri;
-
Anak antara umur 10 – 14 tahun (lihat
tabel 14.1);
-
Dokter hewan dan staf lain yang
menangani spesies binatang yang diketahui mudah terserang tuberculosis;
-
Staf yang bekerja di penjara, rumah
jompo, dan hostel untuk pengungsi dan tuna wisma;
-
Mereka yang tinggal lebih dari 1 bulan
di Negara yang kejadian tuberkulosisnya tinggi (lihat14.6);
-
Bayi baru lahir, anak kecil atau dewasa
yang minta imunisasi.
Selain bayi sampai usia 3 bulan,
semua orang yang akan diberi imunisasi BCG harus menjalani skin test (tes kulit) dulu untuk melihat hipersentivitasnya
terhadap tuberkuloprotein (lihat test
diagnostic, dibawah).
Vaksin BCG dapat diberikan bersama
dengan vaksin hidup lainnya (juga lihat 14.1), tetapi bila tidak diberikan
secara bersamaan, harus ada interval sedikitnya 3 minggu di antara pemberian
kedua vaksin. Bila BCG diberikan pada bayi, tidak ada kebutuhan untuk menunda
imunisasi primer, termasuk untuk poliomielistis.
a.
Injeksi
intrademal
Vaksin
bacillus Calmette – Guerin
Sediaan beku-kering (freeze- dried) dari bakteri hidup suatu strain turunan basil calmette dan Guerin
Dosis: 0,1
ml (BAYI di bawah usia 3 bulan 0,05 ml) dengan cara injeksi intradermal.
Vaksin BCG kering (bio farma)
BCG Vaccine SSI (Statent Serum
Institut – Denmark) serbuk Inj. 0,75 mg/ml (K)
b.
Teknik
Injeksi Intradermal
Setelah diusapkan dengan alcohol dan dibiarkan
mongering, kulit ditarik diantara jempol dan telunjuk, dan jarum (ukuran 25G
dan 26G) ditusukkan (bevel di atas) sekitar 2 mm ke lapisan kulit superficial
(hamper parallel dengan permukaan). Jarum harus pendek dengan bevel pendek
(biasanya dapat dilihat melalui epidermis sewaktu penyuntikan). Bula putih yang
timbul di kulit dan memperlihatkan ujung folikel rambut menandakan injeksi
telah dilakukan demham nemar; bula 7 mm= injeksi 0,1 ml; bila tidak dirasakan
tahanan kembali sebelum menambahkan vaksin lagi.
Injeksi dilakukan ditempat insersi m.deltoidesus di
humerus (tempat yang lebih tinggi di lengan cenderung menimbulkan pembentukan
keloid); ujung bahu harus dihindari;
untuk alasan kosmetis, permukaan paha atas-lateral dapat juga dipilih dan ini
merupakan alternative yang dapat diterima.
c.
Injeksi
perkuatan
Teknik tusukan ganda perkutan (percutaneous multiple pucture ) hanya dapat di terima sebagai alternative untuk bayi usia muda yang
mungkin sulit diberi injeksi intradermal (dibutuhkan 18-20 titik ulang)
ZAT DIAGNOSTIK. Pada uji Mantoux,
dosis diagnostic adalah injeksi intradermal Tuberculin
Purified Protein Derivative (PPD)
Rutin : 10 unit PPD 1 ml 100
unit/ml (1 dalam 1.000)
Khusus (hipersensitifitas atau
diduga TB): 1 unit PPD 0,1 10 unit/ml (1 dalam 100)
Khusus (sensitivitas rendah) : 100
unit PPD 0,1 ml 1.000 unit/ml (1 dalam 100)
Pada uji Heaf (multiple puncture) larutan mengandung tuberculin purified protein Derivative digunakan 100.000 unit dalam
1 ml.
Catatan.
Uji Tuberkulin tidak boleh dilaksanakan dalam 4 minggu setelah menerima vaksin
virus hidup karena respons terhadap tuberkulin dapat terhambat.
d.
Tubercullin
PPD. (Bio Farma), cairan Inj. 2 TU, 5 TU (K)
Dibuat dari
produk biakan hasil pemanasan dan lisis dari spesies mikrobakterium yang
sesuai, dan mengandung 100.000 unit/ml. 1 ampul. Juga tersedia yang dilarutkan
1 dalam 1.000 (100 unit/ml), dan 1 dalam 10.000 (10 unit/ml).
B. Antitoksin Botulism
Antitoksin botulism trivalent tersedia untuk
profilaksis paska permaparan botulism dan untuk pengobatan orang yang dianggap
menderita botulism. Secara spesifik mentralisir toksin yang diproduksi oleh Clostridium botulism tipe A, B, dan E.
Tidak efektif terhadap botulism pada anak karena
toksinnya (tipe A), bila ada, jarang ditemukan dalam darah pada infeksi jenis
ini.
Reaksi hipersentivitas merupakan masalah. Penting
untuk membaca kontraindikasi, peringatan dan rincian dari uji sensitivitas pada
brosur kemasan. Sebelum pengobatan, harus dilakukan dicek adanya pemberian
antitoksin sebelumnya dan riwayat alergi, seperti asma, hay fever, dan lain – lain. Semua pasien harus menjalani uji
sensitivitas (mengencerkan antitoksin bila ada riwayat alergi).
a.
Botox
(Allergean Pharmaceutical, Bio Farma )
Serbuk Inj. 100 UI (K)
Sediaan mengandung glubolin
antitoksin spesifik yang memiliki kekuatan netralisir toksin yang terbentuk
oleh Clostridium botulinum tipe A, B, dan E.
Catatan.
Nama Botulinum Antitoxin BP tidak digunakan karena sediaan yang sekarang ada
kandungan fenolnya lebih tinggi (0,45% vs. 0,25%)
Dosis.
Profilaksis, 20 ml injeksi intramuscular
secepat mungkin setelah pemaparan;
pengobatan, 20ml (diencerkan hingga
100ml dengan natrium klorida
0,9%) secara infuse perlahan intravena dilanjutkan dengan 10 ml 2-4 jam
kemudian, dan dosis berikut dengan interval 12-24 jam.
C. VAKSIN KOLERA
Vaksin
kolera mengandung vibria
cholera serovar O1. Sub tipe Inaba dan Ogawa yang dimatikan dengan
pemanasan.
Vaksin kolera dapat member sedikit perlindungan
infeksi tetapi tidak dapat mengendalikan penyebaran penyakit. Staf laboratorium
yang kontak langsung dengan kuman kolera harus diperingatkan akan resiko yang
mungkin terjadi, dan keharusan untuk vaksinasi harus ditetapkan. Vaksinasi
kolera tidak lagi diharuskan untuk perjalanan internasional. Departemen
Kesehatan telah mengeluarkan pernyataan:
“Vaksin konvensional memberikan sedikit perlindungan
dan tidak perlu lagi diberikan untuk perjalanan internasional. Kadang – kadang
bila diduga ada permintaan yang tidak resmi, maka pernyataan tidak diperlukannya
vaksinasi kolera diberikan oleh dokter secara resmi dengan tanda tangan dan
stempel dokter”.
Wisatawan yang berkunjung ke Negara yang ada kolera
diperingatkan bahwa memperhatikan makanan, air, dan hygiene adalah sangat penting.
Vaksinasi
Kotipa (kombinasi vaksin kolera, tifus dan paratifus) (Bio
Farma) (K).
Dosis:
Dosis pertama, seperti dijelaskan pada label, biasanya 0,5 ml dengan cara injeksi subkutan dalam atau injeksi intramuscular; dosis kedua,
setelah paling sedikit 1 minggu dan lebih baik 4 minggu, 1 ml; dosis penguat
setiap 6 bulan bila terjadi pemaparan yang terus menerus; ANAK usia 1-5 tahun
0,1 ml, dosis kedua 0,3 ml, usia 5-10 tahun, 0,3 ml, dosis kedua 0,5 ml.
D. VAKSIN DIFTERI
Perlindungan terhadap difetri terutama adalah karena
timbulnya antitoksin yang diproduksi karena rangsangan oleh vaksin yang
dibuat dari toksin Corynnebcterium diptheriae. Vaksin ini lebih efektif dan lebih
sedikit menyebabkan efek samping bila dijerap (ad-sorbed) pada carrier
mineral. Vaksin jerap difetri dianjurkan untuk imunisasi rutin bayi dan
diberikan dalam bentuk triple vaccine, vaksin
jerap difteri, tetanus, dan (oral) biasanya diberikan bersamaan dengan tiap
dosis vaksin DPT.
Vaksin jerap difteri dan tetanus (DT) dipakai
sebagai pengganti DPT bila imunisasi terhadap pertusis dikontraindikasikan .
Dosis penguat dari vaksin jerap difteri dan tetanus
dianjurkan pada anak yang akan masuk sekolah (usia 4-5 tahun). Ini lebih baik
diberikan setelah interval paling tidak diberikan setelah interval paling tidak
3 tahun dari dosis terakhir suntikan dasar. Dosis penguat lebih lanjut
dianjurkan pada saat meninggalkan sekolah; untuk tujuan ini tersedia vaksin jerap difteri dan tetanus (DT) untuk
dewasa dan remaja (versi dosis
tunggal dengan vaksin tetanus). Untuk rincian mengenai dosis booster dari
vaksin difteri pada anak diatas usia 13 tahun yang memerlukan pengobatan pada
luka yang rentan tetanus. Bila ternyata, ketika tiba saatnya untuk memberikan
dosis penguat vaksin difteri dan tetanus
di akhir masa sekolah, ditemukan catatan bahwa pernah diberikan dosis tetanus kelima, maka diberikan dosis penguat antigen
tunggal berupa vaksin jerap difteri
dosis rendah.
Dosis penguat vaksin difteri lain tidak dianjtkan untuk
vaksinasi rutin, kecuali untuk staf yang berhubungan dengan pasien difteri,
atau menangani specimen klinik yang bisa patogenik, atau bekerja langsung
dengan Corynebacterium diphtheria;
mereka harus dipertimbangkan untuk booster atau imunisasi primer setelah
penilaian tentan resiko. Vaksin dosis rendah. Vaksin jerap difteri untuk dewasa. Tersedia untuk tujuan ini.
Wisatawan yang sudah diimunisasi dan berkunjung ke
Negara tempat difteri bersifat endemic atau epidemic memerlukan dosis penguat
bila imunsisasi primer dilakukan lebih dari 10 tahun yang lalu. Wisatawan yang
belum diimunisasi memerlukan 3 dosis dengan interval bulanan (penting;
dewasa dan anak diatas usia 10 tahun yang memerlukan dosis primer atau penguat
harus diberi vaksin dosis rendah-
mereka yang juga memerlukan perlindungan terhadap tetanus dapat diberi dosis
rendah dikombinasikan dengan vaksin tetanus.
a.
Vaksin
difteri untuk anak
Dengan tetanus dan pertusis (triple
accine)
Vaksin
Jerap Diphteria, Tetanus, dan Pertuis (DPT) (Bio Farma) (K)
Dibuat dari toksoid difteri,
toksoid tetanus, tetanus, toksoid, dan vaksin pertuis dalam bentuk vaksin
jerap.
Dosis. Imunisasi primer
pada ANAK, 0,5 ml secara intramuskuler pada umur 2 bulan disusul dengan dosis
kedua setelah 4 minggu dan dosis ketiga setelah 4 minggu berikutnya (lihat
Tabel 14.1)
Dengan
tetanus
Vaksin Jerap Difteri dan Tetanus
(Anak) (Bio Farma) (K)
Dibuat dari toksoid difteri dan
toksoid tetanus diadsorbsi dengan pembawa (carrier)
mineral
Dosis:
imunisasi primer ANAK tanpa komponen pertusis, 0,5 ml secara Intramuskular atau injeksi subkutan dalam
pada usia 2 bulan disuse dengan dosis kedua setelah 4 minggu dan dosis ketiga
setelah 4 minggu berikutnya (lihat tabel 14.1); booster pada saat masuk
sekolah, 0,5 ml(lihat tabel 14.1)
Antigen
tugal
Dibuat dari toksoid difteri yang
dijerap pada carrier mineral.
Tersedia dalam sediaan untuk anak – anak dan remaja. Vaksin jerap untuk anak
hanya digunakan untuk kontak kasus difteri atau karier; anak – anak yang
diimunisasi di bawah usia 10 tahun diberikan satu dosis 0,5 ml secara
intramuscular atau subkutan dalam, anak yang tidak diimunisasi di bawah usia 10
tahun diberikan tiga dosis 0,5 ml dengan
interval 4 minggu antara ketiga dosis; dewasa dan anak – anak usia 10 tahun
harus diberi vaksin jerap difteri untuk dewasa (lihat di bawah).
Vaksin
jerap difteri untuk dewasa dan anak
diatas 10 tahun.
PENTING.
Untuk pemakaian pada anak usia 10 tahun atau lebih.
Jumlah kecil toksoid difteri yang
terdapat dalam sediaan di bawah ini
cukup untuk memicu kekebalan pada individu yang sebelumnya telah mendapat
imunisasi difteri tetapi yang kekebalannya sudah menghilang dengan waktu; tidak
cukup untuk menyebabkan reaksi – reaksi efek samping serius seperti bila vaksin difteri formula konvensional
digunakan untuk dewasa dan anak diatas usia 10 tahun; untuk yang akan
meninggalkan sekolah, juga tersedia versi dosis rendah yang dikombinasi dengan
vaksin tetanus dalam injeksi tunggal (lihat catatan di atas).
Bila terjadi dewasa yang tidak
diimunisasi dan anak diatas 10 tahun berkontak dengan kasus difteri atau karir
harus diberi imunisasi primer; dewasa yang telah di imunisasi dan anak di atas
usia 10 tahun dapat diberi dosis penguat.
Dengan
tetanus.
Vaksin
Jerap Difteri and Tetanus untuk Dewasa dan Remaja (Dewasa)
(Bio Farma) (K)
Dibuat dari toksoid difteri dan
toksoid tetanus yang dijerap pada carrier mineral.
Dosis: imunisasi primer pada pasien
diatas usia 10 tahun, tiga dosis masing – masing 0,5 ml secara intramuscular
atau subkutan dalam interval 4 minggu; penguat; 0,5 ml setelah 10 tahun.
E. ANTITOKSIN DIFTERI
Antitoksin difteri digunakan untuk imunisasi pasif;
disiapkan di dalam tubuh kuda, karena itu reaksi setelah penyuntikan merupakan
hal biasa.
Sekarang hanya digunakan untuk dugaan kasus difteri
(tanpa menunggu konfirmasi bakteriologis); harus dilakukan dulu
ujisensitivitas.
Sekarang tidak digunakan lagi untuk profilaksis
karena resiko hipersensitivitas; kontak yang diimunisasi harus segera diperiksa
dan diberi profilaksis eritromisin (lihat seksi 5.1, tabel 2) dan vaksin (lihat
catatan di atas)
Serum
Anti-Diphteria (kuda) (Bio Farma),
Cairan
Inj. 2000 UI/ml (K)
Dosis
Profilaksis
anak : 1000-3000 UI, injeksi intramuskuler, tegantung umum anak.
Profilaksis
dewasa : 3000-5000 UI, infeksi intramuskuler.
F. VAKSIN HAEMOPHILUS INFLUENZAE TIPE
B
Vaksin
Hemophilus influenza tipe b
(Hib) diberikan dalam seri 3 dosis dengan interval 1
bulan biasanya bersamaan dengan imunisasi rutin anak terhadap difteri, tetanus,
pertuis, dan poliomeilitis (lihat lampiran tabel Imunisasi Anak dan Dewasa)
untuk bayi sedari usia 2 bulan. Anak dibawah usia 13 tahun yang telah
menyelesaikan imunisasi rutin primer masih harus menerima 3 dosis vaksin Hib
dengan interval 1 bulan. Anak di atas usia 13 tahun memiliki resiko infeksi
lebih rendah, dan vaksin efektif setelah dosis tunggal. Resiko infeksi turun
dengan tajam setelah usia 4 tahun oleh karena itu vaksin biasanya tidak
dibutuhkan untuk anak diatas usia 4 tahun. Tetapi, vaksin boleh diberikan
kepada mereka yang berusia di atas 4 tahun yang diperkirakan memiliki resiko
tinggi terhadap penyakit Haemophilus
influenza tipe b yang invasif (seperti pasien sickle cell disease dan mereka yang menerima terapi keganasan).
Juga anak dan dewasa tanpa limpa, terlepas dari usia atau interval waktu sejak
splenektomi, perlu menerima dosis tunggal vaksin Haemophilus influenza tipe b, mereka yang berusia di bawah 1 tahun
harus diberi 3 dosis.
Untuk spnelektomi elektif, vaksin harus diberikan
paling sedikit 2 minggu sebelum pembedahan. Efek samping yang dilaporkan
meliputi demam, sakit kepala, malaise, iritabilitas, menangis yang
berkepanjangan, hilang selera makan, muntah, diare, dan gatal – gatal (termasuk
urtikaria); konvulsi, eritema multiforme, dan sianosis sementara dari tungkai
bawah telah dilaporkan. Lihat seksi 14.1 untuk kontraindikasi umum.
Act-Hib
(Pasteur Meriux, Bio Farma) Serbuk Inj. 10 mcg/vial (K).
Capsular
conjugated polysaccharide vaccine.
Dosis:
0,5 ml intramuskuler atau subkutan dalam di tungkai berbeda dari vaksin lain
yang diberikan bersamaan. Untuk imunisasi primer 3 dosis diperlukan dengan
interval 1 bulan. (lihat jadwal, seksi 14.1).
Act-Hib
dapat digunakan untuk menyelesaikan seri imunisasi yang dimulai dengan vaksin
lainnya.
Catatan.
Produsen Act-Hib (vaksin Haemophilus
influenza tipe b) menganjurkan bahwa vial dosis tunggal dapat dilarutkan
dengan 0,5 ml vaksin jerap difteri, tetanus, dan pertusis dari Pasteur Meriux.
Pak mengandung kedua vaksin tersedia sebagai Tetract-Hib.
G. VAKSIN HEPATITIS A.
Vaksin hepatitis A dibuat dari virus hepatitis A
yang dikembangbiakan dalam sel diploid manusia dan diinaktivasi dalam
formaldehid.
Imunisasi dianjurkan untuk; staf laboratorium yang
bekerja langsung dengan virus; pasien hemophilia yang diobati dengan konsentrat
Faktor VIII atau factor IX; wisatawan yang bepergian ke daerah resiko tinggi;
individu yang memiliki resiko tinggi karena perilaku seksualnya.
Imunisasi harus dipertimbangkan untuk: pasien dengan penyakit hati kronis;
staf dan penghuni rumah sakit cacat mental; pekerja yang memiliki resiko
terpapar limbah yang tidak diproses.
Pasien hemophilia dan pasien penyakit hati kronis
baru harus dicek apakah ada pemaparan sebelum imunisasi.
Wisatawan yang akan bepergian ke daerah resiko
tinggi baru diimunisasi kurang dari 2 minggu sebelum keberangkatan dapat diberi
vaksin dosis tunggal ditambah dengan imuglobin normal pada tempat injeksi yang
berbeda. Pemberian imunoglobin normal manusia pada waktu bersamaan dengan
vaksin ini, pada tempat injeksi yang
berbeda, tidak mempengaruhi laju serokonversi tetapi kadar antibody mungkin
berkurang.
Efek samping vaksin hepatitis A, biasanya ringan,
termasuk rasa sakit sementara, eritema, dan indurasi pada tempat suntik. Efek
lain yang jarang termasuk demam, malaise, lelah, sakit kepala, mual dan hilangnya
selera makan. Telah dilaporkan bahwa Havrix
memberikan imunisasi yang aman dan efektif terhadap hepatitis A, dan bahwa
sampai sekarang laporan yang diperoleh adalah gatal – gatal seluruh tubuh dan
kadang – kadang reaksi neurologis yang sangat jarang (yang tidak selalu
disebabkan oleh vaksin).
a.
Havrix
(Smith Kline Biological sa Belgium-Bio Farma), Cairan Inj. 360 Elisa Units, (K)
Suspensi virus hepatitis A yang telah dilemahkan dengan formaldehid (GBM yang
dikembangbiakan dalam sel diploid manusia) 320 antigen unit/ml dijerap pada
aluminium hidroksida. 0,5 ml prefilled
syringe.
Dosis.
Injeksi intramuscular (lihat catatan di atas). 0,5 ml sebagai
dosis tunggal; dosis penguat 0,5 ml 6 bulan kemudian setelah dosis awal; dosis penguat lanjutan,
0,5 ml tiap 10 tahun; ANAK di bawah usia 16 tahun, tidak dianjurkan
menggunakannya. Daerah deltoid lebih dipilih sebagai tempat injeksi. Injeksi subkutan dapat digunakan untuk pasien hemophilia.
b.
Havrix
1440
(Smith Kline Biological Sa Belgium-Bio Farma), Cairan Inj. 1440 Elisa Units
(K).
Suspensi virus hepatitis A (H 175
dikembangbiakan dalam sel diploid manusia) yang dilemahkan dalam formaldehid
1440 ELISA unit/ml dijerap pada aluminium hidroksida. 1 ml (1440 ELISA unit) prefilled syringe; 0,5 ml (720 ELISA
unit) prefiled syringe (Havrix Junior
Monodose)
Dosis : Injeksi intramuscular
(lihat catatan di bawah), 1 ml sebagai dosis tunggal; dosis penguat, 1 ml 6 –
12 bulan setelah dosis awal; ANAK usia 1 – 15 tahun 0,5 ml.
Individu yang telah selesai
diimunisasi dengan dosis primer Havrix
Yunior (720 Eliza unit/ dosis) bila memerlukan 4 dosis tunggal Havrix 1440.
Catatan
Daerah deltoid lebih dipilih
sebagai tempat injeksi pada orang dewasa. Injeksi subkutan dapat digunakan
untuk pasien hemophilia.
H. VAKSIN HEPATITIS B
Vaksin
Hepatitis B mengandung inactivated hepatitis b virus surface antigen (HBsAg) dijerap pada
adjuvant aluminium hidroksida. Dibuat secara biosintesis menggunakan teknologi
DNA rekombinan. Vaksin digunakan pada individu yang memiliki resiko tinggi
tertular hepatitis B.
Yang termasuk high risk groups meliputi :
-
Pemakai obat terlarang suntikan;
-
Individu yang sering berganti pasangan
seksual;
-
Keluarga dekat seorang yang sakit atau
carrier
-
Bayi lahir dari ibu yang telah mendapat
hepatitis B selama kehamilan, atau positif untuk antigen permukaan hepatitis B
dan e-antigen atau antigen permukaan positif tanpa e-markers (atau bila belum ditentukan); imunisasi aktif bayi
dimulai segera lahir dan imunoglobin hepatitis B diberikan pada waktu bersamaan
dengan vaksinnya. Bayi yang lahir dari ibu yang positif untuk antigen permukaan
hepatitis B dan untuk antibody e-antigen harus menerima vaksin tetapi bukan
imunoglobinnya.
-
Pasien hemophilia yang menerima
transfuse darah atau produk darah secara teratur, dan perawat yang bertanggung
jawab dalam pemberian produk demikian.
-
Pasien dengan gagal ginjal kronis.
-
Personel pelayanan kesehatan yang
berkontak langsung dengan darah atau cairan tubuh yang tercemar darah atau
jaringan pasien.
-
Traine
pelayanan kesehatan
-
Grup resiko lain seperti orang bekerja
di rumah duka dan pembalseman.
-
Staf dan pasien di pusat day-care atau
asrama untuk mereka yang terbelakang dan kesulitan belajar.
-
Penghuni rumah tahanan
-
Wisatawan yang ke daerah prevalensi
tinggi yang berniat untuk mencari pekerjaan sebagai pelayan kesehatan atau
mereka yang merencanakan untuk tinggal di sana untuk jangka waktu yang lama dan
oleh karena itu beresiko lebih tinggi untuk terinfeksi karena prosedur medis
atau dental di Negara itu;
-
Keluarga yang mengadopsi anak dari
Negara dengan prevalensi tinggi hepatitis B
Wisatawan jangka pendek atau business traveler
umumnya tidak beresiko lebih tinggi
untuk terkena infeksi tetapi dapat menjadi demikian karena perilaku seksual
mereka di luar negeri.
Harus diingat bahwa imunisasi memelukan waktu 6
bulan untuk memberikan perlindungan yang memadai; lamanya kekebalan tidak
diketahui secara tepat; tetapi dosis penguat tunggal 5 tahun setelah dosis
primer mencukupi untuk mempertahankan kekebalan mereka yang terus berada dalam
resiko tertular.
Petunjuk lebih lanjut diberikan dalam memorandum Immunisation against infectious Disease.
Imunisasi tidak menghilangkan kebutuhan untuk berhati – hati dalam menghindari
resiko infeksi dari carier yang telah jelas diketahui. Inokulasi dengan darah
yang tercemar hepatitis B ke dalam luka, insisi, bekas tusukan jarum, atau
abrasi dapat menyebabkan infeksi, sedangkan paparan tak langsung dari karier
tidak akan menyebabkan terinfeksi.
Immunoglobulin hepatitis B spesifik tersedia untuk
digunakan dengan vaksin pada mereka yang tanpa sengaja terinfeksi dan bayi
(seksi 14.5)
a.
Engerix
B
(Smith Kline Biological SA Belgium, Bio Farma) Cairan Inj. (K)
Suspense
antigen permukaan hepatitis B (rby, dibuat dari sel ragi dengan teknik DNA
rekombinan) 20 mikrogram/ml dijerap pada aluminium hidroksida. 0,5 ml vial; 1
ml vial; 1 ml prefiled syringe.
Dosis
: Injeksi intramuskuler (lihat catatan di bawah). 3 dosis 1 ml (20 mikrogram),
yang kedua satu bulan, dan yang ketiga 6 bulan setelah dosis pertama; cara
lebih cepat (untuk yang berpergian), dosis ketiga 2 bulan setelah dosis pertama
dengan penguat pada bulan ke 12; ANAK lahir hingga 12 tahun 3 dosis 0,5 ml (10
mikrogram); BAYI lahir dari ibu dengan HBsAg-positif (lihat juga diatas), 3
dosis dari 0,5 ml (10 mikrogram), dosis pertama ketika lahir dengan injeksi
imunoglobin hepatitis B (tempat yang berbeda).
Catatan.
Otot deltoid adalah tempat injeksi yang terpilih pada orang dewasa; paha
anterolateral adalah tempat terpilih pada bayi dan anak. Bokong tidak boleh
digunakan karena efikasi vaksin bisa berkurang. Injeksi subkutan digunakan
untuk pasien hemophilia.
b.
HB-Vaz
(Merck Sharp & Dohme, Pharos Indonesia). Cairan Inj. 10 mcg/ml (K)
Suspensi antigen permukaan hepatitis
B (dibuat dari sel ragi dengan tekhnik DNA rekombinan) 10 mikrogram/ml dijerap
pada aluminum hidroksida. 1 ml prefiled syringe; 1 ml vial.
Dosis:
injeksi intramuskuler (lihat catatan di bawah) 3 dosis 1 ml (10 mikrogram),
yang kedua 1 bulanan dan yang ketiga 2 bulan setelah dosis pertama dengan
penguat untuk 12 bulan; ANAK dari lahir hingga 15 tahun 3 dosis 0,5 ml (5
mikrogram); BAYI yang baru lahir dari ibu dengan HBsAg-postif (lihat juga
diatas), 3 dosis 0,5 ml (5 mikrogram), dosis pertama ketika lahir dengan
injeksi immunoglobulin hepatitis B (pada tempat injeksi yang berbeda).
Catatan:
Otot deltoid adalah tempat injeksi yang terpilih pada orang dewasa: antero
lateral terpilih pada bayi dan anak; bokong tidak boleh digunakan karena
efikasi vaksin dapat berkurang. Jalur subkutan digunakan pada pasien
hemophilia.
c.
Bimmugen
(The
Chemo – Sero Therapeutic Research Institute, Bio Farma) Cairan Inj 20 mcg/ml
(K)
d.
Gwen
Hevac B Pasteur (Institute Pasteur, Bio Farma) Cairan
Inj. 0 mcg/0,5 ml (K)
e.
Hepa-B
(Korea Green Cross Corporation, Bio Farma) Cairan Inj. 10 mcg/ml (K).
f.
Hepaccine
– B (Cheil
Sugar & Co) Cairan Inj. 3mcg/ml (K)
I. VAKSIN INFLUENZA
Meskipun kebanyakan virus stabil secara antigenic,
virus influenza A dan B (khususnya A) selalu mengubah struktur antigeniknya
seperti yang terlihat dari perubahan pada hemaglutin (H) dan neuraminidases (N)
yang terdapat di permukaan virus. Penting di ketahui bahwa vaksin influenza
yang dipasarkan dan dipakai mengandung komponen H dan N dari strain yang sering
timbul. Setiap tahun WHO (World Health Organization) memberi rekomendasi strain
mana yang sering muncul itu.
Strain tersebut kemudian dikembangbiakan dalam
rongga alantoik embrio ayam (oleh karena itu dikontraindikasikan untuk mereka
yang hipersensitif terhadap telur ayam)
Karena Vaksin
influenza tidak dapat mengendalikan epidemic, maka vaksinasi hanya
dianjurkan bagi orang – orang yang beresiko tinggi. Imunisasi tahunan sangat
dianjurkan untuk semua golongan umur, khususnya usia lanjut, dengan kondisi
berikut; peyakit respirasi kronik; termasuk asma; penyakit jantung kronik;
gagal ginjal kronik; diabetes mellitus; imunosupresi karena penyakit atau
pengobatan, termasuk asplenia atau disfungsi limpa.
Imunisasi influenza juga diajurkan untuk penghuni
panti jompo, dan fasilitas lainnya untuk tinggal lama.
Dalam tahun nonpandemik imunisasi tidak dianjurkan
untuk staf pelayanan kesehatan, kecuali mereka yang beresiko tinggi (akibat
penyakit)
a.
Vaxigrip
(Pasteur-Merieux-Bio Farma) (K)
Inactivated influenza vaccine
(split virion) 0,5 ml disposable syringe, vial 5 ml
Dosis:
0,5 ml secara subkutan-dalam atau injeksi intramuscular; ANAK usia 6-47 bulan,
0,25 ml diulang sekali 4-6 minggu; 4-12 tahun, 0,5 ml diulang sekali setelah
4-6 minggu; dosis tunggal cocok untuk anak yang telah diimunsasi.
2.4 Fungi
Vaksin
Fungsi-fungsi dari beberapa vaksin yang disebutkan di atas adalah
sebagai berikut :
1.
Vaksin
TT
Berfungsi
untuk pencegahan terhadap penyakit tetanus dan tetanus neonatal (tetanus yang
terjadi pada bayi yang baru lahir).
2.
Vaksin
DT
Berfungsi untuk pencegahan terhadap
penyakit difteri dan tetanus.
3.
Vaksin
DTP
Berfungsi untuk pencegahan terhadap
penyakit difteri, tetanus, dan pertusis (batuk rejan).
4.
Vaksin
BCG Kering
Berfungsi untuk pencegahan terhadap
penyakit TBC (tuberculosis).
5.
Vaksin
Td
Berfungsi untuk pencegahan terhadap
penyakit Tetanus dan Difteri (konsenstrasi lebih kecil) pada anak usia 7 tahun
ke atas.
6.
Vaksin
DTP-HB
Berfungsi untuk pencegahan terhadap
penyakit difteri, tetanus, pertusis, dan hepatitis B.
7.
Vaksin
Polio
Berfungsi untuk pencegahan terhadap
penyakit poliomyelitis.
8.
Vaksin
Campak
Berfungsi untuk pencegahan terhadap
penyakit campak.
9.
Vaksin
Hepatitis-B
Berfungsi untuk pencegahan terhadap penyakit hepatitis-B.
Serum
karena jumlahnya tidak terlalu banyak seperti vaksin, maka tidak perlu kita
kelompokkan. Contoh serum yang sudah dapat dibuat di Indonesia adalah serum
anti tetanus, serum anti difteri, serum anti bisa ular, dan serum anti rabies.
2.5 Fungsi
Serum
Fungsi-fungsi
dari beberapa serum yang disebutkan di atas adalah sebagai berikut :
1.
Serum
Anti Tetanus
Berfungsi untuk pengobatan terhadap
penyakit tetanus.
2.
Serum
Anti Difteri
Berfungsi untuk pengobatan terhadap
penyakit difteri.
3.
Serum
Anti Bisa Ular
Berfungsi untuk pengobatan terhadap gigitan ular berbisa
yang mengandung efek neurotoksik (Naja sputatrix / ular Kobra, Bungarus
fasciatus / ular Belang) dan efek hemotoksis (Ankystrodon rhodostoma
/ ular Tanah).
Indikasi
Untuk pengobatan terhadap gigitan ular berbisa.
Komposisi
Tiap ml dapat menetralisasi
10 - 15 LD50 bisa ular tanah (Ankystrodon rhodostoma)
25 - 50 LD50 bisa ular belang (Bungarus fasciatus)
25 - 50 LD50 bisa ular kobra (Naja sputatrix)
Dan mengandung fenol 0,25% v/v
Untuk pengobatan terhadap gigitan ular berbisa.
Komposisi
Tiap ml dapat menetralisasi
10 - 15 LD50 bisa ular tanah (Ankystrodon rhodostoma)
25 - 50 LD50 bisa ular belang (Bungarus fasciatus)
25 - 50 LD50 bisa ular kobra (Naja sputatrix)
Dan mengandung fenol 0,25% v/v
Dosis dan Cara Pemberian
Dosis yang tepat sulit untuk ditentukan karena tergantung dari jumlah bisa ular yang masuk peredaran darah korban dan keadaan korban sewaktu menerima anti serum .
Dosis pertama sebanyak 2 vial @ 5 ml sebagai larutan 2% dalam garam faali dapat diberikan sebagai infus dengan kecepatan 40-80 tetes per menit, kemudian diulang setelah 6 jam. Apabila diperlukan (misalnya gejala-gejala tidak berkurang atau bertambah) anti serum dapat terus diberikan setiap 24 jam sampai maksimum (80-100 ml).
Anti serum yang tidak diencerkan dapat diberikan langsung sebagai suntikan intravena dengan sangat perlahan-lahan. Dosis anti serum untuk anak-anak sama atau lebih besar daripada dosis untuk orang dewasa.
Efek Samping
1. Reaksi anafilaktik; jarang terjadi, tetapi bila ada timbulnya dapat segera atau dalam waktu beberapa jam sesudah suntikan.
2. Serum Sickness; dapat timbul 7 - 10 hari setelah suntikan berupa demam, gatal-gatal, eksantema, sesak nafas dan gejala alergi lainnya.
3. Demam disertai menggigil yang biasanya timbul setelah pemberian serum secara intravena.
4. Rasa nyeri pada tempat suntikan; yang biasanya timbul pada penyuntikan serum dalam jumlah besar. Reaksi ini biasanya terjadi dalam 24 jam.
Penyimpanan dan Daluarsa
Disimpan pada suhu 2O - 8OC dalam lemari es, jangan dalam freezer.
Daluarsa : 2 tahun
Peringatan
Karena tidak ada netralisasi-silang (cross-neutralization) serum Anti Bisa Ular ini tidak berkhasiat terhadap gigitan ular yang terdapat di Indonesia bagian Timur (misalnya jenis-jenis Acanthopis antarticus, Xyuranus scuttelatus, Pseudechis papuanus dan lain-lain) dan terhadap gigitan ular laut (Enhydrina cystsa).
Kemasan
Vial 5 ml
Tindakan Pertama pada Gigitan Ular
1. Luka dicuci dengan air bersih atau dengan larutan kalium permanganat untuk menghilangkan atau menetralisir bisa ular yang belum teradsorpsi.
2. Insisi atau eksisi luka tidak dianjurkan, kecuali apabila gigitan ular baru terjadi beberapa menit sebelumnya.
Insisi luka yang dilakukan dalam keadaan tergesa-gesa atau dilakukan oleh orang yang tidak berpengalaman, justru sering merusak jaringan di bawah kulit dan akan meninggalkan parut luka yang cukup besar.
3. Anggota badan yang digigit secepatnya diikat untuk menghambat penyebaran racun.
4. Lakukan kemudian imobilisasi anggota badan yang digigit dengan cara memasang bidai karena gerakan otot dapat mempercepat penyebaran racun.
5. Bila mungkin anggota badan yang digigit didinginkan dengan es batu.
6. Penderita dilarang bergerak dan apabila perlu dapat diberi analgetika atau sedativa.
7. Penderita secepatnya harus dibawa ke dokter atau rumah sakit yang terdekat untuk menerima perawatan selanjutnya.
Disimpan pada suhu 2O - 8OC dalam lemari es, jangan dalam freezer.
Daluarsa : 2 tahun
Peringatan
Karena tidak ada netralisasi-silang (cross-neutralization) serum Anti Bisa Ular ini tidak berkhasiat terhadap gigitan ular yang terdapat di Indonesia bagian Timur (misalnya jenis-jenis Acanthopis antarticus, Xyuranus scuttelatus, Pseudechis papuanus dan lain-lain) dan terhadap gigitan ular laut (Enhydrina cystsa).
Kemasan
Vial 5 ml
Tindakan Pertama pada Gigitan Ular
1. Luka dicuci dengan air bersih atau dengan larutan kalium permanganat untuk menghilangkan atau menetralisir bisa ular yang belum teradsorpsi.
2. Insisi atau eksisi luka tidak dianjurkan, kecuali apabila gigitan ular baru terjadi beberapa menit sebelumnya.
Insisi luka yang dilakukan dalam keadaan tergesa-gesa atau dilakukan oleh orang yang tidak berpengalaman, justru sering merusak jaringan di bawah kulit dan akan meninggalkan parut luka yang cukup besar.
3. Anggota badan yang digigit secepatnya diikat untuk menghambat penyebaran racun.
4. Lakukan kemudian imobilisasi anggota badan yang digigit dengan cara memasang bidai karena gerakan otot dapat mempercepat penyebaran racun.
5. Bila mungkin anggota badan yang digigit didinginkan dengan es batu.
6. Penderita dilarang bergerak dan apabila perlu dapat diberi analgetika atau sedativa.
7. Penderita secepatnya harus dibawa ke dokter atau rumah sakit yang terdekat untuk menerima perawatan selanjutnya.
4. Serum
Anti Rabies
Berfungsi untuk pengobatan terhadap gigitan
hewan yang sakit atau diduga rabies.
Sekedar
informasi, bahwa tidak semua penyakit dapat dibuat serumnya. Hal ini disebabkan
karena keterbatasan pengetahuan, peralatan, dan bahkan teknologi. Tidak saja di
Indonesia namun juga di dunia.
Konon
sekarang ini para peneliti di seluruh dunia sedang berupaya agar imunisasi
dapat dilakukan secara lebih menyenangkan, yaitu dengan edible vaccine
(vaksin yang dapat dimakan), vaksin yang hanya ditempel seperti plester, dan
lainnya. Kita doakan saja mudah-mudahan para peneliti tersebut berhasil
menemukan cara terbaik untuk vaksinasi tanpa rasa takut akan jarum suntik.
Silahkan
anda hubungi pusat layanan kesehatan masyarakat, rumah sakit, atau balai
imunisasi untuk informasi lebih lengkap. Upayakan agar anda dan keluarga selalu
terlindungi dari penyakit serta biasakanlah hidup sehat.
BAB III
PENUTUP
3.1
Kesimpulan
Vaksin secara arti berasal dari
bahasa latin ’vacca = melemahkan’. Definisi lengkapnya kurang lebih adalah
suatu kuman (bakteri/virus) yang sudah dilemahkan yang kemudian dimasukkan ke
dalam tubuh seseorang untuk membentuk kekebalan tubuh (imunitas) secara aktif.
Cara memasukkannya bisa dengan disuntik ataupun dengan oral (diteteskan – red).
Fungsi utama dari vaksin adalah untuk pencegahan terhadap suatu penyakit yang
diakibatkan oleh kuman.
Serum
secara definisi adalah suatu cairan tubuh yang mengandung sistem kekebalan
terhadap suatu kuman yang apabila dimasukkan ke dalam tubuh seseorang, maka
orang tersebut akan mempunyai kekebalan terhadap kuman yang sama (imunitas
pasif – red). Fungsi utama serum adalah mengobati suatu penyakit yang
diakibatkan oleh kuman.
Vaksinasi telah menjadi tulang punggung kesehatan
masyarakat sejak dulu. Apabila penyakit berjangkit, vaksinasi muncul dalam
benak kita. Ia adalah suntikan kesehatan yang dianggap dokter (bahkan lembaga
kesehatan negara) sangat penting sebagai pelindung dari serangan penyakit.
DAFTAR
PUSTAKA
Buku informatorium obat
nasional indonesia 2000
http://medicastore.com/apotik_online/vaksin_antiserum_&_imunologikal.htm
http://biohealth.wordpress.com/2008/09/01/jenis-vaksin-dan-serum/
https://bentengkesehatanumat.wordpress.com/tag/anti-serum/
http://www.biofarma.co.id/index.php/detil/items/serum-anti-bisa-ular.html
DAFTAR
ISI
Kata
Pengantar .............................................................................................. i
Daftar
Isi ....................................................................................................... ii
BAB
I PENDAHULUAN
1.1 Latar
Belakang ............................................................................ 1
1.2 Tujuan
.......................................................................................... 2
BAB
II PEMBAHASAN
2.1 Definisi
....................................................................................... 3
2.2 Vaksin,
Antiserum Dan Imunologikal ........................................ 4
2.3 Macam
– macam Vaksin ............................................................ 6
A. Vaksin
BCG ......................................................................... 6
B. Antitoksin
Botulism ............................................................. 9
C. Vaksin
Kolera ....................................................................... 10
D. Vaksin
Difteri ....................................................................... 11
E. Antitoksin
Difteri ................................................................. 14
F. Vaksin
Haemophilus Influenza Tipe B ................................ 15
G. Vaksin
Hepatitis A ............................................................... 16
H. Vaksin
Hepatitis B ............................................................... 18
I. Vaksin
Influenza .................................................................. 21
2.4 Fungsi
Vaksin ............................................................................. 22
2.5 Fungsi
Serum .............................................................................. 23
BAB
III PENUTUP
3.1 Kesimpulan
.................................................................................. 27
Daftar
Pustaka
MAKALAH
VAKSIN
DAN ANTISERUM
Diajukan
untuk memenuhi tugas mata kuliah Farmakologi
Dosen
: Nurtendi, S.Far., Apt.
Di
susun Oleh:
1. Aniyawati
2. Dinda
Milla Krisna
3. Elvina
Agustin
4. Halipah
5. Intan
Ayu , M
6. Nyesia
Anastasia Pratiwi
7. Titi
Sunarti
8. Oom
Komisah
9. Risti
Daniati
10. Sri
Rasni Anggraeni
11. Susi
Susanti
12. Puput
Citra Ningrat
13. Vuticha
Kelas
: 3c
SEKOLAH
TINGGI ILMU KESEHATAN (STIKes) INDRAMAYU
PROGRAM
STUDY D3 KEBIDANAN
KATA
PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah
memberikan rahmat serta karunia-Nya kepada kami sehingga kami berhasil
menyelesaikan Makalah ini yang alhamdulillah tepat pada waktunya yang berjudul
“VAKSIN DAN ANTISERUM”
Makalah ini berisikan tentang informasi Pengertian VAKSIN
DAN ANTISERUM atau yang lebih khususnya membahas tentang macam – macam dan juga
fungsi dari vaksin dan antiserum itu sendiri. Diharapkan Makalah ini dapat
memberikan informasi kepada kita semua tentang Vaksin dan Antiserum.
Kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna,
oleh karena itu kritik dan saran dari semua pihak yang bersifat membangun
selalu kami harapkan demi kesempurnaan makalah ini.
Akhir kata, kami sampaikan terima kasih kepada semua pihak
yang telah berperan serta dalam penyusunan makalah ini dari awal sampai akhir.
Semoga Allah SWT senantiasa meridhai segala usaha kita. Amin.
Indramayu, November 2011
Penyusun
i
|
0 comments:
Post a Comment