BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang
Keadaan
masyarakat Indonesia yang beragam sangat dipengaruhi oleh perkembangan
masyarakat dari usia dini. Pemerintah
telah memperhatikan kelangsungan pekembangan usia dini ini dengan
mengoptimalkan berbagai bentuk pengembangan di usia muda, seperti peningkatan
mutu pendidikan, pengembangan pola-pola intelektual, pola pendidikan moral dan
banyak aspek lainnya. Hal ini tentu saja menggembirakan, meskipun tidak bisa
menjadi jaminan bahwa upaya tersebut dapat meningkatkan kualitas generasi
selanjutnya.
Begitu besar
perhatian pemerintah kepada generasi muda, dengan harapan akan membuat bangsa
ini menjadi baik. Pemerintah begitu intens memfokuskan pengembangan dan
perbaikan pada anak-anak dan remaja, sesungguhnya melupakan keberadaan para
lansia. Lansia sesungguhnya memiliki hak untuk mendapatkan apresiasi yang sama
dengan usia produktif lainnya. Meskipun telah ada undang-undang yang difokuskan
pada lansia yaitu UU No. 13 Tahun 1998 tentang Kesejahteraan Lanjut Usia, tetap
saja para lansia ini menjadi hal yang terabaikan.
Lansia sering
dianggap sebagai golongan yang lemah, tetapi sesungguhnya lansia memiliki peran
yang berarti bagi masyarakat. Lansia memiliki penalaran moral yang bagus untuk
generasi dibawahnya. Lansia memiliki semacam gairah yang tinggi karena secara
alami, manusia akan cenderung memanfaatkan masa-masa akhirnya secara optimal
untuk melakukan pewarisan nilai dan norma. Hal ini justru mempermudah kita
untuk membina moral anak-anak.
Namun sebelum
kita merasakan keberadaan lansia yang sebenarnya dapat membantu pembelajaran
moral ini, kita senantiasa menganggap bahwa lansia adalah simbol yang
merepotkan dan kurang kontribusi. Hal ini dikarenakan kita sendiri kurang
mengapresiasi para lansia tersebut, sehingga tidak jarang para lansia itu
terlantar meskipun mempunyai keluarga. Banyak keluarga yang karena kesibukannya
terkesan melalaikan orang tua dan memasukkannya ke panti jompo (Hardin and
Hudson, 2005).
Masa lanjut usia
adalah masa dimana individu dapat merasakan kesatuan, integritas, dan refleksi
dari kehidupannya. Jika tidak, ini akan menimbulkan ketimpangan dan bahkan
dapat mengakibatkan patologis, semacam penyakit kejiwaan (Latifah, 2010). Jika
ini terjadi maka keadaan masyarakat juga terganggu, dimana lansia sebagai
penguat transformator nilai dan norma berkurang, baik secara kualitas dan
kuantitas. Banyak contoh yang terjadi dimasyarakat kita, dimana lansia berlaku
yang kurang sopan atau bahkan kurang beradab sehingga secara tidak langsung
akan mengganggu ketentraman kehidupan bermasyarakat. Lansia di Indonesia,
menurut Depkomindo 2010, pada tahun 2008 berjumlah 23 juta orang, sedangkan
lansia yang terlantar mencapai 1,7 juta sampai 2 juta orang.
Dari berbagai
kejadian yang ada, kita harusnya sadar bahwa sudah saatnya kita mengapresiasi
para lansia dengan bersikap adil, yang tidak dapat disamakan dengan perlakuan
kita terhadap anak-anak dan para remaja. Kita seharusnya mempunyai mekanisme
untuk memberdayakan lansia sesuai dengan umur mereka, membantunya melalui tahap
perkembangan, dan menyertakannya dalam proses transformasi pendidikan moral.
Dengan demikian mereka tidak merasa terabaikan.
Seiring dengan
meningkatnya populasi lansia, pemerintah telah berusaha merumuskan berbagai
kebijakan untuk usia lanjut tersebut, terutamanya pelayanan dibidang kesehatan.
Hal ini bertujuan untuk meningkatkan derajat kesehatan dan mutu kehidupan
lansia untuk mencapai masa tua yang bahagia dan berdaya guna dalam kehidupan
keluarga dan masyarakat sesuai dengan keberadaannya.
Wujud dari usaha
pemerintah ini adalah dicanangkannya pelayanan bagi lansia melalui beberapa
jenjang yaitu pelayanan kesehatan ditingkat masyarakat adalah Posyandu Lansia.
Pelayanan kesehatan lansia tingkat dasar adalah Puskesmas, dan pelayanan
tingkat lanjutan adalah Rumah Sakit.
Dengan demikian,
posyandu lansia sangat kita perlukan, dimana posyandu lansia ini dapat membantu
lansia sesuai dengan kebutuhannya dan pada lingkungan yang tepat, sehingga para
lansia tidak merasa lagi terabaikan didalam masyarakat.
B.
Tujuan
1.
Terpenuhinya kebutuhan
jasmani, rohani, sosial dan psikologis lanjut usia secara memadai serta
teratasinya masalah-masalah akibat usia lanjut.
2.
Terlindunginya lanjut
usia dari perlakuan yang salah
3.
Terlaksananya
kegiatan-kegiatan yang bermakna bagi lanjut usia.
4.
Terpeliharanya hubungan
yang harmonis antara lanjut usia dengan keluarga dan lingkungan.
5.
Terbentuknya keluarga
dalam menjalankan tugas dan tanggung jawab pelayanan terhadap lanjut usia.
6.
Melembaganya
nilai-nilai penghormatan terhadap lanjut usia.
7.
Tersedianya pelayanan
alternative diluar pelayanan panti sosial bagi lanjut usia.
BAB II
ANALISIS
A. Fase 1
Berdasarkan
usianya, organisasi kesehatan dunia (WHO) mengelompokan usia lanjut menjadi
empat macam, meliputi:
a.
Usia pertengahan (middle age), kelompok usia 45
sampai 59 tahun.
b.
Usia lanjut (elderly), kelompok usia antara 60
sampai 70 tahun.
c.
Usia lanjut usai (old), kelompok usia antara 75
sampai 90 tahun.
d.
Usia tua (veryold), kelompok usia diatas 90
tahun
Meskipun
batasan usia sangat beragam untuk menggolongkan lansia namun
perubahan-perubahan akibat dari usia tersebut telah dapat diindentifikasi,
misalnya perubahan pada aspek fisik berupa perubahan neurologis & sensorik,
perubahan visual, perubahan pendengaran. Perubahan-perubahan tersebut dapat
menghambat proses penerimaan & interpretasi terhadap maksud komunikasi.
Perubahan ini juga menyebabkan klien lansia mengalami kesulitan dalam
berkomunikasi. Belum lagi perubahan kognitif yang berpengaruh pada tingkat
intelegensia, kemampuan belajar, daya memori dan motivasi klien.
Perubahan emosi yang sering nampak adalah berupa reaksi penolakan
terhadap kondisi yang terjadi. Gejala-gejala penolakan tersebut misalnya:
a.
Tidak percaya terhadap diagnosa, gejala, perkembangan
serta keterangan yang diberikan petugas kesehatan
b.
Mengubah keterangan sedemikian rupa, sehingga diterima
keliru
c.
Menolak membicarakan perawatannya di rumah sakit
d.
Menolak ikutserta dalam perawatan dirinya secara umum,
khususnya tindakan yang langsung mengikutsertakan dirinya
e.
Menolak nasehat-nasehat misalnya, istirahat baring,
berganti posisi tidur, terutama bila nasehat tersebut demi kenyamanan klien
B. Fase II
Kesehatan pada lansia :
Ø
Kurang bergerak: gangguan fisik, jiwa, dan faktor
lingkungan dapat menyebabkan lansia kurang bergerak. Penyebab yang paling
sering adalah gangguan tulang, sendi dan otot, gangguan saraf, dan penyakit
jantung dan pembuluh darah.
Ø Instabilitas: penyebab
terjatuh pada lansia dapat berupa faktor intrinsik (hal-hal yang berkaitan
dengan keadaan tubuh penderita) baik karena proses menua, penyakit maupun
faktor ekstrinsik (hal-hal yang berasal dari luar tubuh) seperti obat-obat
tertentu dan faktor lingkungan.
Ø Beser: beser
buang air kecil (bak) merupakan salah satu masalah yang sering didapati pada
lansia, yaitu keluarnya air seni tanpa disadari, dalam jumlah dan kekerapan
yang cukup mengakibatkan masalah kesehatan atau sosial. Beser bak merupakan masalah
yang seringkali dianggap wajar dan normal pada lansia, walaupun sebenarnya hal
ini tidak dikehendaki terjadi baik oleh lansia tersebut maupun keluarganya.
Ø Gangguan intelektual: merupakan kumpulan gejala klinik yang meliputi gangguan fungsi
intelektual dan ingatan yang cukup berat sehingga menyebabkan terganggunya
aktivitas kehidupan sehari-hari.
Ø Infeksi:
merupakan salah satu masalah kesehatan yang penting pada lansia, karena selain
sering didapati, juga gejala tidak khas bahkan asimtomatik yang menyebabkan
keterlambatan di dalam diagnosis dan pengobatan serta risiko menjadi fatal
meningkat pula. Beberapa faktor risiko yang menyebabkan lansia mudah mendapat
penyakit infeksi karena kekurangan gizi, kekebalan tubuh:yang menurun,
berkurangnya fungsi berbagai organ tubuh, terdapatnya beberapa penyakit
sekaligus (komorbiditas) yang menyebabkan daya tahan tubuh yang sangat
berkurang. Selain daripada itu, faktor lingkungan, jumlah dan keganasan kuman
akan mempermudah tubuh mengalami infeksi.
Ø Gangguan pancaindera, komunikasi, penyembuhan, dan kulit: akibat prosesd menua semua
pancaindera berkurang fungsinya, demikian juga gangguan pada otak, saraf dan
otot-otot yang digunakan untuk berbicara dapat menyebabkn terganggunya
komunikasi, sedangkan kulit menjadi lebih kering, rapuh dan mudah rusak dengan
trauma yang minimal.
Ø Sulit buang air besar (konstipasi): beberapa faktor yang mempermudah terjadinya
konstipasi, seperti kurangnya gerakan fisik, makanan yang kurang sekali
mengandung serat, kurang minum, akibat pemberian obat-obat tertentu dan
lain-lain. Akibatnya,
pengosongan isi usus menjadi sulit terjadi atau isi usus menjadi tertahan. Pada
konstipasi, kotoran di dalam usus menjadi keras dan kering, dan pada keadaan
yang berat dapat terjadi akibat yang lebih berat berupa penyumbatan pada usus
disertai rasa sakit pada daerah perut
Ø Depresi: perubahan
status sosial, bertambahnya penyakit dan berkurangnya kemandirian sosial serta
perubahan-perubahan akibat proses menua menjadi salah satu pemicu munculnya
depresi pada lansia
Ø Kurang gizi: kekurangan
gizi pada lansia dapat disebabkan perubahan lingkungan maupun kondisi
kesehatan. Faktor lingkungan dapat berupa ketidaktahuan untuk memilih makanan
yang bergizi, isolasi sosial (terasing dari masyarakat) terutama karena
gangguan pancaindera, kemiskinan, hidup seorang diri yang terutama terjadi pada
pria yang sangat tua dan baru kehilangan pasangan hidup, sedangkan faktor
kondisi kesehatan berupa penyakit fisik, mental, gangguan tidur, alkoholisme,
obat-obatan dan lain-lain.
Ø Tidak punya uang: dengan semakin bertambahnya usia maka kemampuan fisik dan mental akan
berkurang secara perlahan-lahan, yang menyebabkan ketidakmampuan tubuh dalam
mengerjakan atau menyelesaikan pekerjaannya sehingga tidak dapat memberikan penghasilan.
Untuk dapat menikmati masa tua yang bahagia kelak diperlukan paling sedikit tiga syarat, yaitu :memiliki uang yang diperlukan yang paling sedikit dapat memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari, memiliki tempat tinggal yang layak, mempunyai peranan di dalam menjalani masa tuanya.
Untuk dapat menikmati masa tua yang bahagia kelak diperlukan paling sedikit tiga syarat, yaitu :memiliki uang yang diperlukan yang paling sedikit dapat memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari, memiliki tempat tinggal yang layak, mempunyai peranan di dalam menjalani masa tuanya.
Ø Penyakit akibat obat-obatan: salah satu yang sering didapati pada lansia adalah
menderita penyakit lebih dari satu jenis sehingga membutuhkan obat yang lebih
banyak, apalagi sebahagian lansia sering menggunakan obat dalam jangka waktu
yang lama tanpa pengawasan dokter dapat menyebabkan timbulnya penyakit akibat
pemakaian obat-obat yaqng digunakan.
Ø Gangguan tidur: dua proses
normal yang paling penting di dalam kehidupan manusia adalah makan dan tidur.
Walaupun keduanya sangat penting akan tetapi karena sangat rutin maka kita
sering melupakan akan proses itu dan baru setelah adanya gangguan pada kedua
proses tersebut maka kita ingat akan pentingnya kedua keadaan ini.
Ø Daya tahan tubuh yang menurun: daya tahan tubuh yang menurun pada lansia merupakan
salah satu fungsi tubuh yang terganggu dengan bertambahnya umur seseorang
walaupun tidak selamanya hal ini disebabkan oleh proses menua, tetapi dapat
pula karena berbagai keadaan seperti penyakit yang sudah lama diderita
(menahun) maupun penyakit yang baru saja diderita (akut) dapat menyebabkan
penurunan daya tahan tubuh seseorang. Demikian juga penggunaan berbagai obat,
keadaan gizi yang kurang, penurunan fungsi organ-organ tubuh dan lain-lain.
Ø Impotensi: merupakan ketidakmampuan
untuk mencapai dan atau mempertahankan ereksi yang cukup untuk melakukan
sanggama yang memuaskan yang terjadi paling sedikit 3 bulan.
C.
Fase III
Perilaku dan gaya hidup dan lingkungan lansia :
Ø Pola makanan yang tidak seimbang
antara asupan dengan kebutuhan baik jumlah maupuin jenis makanannya, seperti
makan makanan tinggi lemak, kurang mengkonsumsi sayuran dan buah dan
sebagainya. Selain itu,makanan yang melebihi kebutuhan tubuh yang bisa
menyebabkan obesitas atau kegemukan.
Ø Kurangnya berolahraga Akibatnya,
timbul penyakit yang sering diderita antara lain diabetes militus atau kencing
manis, penyakit jantung, hipertensi, kanker atau keganasan dan lain-lain.
Ø Pola hidup yang tidak sehat seperti
merokok
Ø Lingkungan keluarga yang kurang
memperhatikan para lansia.
D.
Fase IV
a.
Factor predisposisi
Ø Pola makanan yang tidak seimbang
antara asupan dengan kebutuhan baik jumlah maupuin jenis makanannya, seperti
makan makanan tinggi lemak, kurang mengkonsumsi sayuran dan buah dan
sebagainya. Selain itu,makanan yang melebihi kebutuhan tubuh yang bisa
menyebabkan obesitas atau kegemukan.
Ø Kurangnya berolahraga Akibatnya,
timbul penyakit yang sering diderita antara lain diabetes militus atau kencing
manis, penyakit jantung, hipertensi, kanker atau keganasan dan lain-lain.
Ø kurangnya pengetahuan lansia
mengenai penyakit-penyakit lansia
Ø kurangnya pengetahuan lansia tentang
PHBS
b.
Factor pemungkin
Ø Kurangnya sarana dan prasarana untuk
lansia
Ø Tidak terjangkaunya pelayanan
kesehatan untuk lansia
Ø Pengobatan untuk lansia yang
terbilang cukup mahal
Ø Kurangnya program-program penyehatan
lansia
Ø Karena sudah pension jadi kebanyakan
lansia banyak yang ekonominya rendah.
c.
Factor penguat
Ø Kurangnya perhatian keluarga
Ø Keluarga menganggapnya sebagai beban
Ø Kurangnya kasih saying yang
diberikan oleh keluarga
E.
Fase V
Pendidikan kesehatan pada lansia :
Pokok-pokok
kegiatannya sebagai berikut:
- Olahraga secara
teratur minimal 3 kali dalam seminggu yakni berjalan kaki, kalau bisa
dengan kecepatan 6 km/jam selama 45 menit sampai 1 jam setiap kalinya.
Kecepatan ini disesuaikan dengan kemampuan, yang terpenting adalah
teraturnya olahraga tersebut dijalankan.
- Diet dengan pedoman
sebagai berikut :
a. Susunan makanan yang
beraneka ragam,
b. Mengurangi konsumsi gula,
c. Mengurangi konsumsi
garam,
d. Membatasi konsumsi lemak,
e. Meningkatkan serat dan
pati sebagai sumber kalori
f. Untuk menjaga disiplin,
kiat yang dapat dijalankan adalah 3 kali seminggu pada hari senin, Rabu, Jumat
tidak mengkonsumsi sama sekali makanan hewani. Sedangkan pada hari-hari lainnya
berpedoman kepada apa ang disebutkan di atas.
Dalam kaitanya dengan
mental, diusahakan:
- Tetap aktif secara
mental,
- Tetap aktif dalam
kehidupan sosial,
- Menerima proses
menjadi tua dengan ikhlas dan menyesuaikan diri dengan realitas,
- Menjahui polusi
mental,
- Meningkatkan
kehidupan spiritual.
BAB III
RANCANGAN EVALUASI
A.
Planning Of Action
Pemberdayaan tidak hanya masalah pembangkitan kesadaran, tetapi
juga upaya mengubah keadaan kehidupan material orang-orang yang tertindas dan
lemah dalam masyarakat. Menurut Mas’ud (1993) upaya untuk memperkuat posisi
seseorang melalui penumbuhan kesadaran dan kemampuan individu. Untuk
mengidentifikasi persoalan yang dihadapi dan memikirkan langkah-langkah untuk
mengatasinya. Menurut Tjandraningsih (1995), merupakan suatu proses perubahan
dari ketergantungan kepada kemandirian, melalui perwujudan kemampuan yang dimiliki. Menurut Sumodiningrat (1996)
Usaha pemberdayaan didasari filsafat tentang akan hak dan kewajiban manusia,
serta adanya anggapan bahwa manusia mempunyai potensi atau kemampuan daya yang
dapat dikembangkan.
Dengan demikian pemberdayaan merupakan usaha
untuk memberi daya atau kekuatan agar lansia memiliki kemandirian terutama
dalam aspek fisik, maka perlu diberdayakan fisiknya dengan cara meningkatkan
kebugaran jasmani. Kebugaran yang mampu memberi kesanggupan atau kemampuan
kepada seseorang untuk menjalankan hidup produktif dan dapat menyesuaikan diri
dengan beban fisik yang layak.
Pemberdayaan
memiliki berbagai tujuan adalah :
1.
Agar individu memiliki keberdayaan, yaitu
kemampuan individu untuk membangun diri agar sehat
fisik, mental, terdidik, kuat, memiliki nilai-nilai yang instrinsik yang
menjadi sumber keberdayaan.
2.
Agarindividu dapat
bertahan (survive) dalam pengertian yang dinamis, mengembangkan diri dan
meningkatkan harkat dan martabat manusia.
3.
meningkatkan kemampuan dan
kemandirian manusia.
Perubahan sikap tingkah laku dan status menurut
Sumodiningrat (1996) , Untuk mencapai keberdayaan dapat diupayakan dengan :
1.
Menciptakan iklim atau
suasana yang memungkinkan potensinya berkembang.
2.
Memperkuat potensi yang telah dimiliki.
3.
Melindungi dan mencegah
yang lemah menjadi lemah.
4.
Melalui latihan praktik secara langsung melalui
proses belajar.
Lanjut usia, menjadi tua merupakan proses alami
yang dialami oelah semua makhluk. Pada manusia proses tersebut ditandai oleh
menurunnya beberapa aspek, terutama aspek physiologis, psikis dan fungsi-fungsi
sensio motorik (Prawiro Husodo, 1991), sedangkan aspek lainnya yang dipengaruhi
oleh pengalaman malah justru meningkat (Munandar, 1989). Dalam hal ini dikenal dua teori yang menerangkan
manusia dengan kegiatannya yaitu teori disangegement dan teori aktivity
(Suardiman, 1995). Teori yang pertama mengatakan bahwa semakin tinggi usia
manusia akan diikuti secara berangsur-angsur oleh semakin mundurnya interaksi
sosial, fisik dan emosi dengan kehidupan di dunia, sedangkan dengan teori
yang kedua mengatakan bahwa semakin tua
akan semakin memelihara hubungan fisik, sosial dan emosionalnya.
Jika lansia lebih bugar secara fisiknya maka
akan memberi harapan hidup lebih lama, dan tidak akan merepotkan keluarganya serta
dalam hubungannya dengan kesehatan, lansia akan lebih ekonomis dalam
pemeliharaan kesehatannya.
Menurut Nitisemito (1984) pengertian pelatihan
(training) yaitu sebagai suatu kegiatan dari suatu lembaga yang bertujuan untuk
memperbaiki dan mengambangkan sikap, tingkah laku dan keterampilan serta
pengetahuan.
Menurut Soekidjo
Notoatmojo (1991) pelatihan adalah merupakan upaya untuk pengembangan Sumber
Daya Manusia (SDM) terutama untuk pengembangan aspek kemampuan intelektual dak
kepribadian manusia.
Senam Lansia Bugar (SLB) adalah suatu bentuk senam
kebugaran yang diperuntukkan para lanjut usia (Lansia) sehingga bentuk kegiatan
latihannya disesuaikan dengan orang lanjut usia. Sehingga pelatih atau
instruktur yang baik harus memiliki beberapa kemampuan antara lain kemampuan
fisik, psikis, pengendalian emosi, sosial serta kemampuan untuk dapat
mewujudkan kemampuan-kemampuan yang dilandasi oleh tanggung jawab dan
pengabdian.
Metode Kegiatan PPM
Metode
yang diperguanakan dalam proses pelatihan terdiri dari:
a. Metode
ceramah : untuk menjelaskan tentang materi yang akan diberikan yaitu mengenai
Senam Lansia Bugar (SLB) beserta manfaatnya baik secara fisik, psykis dan
ekonomis.
b.
Metode
Demonstrasi : mendemonstrasikan gerakan gerakan Senam Lansia Bugar (SLB), yang
diikuti oleh peserta.
c.
Metode
Komando : untuk memberi komado atau aba-aba dalam pelaksanaan pelatihan Senam
Latihan Bugar (SLB).
d.
Metode
Resiprokal : metode dengan ciri ada pelaku dan pengamatnya, sehingga peserta
bisa saling melakukan dan saling menilai terhadap temannya
Langkah-Langkah
Kegiatan PPM
A. Persiapan
Tahap persiapan yang dilakukan meliputi pembuatan proposal dan
observasi awal. Hal ini dimanfaatkan untuk menunggu pengumuman hasil proposal
yang diterima/yang tidak diterima.
B. Seminar
Proposal
Tahap seminar
proposal dan instrument dilaksanakan pada 26-4-2010. Beberapa masukan antara
lain : latihan SLB diperjerjelas versi Jakarta atau Yogyakarta?. Apa
indikator/tolok ukur keberhasilan SLB dan peningkataan Kebugaran Jasmani?. Jam
pelatihan SLB diuraikan secara rinci.
C. Pelaksanaan
Kegiatan PPM
Kegiatan PPM dilaksanakan pada 16 -17 Juli
2010, hari Jum’at dan sabtu. Pelaksanaan hari jumat dimulai lebih awal,
mengingat waktunya pendek untuk sholat Jum’at
D. Evaluasi
Kegiatan PPM
Evaluasi dilakukan segera setelah proses pelaksanaan pelatihan
selesai berdasarkan kehadiran, keaktifan, penguasaan teknik & taktik, dan
kesungguhan penampilan serta terlaksana
lomba senam dari hasil binaan peserta pelatihan yang direncanakan dalam rangka
hari jadi kabupaten dan memperingati hari kemerdekaan RI.
E. Seminar
Hasil Kegiatan PPM
Seminar akhir dilaksanakan
pada tanggal 20 Sepetember 2010 di LPM, dengan masukan bahwa lomba senam yang diadakan oleh
kecamatan Gantiwarno tidak sebagai tindak lanjut tetapi dimasukkan dalalm
program PPM.
B.
Materi Promosi Kesehatan
Metode
yang diperguanakan dalam proses pelatihan terdiri dari:
e. Metode
ceramah : untuk menjelaskan tentang materi yang akan diberikan yaitu mengenai
Senam Lansia Bugar (SLB) beserta manfaatnya baik secara fisik, psykis dan ekonomis.
f.
Metode
Demonstrasi : mendemonstrasikan gerakan gerakan Senam Lansia Bugar (SLB), yang
diikuti oleh peserta.
g.
Metode
Komando : untuk memberi komado atau aba-aba dalam pelaksanaan pelatihan Senam
Latihan Bugar (SLB).
h.
Metode
Resiprokal : metode dengan ciri ada pelaku dan pengamatnya, sehingga peserta
bisa saling melakukan dan saling menilai terhadap temannya
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
Keadaan masyarakat
Indonesia yang beragam sangat dipengaruhi oleh perkembangan masyarakat dari
usia dini. Pemerintah telah
memperhatikan kelangsungan pekembangan usia dini ini dengan mengoptimalkan
berbagai bentuk pengembangan di usia muda, seperti peningkatan mutu pendidikan,
pengembangan pola-pola intelektual, pola pendidikan moral dan banyak aspek
lainnya. Hal ini tentu saja menggembirakan, meskipun tidak bisa menjadi jaminan
bahwa upaya tersebut dapat meningkatkan kualitas generasi selanjutnya.
0 comments:
Post a Comment