PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Seiring dengan kemajuan dan perkembangan jaman serta
ilmu pengetahuan khususnya di bidang IPTEK kesehatan dan keperawatan yang
merupakan salah satu komponennya di
tuntut terus berkembang dengan masalah keperawatan atau kesehatan di masarakat
secara kompleks.
Perawatan
merupakan salah satu komponen pembangunan di bidang kesehatan yang perlu
dilaksanakan karenan perawat akan memberikan pelayanan kepada manusia secara
utuh meliputi biologis, psikososial, dan spiritual yang dapat menunjang proses
penyembuhan penyakit klien. Dalam perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi
membawa dampak terhadap permasalahan kesehatan di rumah sakit yang mengalami
perkembangan akibat meningkatnya Kebutuhan
masyarakat akan asuhan keperawatan yang diberikan terutama pada pasien fraktur
atau patah tulang.
Asuhan keperawatan sangat penting dalam
proses penyembuhan pada pasien karena asuhan keperawatan adalah merupakan
suatu tindakan kegiatan atau proses dalam praktik keperawatan yang diberikan
secara langsung kepada pasien untuk memenuhi kebutuhan objektif klien, sehingga
dapat mengatasi masalah yang sedang dihadapinya, dan asuhan keperawatan
dilaksanakan berdasarkan kaidah-kaidah ilmu keperawatan
Patah tulang (fraktur) adalah retaknya tulang, biasanya
disertai dengan cedera di jaringan sekitarnya, dimana sebagian patah tulang
merupaka akibat dari cedera, seperti kecelakaan mobil, olah raga atau karena
jatuh. Adapun tanda dan gejalanya yaitu nyeri, bengkak, deformitas, alat gerak
tidak berfungsi sebagaimana mestinya, berkurangnya sensasi yang dapat terjadi
karena adanya gangguan saraf dimana saraf itu dapat terjepit atau terputus oleh
fragmen tulang. Dan adapun penatalaksanaan dari fraktur adalah dengan cara
traksi, gips, fiksasi internal dan fiksasi eksternal. (www.Medicastro dan
Anugrah-Argon.com,23092007).
Kebanyakan pasien yang menderita fraktur
tidak mengetahui bahaya dan mengganggap
hal ini tidak serius dan bisa sembuh kembali padahal kalau dibiarkan bisa
memburuk dan berakibat fatal bagi kesehatan. Diantaranya adalah rasa sakit yang
terus menerus, terjadi kerusakan jaringan akibat penekanan dari tulang yang
patah sehingga bisa menyebabkan infeksi, dan bahkan bisa menyebabkan kelumpuhan
dan kecacatan sehingga mengganggu pergerakan fungsi dan estetika. (http://www.simassehat.com/tanya_dokter)
Menurut data dari kepolisian Republik
Indonesia rata-rata setiap hari terjadi 40 kecelakaan yang menyebabkan 30
kematian (http://penjelajahwaktu.blogspot.com).
Menurut dari data 6 bulan terakhir yaitu
pada bulan Juli-Desember di peroleh dari bagian Medical Record di ruang Bedah
II RSUD Indramayu yang menderita Fraktur adalah sebanyak 59 penderita, dan yang
menderita Fraktur Cruris sebanayk 16 penderita yaitu laki-laki 13 sedangkan
perempuan 3. Jumlah penderita laki-laki lebih banyak dari perempuan dengan
perbandingan 3:1.
Mengingat kompleksnya masalah yang di
timbulkan, maka penulis tertarik untuk mengangkat masalah ini dalam sebuah karya
tulis ilmiah dengan judul “Asuhan keperawatan pada Ny. C dengan Gangguan Sistem
Muskuloskeletal: Pos op Fraktur Open Cruris Dekstra di ruang perawatan bedah II
RSUD Indramayu pada tanggal 17-22 September 2014.
B.
Tujuan
Penulisan
1. Tujuan
Umum
Memperoleh
gambaran nyata tentang asuhan keperawatan secara langsung dan komprehensif yang
meliputi askep bio, pisiko, sosio, sepiritual dengan proses pendekatan
keperawatan pada Ny. C dengan ganguan Sistem Muskuloskeletal: Pos op Fraktur
Open Cruris Dekstra di ruang perawatan bedah II RSUD Indramayu pada tanggal
17-22 September 2014.
2. Tujuan
Khusus
Setelah
melakukan asuhan keperawatan penulis mampu:
a. Melakukan
pengkajian pada pasien dengan Pos op Fraktur Open Cruris Dekstra.
b. Menganalisa
data yang telah di perioleh dari hasil pengkajian pasien dengan Pos op Fraktur
Open Cruris Dekstra
c. Mengidentifikasi
diagnose keperawatan pada pasien dengan Pos op Fraktur Open Cruris Dekstra.
d. Membuat
rencana keperawatan untuk mengatasi masalah masalah yang muncul pada pasien
dengan Pos op Fraktur Open Cruris Dekstra.
e. Melakukan
implementasi keperawatan sesuai dengan rencana keperawatan yang telah di
tentukan pada pasien dengan Pos op Fraktur Open Cruris Dekstra.
f. Mengevaluasi
hasil tindakan keperawatan yang telah di lakukan pada pasien dengan Pos op
Fraktur Open Cruris Dekstra.
g. Mendokumentasikan
asuhan keperawatan yang di lakukan pada pasien dengan Pos op Fraktur Open Cruris Dekstra.
C. Manfaat penelitian
- memberikan pengalaman pada saya
untuk menerapkan dan memperluas
wawasan penerapan teori.
=====================================================
BAB
II
TINJAUAN TEORITIS
A. Konsep Dasar Fraktur
1.
Pengertian
Fraktur
adalah terputusnya kontinuitas tulang dan di tentukan sesuai jenis dan luas nya
(Smeltzer.2002)
Fraktur
adalah terputusnya kotinuitas jaringan tulang dan atau tulang rawan yang
umumnya di sebabkan oleh rudapaksa ( hidayat. S. 2005)
Fraktur
adalah pemisahan atau patahnya tulang (Doenges. 2000)
Fraktur
adalah patah tulang, biasanya di sebabkan oleh trauma atau tenaga fisik (Price.
1995)
Fraktur
adalah setiap retak atau patah pada tulang yang utuh (Reeves. 2001)
2.
Anatomi
dan Fisiologi
a. Pengertian
Tulang
Tulang adalah suatu
jaringan dinamis yang disusun dari tiga sel osteoblas, osteosoit, dan
osteoklas, osteoblas,
membangun tulang membentuk kolagen tipe I dan
proteoglikan sebagai matriks tulang atau jaringan tulang osteoid melalui suatu
proses yang disebut asifikasi. Ketika sedang aktif menghasilkan jaringan
osteoid, osteoblas mensekresikan sejumlah besar fosfatase alkali, yang memegang
Peranan penting dalam mengedepankan kalsium dan fosfat kedalam amatriks tulang (Syilvia
A. Priver, 2005).
b. Fugsi Tulang
1) Fungsi tulang secara umum
a) Formasi
kerangka: Tulang-tulang membentuk rangka tubuh untuk menentukan bentuk dan ukuran
tubuh, tulang-tulang menyokong struktur tubuh yang lain.
b) Formasi
sendi: Tulang-tulang membentuk persendian yang bergerak dan tidak bergerak
tergantung dari kebutuhan fungsional, sendi yang bergerak menghasilkan bermacam-macam pergerakan.
c) Perlekatan otot: Tulang-tulang
menyediakan permukaan untuk tempat melekatnya otot, tendon, dan ligamentum
untuk melaksanakan
pekerjaannya.
d) Sebagai pengungkit: untuk
bermacam-macam aktivitas selama pergerakan.
e) Menyokong
berat badan: memelihara sikap tegak tubuh Manusia dan menahan gaya tarikan dan
gaya tekanan yang
terjadi pada tulang, dapat menjadi kaku dan
menjadi lentur.
f) Proteksi:
tulang rongga yang mengandung dan melindungi struktur yang halus seperti otak,
medulla.
g) Hemopoesis:
sumsum tulang tempat pembentukan sel-seldarah, terjadinya pembentukan sel darah
merah sebagian besar pada sumsum tulang merah.
h) Fungsi immunologi: limfosit “B” dan
makrofag dibentuk dalam system retikuleondotel sumsum tulang. Limposit B diubah
menjadi sel-sel plasma membentuk antibody guna keperluan-keperluan kekebalan
kimiawi sedangkan makrofag berfungsi sebagai fagositotik.
i)
Penyimapanan
kalsiu: tulang mengandung 97% kalsium yang terdapat dalam bentuk baik dalam
bentuk anorganik maupun garam-garam terutama kalsium posfat. Sebagian besar
fosfat disimpan dalam tulang dan kalsium dilepas dalam darah bila di butuhkan.
2) Fungsi Tulang Secara Khusus
a) Sinus-sinus
paranasalis dapat menimbulkan nada pada
suara.
b) Email
gigi dikhususkan untuk memotong, menggigit dan menggilas makanan, email
merupakan struktur yang terkuat dari tubuh manusia.
c) Panggul
wanita khusunya untuk memudahkan proses kelahiran
c. Klasifikasi Tulang
1) Tulang
panjang (Femur, Humerus, Tibia, dan Fibula) Terdiri dari dua bagian batang dan
bagian ujung tulang pipa ini bekerja sebagai alat ungkit dari tubuh dan
kemungkinan bergerak.
2) Tulang
pendek (Carplas) Bentuk tidak teratur, sebagian besar terbuat dari jaringan
tulang jarang karena diperkuat sifat
yang ringan padat dan tipis.
3) Tulang
ceper (Tulang Tengkorak) Terdiri dari tulang padat dengan lapisan luar adalah
tulang cacellous.
4) Tulang tak beraturan tidak dapat di
masukan dalam salah satu dari ketiga kelas tadi, contoh tulang tak beraturan
adalah Vertebra dan tulang wajah.
Tulang
sesamoid tulang terkecil, terpendek sekitar tulang persendiaan dan didukungoleh
tendon dan jaringan faksial misalnya patella (cap lutut). (Anatomi dan
Fisiologi untuk para medis Evelyn C. Pearce)
3.
Etiologi
Fraktur
di sebabkan oleh pukulan langsung, gaya meremuk, gerakan puntir mendadak, dan
bahkan kontraksi otot ekstrem (Smeltzer, 2002). Umumnya fraktur di sebabkan
oleh trauma di mana terdapat retakan yang berlebihan pada tulang. Fraktur
cenderung terjadi pada laki-laki, dan biasanya fraktur terjadi pada umur di
bawah 45 tahun dan sering berhubungan dengan olahraga, pekerjaan, atau luka
yang di sebabkan oleh kecelakaan kendaraan bermotor. Sedangkan pada orang tua,
perempuan lebih sering mengalami fraktur daripada laki-laki yang berhubungan
dengan meningkatnya insiden osteoporosis yang terkait dengan perubahan hormon pada
menopause (Reeves, 2001)
4.
Klasifikasi
Fraktur
Ada lebih dari 150
klasifikasi fraktur, tapi yang utama adalah:
a. Incomplete:
Fraktur yang hanya melibatkan bagian potongan
menyilang tulang. Salah satu sisi patah dan yang lain hanya bengkok
(greenstick).
b. Complete
: Garis fraktur melibatkan seluruh
potongan menyilang dari tulang, dan fragmen tulang biasanya berubah tempat.
c. Tertutup
(simple) : Fraktur tidak meluas melewati
kulit.
d. Terbuka
(compound) : Fraktur tulang meluas
melewati otot dan kulit, dimana potensial
untuk terjadi infeksi.
Patologis : Fraktur
terjadi pada penyakit tulang (sepertipenyakit
kanker, osteoporosis), (Price, 1995)
Dan berikut ini adalah
berbagai jenis fraktur :
1)
Grreanstick : Fraktur
dimana salah satu sisi tulang patah.
2)
Transveral : Fraktur
sepanjang garis tengah tulang Sedangkan
sisi
lainnya membengkok .
3)
Oblik
: Fraktur membentuk sudut
dengan garis tengah
tulang (lebih tidak stabil disbanding transversal).
4)
Spiral : Fraktur
memuntir seputar batang tulang.
5)
Komunitif : Fraktur
dengan tulang pecah menjadi beberapa
bagian.
6)
Depresi : Fraktur
dengan patahan terdorong kedalam(sering
terja pada tulang
tengkorak dan tulang wajah).
7)
Kompresi : Fraktur
dimana tulang mengalami kompresi(terjadi
pada tulang belakang).
8)
Avulsi : Tertariknya
fragmen tulang oleh ligamen atau
tendon
pada perlekatannya.
9)
Epofisial : Fraktur
melalui epifisis.
10)
Impaksi : Fraktur
dimana fragmen tulang terdoro Ke fragmen
tulang lainnya.
Di modifikasi dari
Prich (1995), Sjamsugidayat (1997), Reeves (2001), dan Smeltzer (2002).
Untuk menjelaskan
keadaan fraktur, hal-hal yang perlu di deskripsikan adalah:
1. Fraktur
komplit atau tidak komplit
a. Fraktur
komplit, bila garis patah melalui seluruh penampang tulang atau melalui kedua
korteks tulang .
b. Fraktur
tidak komplit bila garis patah tidak melalui seluruh penompang tulang seperti:
1) Hairline
fraktur (patah retak rambut).
2) Buckle fraktur atau Torus
fraktur, bila terjadi lipatan dari sesuatu
korteks dari kompresi tulang spongiosa di bawahnya, biasanya pada distal radius
anak-anak.
3) Greenstick
fraktur, Mengenai satu korteks dengan
mengenai satu korteks dengan anulasikroteks
lainnya yang terjadi pada tulang panjang anak.
2. Berdasarkan
garis patah dan hubungannya dengan
mekanisme trauma.
a. Garis
Patah Melintang : trauma angulasi atau langsung
b. Garis
Patah Olik : trauma angulasi
c. Garis
Patah Spiral : trauma rotasi
d. Fraktur
Kompresi : trauma aksilla-fleksi pada
tulang spongiosa.
e. Fraktur Avulsi : trauma
tarikan/traksi otot pada insersinya ditulang misalnya fraktur patella.
3. Berdasarkan jenis nya :
a. Fraktur
tertutup, bila tidak terdapat hubungan dengan antara fragmen tulang dengan
dunia luar.
b. Fraktur
terbuka, bila terdapat hubungan antara fragmen tulang dengan dunia luar akibat
adanya perlukaan di kulit di bagi atas tiga derajat yaitu:
1) Derajat
I
a) Luka
< 1cm
b) Kerusakan
jaringan lunak sedikit , tak ada tanda luka remuk
c) Fraktur
sederhana, transfersal, oblik, atau
kominutif ringan
d) Kontaminasi
minimal
2) Derajat
II
a) Luka
> 1 cm
b) Kerusakan
jaringan lunak , tidak luas
c) Fraktur
kominutif sedang
d) Kontaminasi
sedang
3) Derajat
III
Terjadi kerusakan
jaringan lunak yang luas, meliputi struktur kulit, otot, dan neurovaskuler
serta kontaminasi derajat tinggi.derajat terbagi atas :
a) Jaringan
lunak yang menutupi fraktur tulang adekuat, meskipun terdapat laserasi luas
atau fraktur segmental sangat kominutif
yang disebabkan oleh trauma berenergi tinggi tanpa melihat besarnya
ukuran luka.
b) Kehilangan
jaringan lunak dengan fraktur tulang yang terpapar atau kontaminasi pasif .
c) Luka
pada pembuluh arteri / saraf yang harus diperbaiki tanpa melihat kerusakan
jaringan lunak.
4. Insiden
Fraktur
tulang rusuk adalah yang paling Banyak terjadi pada orang dewasa, fraktur femur
adalah fraktur yang paling banyak terjadi pada usia muda atau umur setengah
baya. Pada pasien yang lebih tua yang sering terjadi adalah fraktur pada
pinggul dan pada pergelangan tangan.
Kecelakaan merupakan pembunuh nomor tiga
di Indonesia setelah penyakit jantung dan stroke. Kepolisian
Republik Indonesia (Polri) mencatat, sebanyak 23.385 orang tewas akibat
kecelakaan lalu lintas (Lakalantas), selama tahun 2013. Jumlah korban jiwa
tersebut akibat 93.578 kasus Lakalantas sepanjang tahun ini
5.
Patofisiologi
Tulang bersifat rapuh, namun memiliki kekuatan dan gaya pegas
untuk menahan tekanan, tetapi jika tulag terkena tekanan yang lebih besar
dari yang dapat diabsorbsinya maka akan terjadi fraktur. Meskipun tulang yang
patah tapi jaringan disekitarnya juga akan terpengaruh, mengakibatkan edema
jaringan lunak, perdarahan ke otot dan sendi, dislokasi sendi,rupture tendo,
kerusakan saraf, dan kerusakan pembuluh darah. Padamulanya akan terjadi
perdarahan disekitar patahan tulang, yang disebabkan oleh terputusnya pembuluh
darah. Reaksi peradangan hebat timbul setelah fraktur. sel-sel darah putih dan
sel mast berakumulasi menyebabkan peningkatan aliran darah ketempat tersebut
fagositosis dan pembersihan sisa-sisa sel mati dimulai. Ditempat patah
terbentuk bekuan fibrin (hematoma fraktur). Osteoblast segera terangsang dan
terbentuk tulang baru imatur yang disebut kalus. Bekuan fibrin secara perlahan
mengalami remondelling untuk membentuk tulang sejati. Tulang sejati
menggantikan kalus dan secara perlahan mengalami kalsifikasi. Penyembuhan
memerlukan waktu beberapa minggu hingga beberapa bulan.
6.
Manifestasi klinis
Manifestasi
klinik dari fraktur adalah nyeri, hilangnya fungsi, deformitas, pemendekan
ekstremitas, krepitasi, pembengkakan local, dan perubahan warna (Smeltzer,
2002). Gejala umum fraktur menurut
Reeves (2001) adalah rasa sakit, pembengkaan, dan kelainan bentuk.
a. Nyeri terus menerus dan bertambah
beratnya sampai fragmen tulang dimobilisasi. Spasme otot yang menyertai fraktur
merupakan bentuk bidai alamiah yang dirancang untuk meminimalkan gerakan
antarfragmen tulang.
b. Setelah
terjadi fraktur, bagian-bagian tak dapat digunakan dancenderung bergerak secara
tidak alamiah (gerakan luarbiasa). Pergeseran fragmen pada fraktur lengan atau
tungkai menyebabkan deformitas ekstremitas yang diketahui dengan membandingkan
dengan ekstremitas yang normal. Ekstremitas tak dapat berfungsi dengan
baik karena fungsi normal otot bergantung pada integritas tulang tempat
melekatnya otot.
c. Pada
fraktur panjang terjadi pemendekan tulang yang sebenarnya cidera karena
kontraksi otot yang melekat di atas dan bawah tempat fraktur. Fragmen sering
saling melingkupi satu sama lain sampai 2,5-
5 cm .
d. Saat ekstremitas diperiksa dengan
tangan, teraba adanya derik tulang dinamakan krepitasi yang teraba akibat
gesekan antara fragmen satu dengan lainnya. Uji krepitus dapat mengakibatkan
kerusakan jaringan lunak yang lebih berat.
e. Pembengkakan
dan perubahan warna local pada kulit terjadi sebagai akibat trauma dan
perdarahan yang mengikuti fraktur. Tanda ini bisa baru terjadi setelah beberapa
jam atau hari setelah cidera.
f. Krepitus
dapat terdengar sewaktu tulang digerakkan akibat pergeseran ujung-ujung patahan
tulang satu sama lain.
7.
Komplikasi
Komplikasi awal pada
fraktur adalah
a. Syok.
Syok hipovolemik atau trumatik akibat perdarahan.
b. Sindrom
emboli lemak. Pada saat terjadi fraktur globula lemak dapat masuk kedalam darah
karena tekanan sum-sum tulang lebih tinggi daripada tekanan kapiler atau karena
ketokelamin yang dilepaskan oleh reaksi
stress pasien akan memobilisasi asam lemak dan memudahkan terjadinya globula
lemak dalam aliran darah, Globula lemak akan bergabung dengan trombosit membentuk
emboli yang kemudian menyumbat pembuluh darah kecil.
Komplikasi penyembuhan
fraktur adalah:
1) Malunion
Fraktur sembuh dengan
deformitas (angulasi, perpendekan atau rotasi)
2) Delayed
Union
Fraktur sembuh dalam jangka waktu yang lebih dari normal.
3) Nonunion
Fraktur yang tidak
menyambung yang juga disebut psuedartrosis. Disebut nonunion jika tidak
menyambung dalam waktu 20minggu. Pada fraktur dengan kehilangan fragmen
sehingga ujung-ujung tulang berjauhan, maka dari awal sudah potensial menjadi
nonunion dan boleh diberlakukan sebagai nonunion.
8.
Pemeriksaan diagnostik
a.
Hasil laboratorium
Tidak
ada tes laboratorium yang khusus untuk pasien dengan fraktur, yang perlu
diketahui. Hb, hemotokrit sering rendah disebabkan pendarahaan. Laju endap
darah meningkat bila kerusakan jaringan lunak sangat luas.
b. Hasil
radiografik
Pemeriksaan
rontgen : menentukan lokasi (luasnya fraktur/trauma) Scantulang, tomogram, CT
scan/MRI : memperlihatkan fraktur, juga dapat digunakan untuk mengidentifikasi
kerusakan jaringan lunak.
9.
Peroses penyembuhan tulang
Waktu penyembuhan
fraktur bervarisi dari 6-24 minggu, tergantung dari beratnya fraktur. Untuk
penyembuhan fraktur (patah tulang) diperlukan imobilisasi. Imobilisasi
dilakukan dengan cara sebagai berikut:
a. Pembidaian
physiologi
Pembidaian semacam ini
terjadi alami karena menjaga, mencegah pemakaian dan spasmus otot karena rasa
sakit pada waktu digerakkan.
b. Pembidaian
secara orthopedic eksternal
Ini digunakan
dengan gips dan traksi.
c. Fiksasi internal
Pada
metode ini kedua ujung tulang yang patah dikembalikan ke posisi asalnya dan di
fiksasi dengan plat dan skrup atau diikat dengan kawat.
Beberapa faktor yang
mempengaruhi penyembuhan tulang:
1) Faktor
yang mempercepat penyembuhan fraktur.
a) Imobilisasi fragmen tulang.
b) Kontrak fragmen maksimal.
c) Masukan darah yang memadai.
d) Nutrisi yang baik.
e) Latihan
pembebanan berat badan untuk tulang panjang.
f) Hormon-hormon
pertumbuhan, tiroid, kalsitonin, vitamin D, streroid anabolic
2) Factor
yang menghamat penyembuhan fraktur
a) Trauma
local ekstensi.
b) Kehilangan
tulang.
c) Immobilisasi
yang tidak memadai.
d) Penyakit
tulang metabolik (misalnya penyakit paged).
e) Usia
(lansia sembuh lebih lama)
10.
Penatalaksanaan
Penatalaksanaan
fraktur ini mengalami banyak perubahan dalam waktu 10 tahun terakhir ini.
Traksi dan spica casting atau cast bracing, mempunyai banyak kerugian dalam hal
memerlukan masa berbaring dan rehabilitasi yang lama, meskipun merupakan
penatalaksanaan non-invasif
pilihan untuk anak-anak. Oleh karena itu, tindakan ini tidak banyak
dilakukan pada orang dewasa. (www.Cermin DuniaKedokteran.com)
Bila
keadaan penderita stabil dan luka telah diatasi, fraktur dapat diimobilisasi
dengan salah satu dari empat cara berikut ini.
a. Traksi
Comminuted
frakture dan fraktur yang tidak sesuai untuk intra medullary nailing
paling baik diatasi dengan menipulasi dibawah anestesi dan balanced suding
skeletal traction yang dipasang melalui tibial pin.
Traksi
longitudinal yang memadai diperlukan selama 24 jam untuk mengatasi spasme otot
dan mencegah pemendekan, dan fragmen harus dipotong di posterior untuk mencegah
perlengkungan. 16 pon biasanya cukup, tetapi penderita yang gemuk memerlukan beban yang lebih besar dari
penderita yang kurus. Lakukan pemeriksaan radiologis setelah 24 jam untuk
mengetahui apakah berat beban tepat bila terdapat over distraction, berat beban
dikurangi, tetapi jika terdapat tumpang tindih, berat ditambah.
Pemeriksaan radiologi selanjutnya perlu dilakukan dua kali seminggu selama dua minggu yang pertama dan setiap minggu
sesudahnya untuk memastikan
apakah posisi dipertahankan. Jika hal ini tidak dilakukan, fraktur dapat
berselip perlahan-lahan dan menyatu dengan posisi yang buruk. (www.DuniaKedokteran.com)
b. Fiksasi interna
Intro
medullary nail ideal untuk frktur transversal, tetapi untuk fraktur lainnya
kurang cocok. Fraktur dapat diperlurus dan terhadap panjangnya dengan nail,
tetapi fiksasi mungkin tidak cukup kuat untuk mengontrol rotasi. Nailin
diindikasikan jika hasil pemeriksaan radiologi memberi bahwa jaringan lunak
mengalami interposisi diantara ujung tulang karena hal ini hampir selalu
menyebabkan nonlinion. Keuntungan
intra medullary nailing adalah dapat memberikan stabilitas longitudinal serta
kesejajaran (alignment) membuat penderita dapat dimobilisasi cukup cepat untuk
meninggalkan rumah sakit dalam waktu 2 minggu setelah kerugian meliputi
anestesi, trauma bedah tambahan dan infeksi.
Closed
nailing memungkinkan mobilisasi yang tercepat denagn trauma yang minimal, tetapi
paling sesuai untuk transversal tanpa pemendekan. Comminuted fracture paling
baik dirawat dengan locking nail yang dapat mempertahankan panjang dan rotasi.
c. Fiksasi
eksternal
Bila
fraktur yang dirawat dengan traksi stabil dan kalusterlihat pada pemeriksaan
radiologis, yang biasanya pada minggukeenam, cast brace dapat dipasang. Fraktur
dengan intramedullarynail yang tidak memberi fiksasi yang digid juga cocok
untuk tindakan ini.
|
|
|
Sekema kerangka konsep
DAFTAR PUSTAKA
Lukman, dan Ningsih Nurna. 2012. Asuhan Keperawatan Pasien dengan Gangguan
Sistem Muskuloskeletal. Salemba Medika, Jakarta.
Evelyn C. pearce. 2010. Anatomi dan Fisiologi Untuk Paramedis.
Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.
Setyono Joko. 2001, Keperawatan Medikal Bedah, edisi pertama. Jakarta : Salema Medika
0 comments:
Post a Comment