BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang
Disini,
filsafat ilmu sangat berkaitan erat dengan epistemologi dan ontologi. Filsafat
ilmu berusaha untuk dapat menjelaskan masalah-maslah seperti apa dan bagaimana
suatu konsep dan pernyataan dapat disebut sebagai ilmiah, bagaimana konsep
tersebut dilahirkan, bagaimana ilmu dapat menjelaskan, memperkirakan serta
memanfaatkan alam melalui teknologi; cara menentukan validitas dari sebuah
informasi; formulasi dan penggunaan metode ilmiah; macam-macam penalaran yang
dapat digunakan untuk mendapatkan kesimpulan; serta implikasi metode dan model
ilmiah terhadap masyarakat dan terhadap ilmu pengetahuan itu sendiri.
Filsafat
dan ilmu adalah dua kata yang saling berkaitan baik secara subtansial maupun
historis. Kelahiran suatu ilmu tidak dapat dipisahkan dari peranan filsafat,
sebaiknya perkembangan ilmu memperkuat keberadaan filsafat.
Ilmu
atau Sains merupakan komponen terbesar yang diajarkan dalam semua tingkat
pendidikan. Walaupun telah bertahun-tahun mempelajari ilmu, pengetahuan ilmiah tidak digunakan sebagai acuan dalam kehidupan
sehari-hari.
Filsafat ilmu diberikan sebagai pengetahuan bagi orang
yang ingin mendalami hakikat ilmu dan kaitannya dengan pengetahuan lainnya.
Dalam masyarakat religius ilmu dipandang sebagai bagian yang tidak terpisahkan
dari nilai ketuhanan karena sumber ilmu yang hakiki adalah Tuhan. Manusa diberi
daya fikir oleh Tuhan, dan dengan daya fikir inilh manusia menemukan
teori-teori ilmiah dan teknologi. Pengaruh agama yang kaku dan dogmatis kadang kala menghambat perkembangan ilmu.
Oleh karenanya, diperlukan kecerdasan dan kejelian dalam memahami kebenaran ilmiah dengan sistem nilai dalam agama, agar keduanya
tidak saing bertentangan.
B. Rumusan
Masalah
1.
Apa yang dimaksud filsafat ilmu?
2.
Bagaimana
ukuran kebenaran filsafat ilmu ?
3.
Apa ciri-ciri atau karakteristik dari
filsafat ilmu?
C. Tujuan
1.
Dapat
mengetahui tentang pemahaman dan karakteristik filsafat ilmu
2.
Mengetahui
ukuran kebenaran filsafat ilmu
BAB II
PEMBAHASAN
A. Filsafat
Ilmu
Istilah
filsafat bisa ditinjau dari dua segi, semantik dan praktis. Segi semantik
perkataan filsafat berasal dari kata Arab falsafah, yang berasal dari bahasa
Yunani, philosophia yang berarti philos = cinta, suka (loving) dan Sophia =
pengetahuan, hikmah (wisdom). Jadi philosopia berarti cinta kepada
kebijaksanaan atau cinta kepada kebenaran. Maksudnya, setiap orang yang
berfilsafah akan menjadi bijaksana. Orang yang cinta kepada pengetahuan disebut
philosopher dalam bahasa Arab disebut failasuf. Dari segi praktis filsafat
berarti alam pikiran atau alam berfikir. Berfilsafat artinya berpikir. Namun
tidak semua berpikir berarti berfilsafat. Berfilsafat maknanya berpikir secara
mendalam dan sungguh-sungguh.
Mohammad
Hatta mendefinisikan ilmu sebagai pengetahuan yang teratur tentang pekerjaan
hukum kausal dalam suatu golongan masalah yang sama tabiatnya, maupun menurut
kedudukannya tampak dari luar, maupun menurut hubungannya dari dalam.
Harsojo,
Guru Besar antropolog di Universitas Pajajaran mendefinikan ilmu adalah
akumulasi pengetahuan yang disistematisasikan suatu pendekatan atau metode
pendekatan terhadap seluruh dunia empiris yaitu dunia yang terikat oleh faktor
ruang dan waktu yang pada prinsipnya dapat diamati panca indera manusia.
Berfikir merupakan suatu aktifitas manusia untuk
menemukan kebenaran dari suatu keilmuan. Apa yang disebut benar oleh seseorang
belum tentu benar bagi orang lain. Oleh karena itu diperlukan suatu ukuran atau
criteria kebenaran.
1. Ukuran Kebenaran Filsafat ilmu
Kebenaran adalah satu nilai utama di dalam
kehidupan human. Sebagai nilai-nilai yang menjadi fungsi rohani manusia.
Artinya sifat manusiawi atau martabat kemanusiaan (human dignity) selalu
berusaha “memeluk” suatu kebenaran[1].
Manusia selalu mencari kebenaran, jika manusia
mengerti dan memahami kebenaran, sifat asasinya terdorong pula untuk
melaksankan kebenaran itu. Sebaliknya pengetahuan dan pemahaman tentang
kebenran, tanpa melaksankan konflik kebenaran, manusia akan mengalami
pertentangan batin, konflik spilogis. Karena di dalam kehidupan manusia sesuatu
yang dilakukan harus diiringi akan kebenaran dalam jalan hidup yang dijalaninya
dan manusia juga tidak akan bosan untuk mencari kenyataan dalam hidupnya yang
dimana selalu ditunjukkan oleh kebanaran.
2. Teori Kebenaran
Filsafat
Ø Teori Korespondensi (correspondence
Theorhy of Truth)
Menerangkan
bahwa kebenaran atau suatu keadaan itu terbukti benar bila ada kesesuaian
antara arti yang dimaksud suatu pernyataan atau pendapat dengan objek yang
dituju atau dimaksud oleh pernyataan atau pendapat tersebut.
Kebenaran
adalah kesesuaian kenyataan dengan fakta, yang berselaras dengan realitas, yang
serasi dengan situasi actual. Dengan demikian ada lima unsure yang perlu, yaitu
pernyataan (statement), situasi (situation), kenyataan (realitas),
dan putusan (judgement).
Kebenaran adalah fidelityto objective
reality atau kesesuaian pikiran dengan kenyataan.
Teori
ini dianut oleh aliran realis, pelopornya Plato, Aristoteles dan Moore.
Dikembangkan lebih lanjt oleh Ibnu Sina, Thomas AquinasDiabadskolastik, serta
oleh Bertrand Russel pada abad modern.
Ø Teori Koherensi (The
Choherence Theory of Truthi)
Teori
ini mengganggap suatu pernyataan benar bila didalamnya tidak ada pertentangan,
bersifat koherensi dan konsisten dengan pernyataan sebelumnya yang telah
dianggap benar. Dengan demikian suatu pernyataan dianggap benar, jika
pernyataan itu dilaksanakan atas pertimbangan yang konsisten dan pertimbangan
lain yang telah diterima kebenarannya.
Rumusan kebenarannya adalah : Jika A = B dan
B = C, maka A = C.
Logika
matematika yang deduktif memakai teori kebenaran koherensi ini. Logika ini
menjelaskan bahwa kesimpulan akan benar, jika premis-premis yang digunakan juga
benar. Teori ini digunakan oleh aliran metafisikus, rasionalis dan idealis.
Teori ini sudah ada sejak pra Socrates, kemudian dikembangkan oleh Benedictus
Spinoza dan George Hegel. Suatu teori di anggap benar apabila telah di buktikan
(justifikasi) benar dan tahan uji (testable). Kalau teori ini bertentangan
dengan data terbaru yang benar atau dengan teori lama yang benar, maka teori
itu akan gugur atau batal dengan sendirinya.
Ø Teori Pragmatisme (the pragmatic theory of
truth)
Teori
ini menganggap suatu pernyataan, teori atau dalil itu memiliki kebenaran bila
memiliki kegunaan dan manfaat bagi kehidupan manusia. Kaum pragmatis
menggunakan criteria kebenarannya dengan keguanaan (utility), dapar dikerjakan
(workability), dan akibat yang memuaskan.oleh karena itu tidak ada kebenaran
yang mutlak atau tetap, kebenarannya tergantung pada kerja, manfaat dan
akibatnya.
Akibat
atau hasil yang memuaskan bagi kaum pragmatis adalah :
1.
Sesuai dengan keinginan dan tujuan.
2. Sesuai
dan teruji dengan suatu eksperimen.
3. Ikut
membantu dan mendorong perjuangan untuk tetap eksis (ada).
Teori
ini merupakan sumbangan paling nyata dari para filsuf Amerika. Tokohnya adalah
Charles S. Pierce (1839-1914) dan diikuti oleh William James dan John Dewey
(1859-1952).[2]
Ø Teori
Kebenaran
Religius
Ketiga teori kebenaran sebelumnya menggunakan
alat, budi, fakta, realitas dan kegunaan sebagai landasannya. Dalam teori
kebanran agama digunakan wahyu yang bersumber dari Tuhan. Sebagai makluk
pencari kebeanran, manusia dan mencari dan menemukan kebenaran melalui agama.
Dengan demikian, sesuatu dianggap benar bila sesuai dan koheren dengan ajaran
agama atau wahyu sebagai penentu kebenaran mutlak.agama dengan kitab suci dan
haditsnya dapat memberikan jawaban atas segala persoalan manusia, termasuk kebenaran.
Kebenaran tak cukup hanya diukur dnenga
rasion dan kemauan individu. Kebenaran bersifat objective, universal,berlaku
bagi seluruh umat manusia, karena kebenaran ini secara antalogis dan oxiologis
bersumber dari Tuhan yang disampaikan melalui wahyu.
Nilai kebenaran mutlak yang bersumber dari
Tuhan itu adalah objektif namun bersifat supra
rasional dan supra individual.
Bahkan bagi kaum religius kebenarn illahi ini adalah kebenarna tertinggi,
dimnaa semua kebanaran (kebenaran indera, kebenaran ilmiah, kebenaran
filosofis) taraf dan nilainya berada di bawah kebanaran ini[3]
:
Ada tiga jenis kebenaran yaitu : Kebenaran epistemology (berkaitan dengan
pengetahuan), kebenaran ontologis (berkaitan dengan sesuatu yang ada atau
diadakan), dan kebenaran semantic (berkaitan dengan bahasa dan tutur kata).
Ada empat teori kebenaran yaitu teori korespondensi, teori koherensi, teori
pragmatism dan teori agama. Ketiga teori pertama mempunyai perbedaan paradigm.
Teori koherensi mendasarkan diri pada kebenaran rasio, teori korespondensi pada
kebenaran factual, dan teori fragmatisme pada fungsi dan kegunaan kebenaran itu
sendiri.
B. Karakteristik
Filsafat Ilmu
Sesuai dengan definisi Endang syaifuddin ansori bahwa
filasat adalah meliputi tentang hakikat semua yang ada secara
radikal, integral, dan sistematis. Dari pengertian tersebut secara tidak
langsung telah dijelaskan tentang karakteristik filsafat yang meliputi radikal,
integral dan sistematis.
Berfilsafat adalah berfikir, namun tidak semua berfikir adalah
berfilsafat. Berfikir filsafat mempunyai karakteristik, diantaranya akan
dijelaskan sebagai berikut[4].
1. Radikal
Berfilsafat
berarti berfikir radikal. Filsuf adalah pemikir yang radikal. Karena berfikir secara radikal, ia tidak akan pernah berhenti hanya pada suatu
wujud realitas tertentu. Keradikalan berfikirnya itu akan senantiasa
mengobarkan hasratnya untuk menemukan realitas seluruh kenyataan, berarti
dirinya sendiri sebagai suatu realitas telah termasuk ke dalamnya sehingga ia
pun berupaya untuk mencapai akar pengetahuan tentang dirinya sendiri. .
Telah jelas bahwa
artinya berfikir radikal bisa diartikan berfikir sampai ke akar-akarnya, tidak
tanggung-tanggung, sampai kepada konsekuensinya yang terakhir. Berfikir itu
tidak setengah-setengah, tidak berhenti di jalan tetap terus sampai ke
ujungnya.
Berfikir radikal tidak
berarti hendak mengubah, membuang atau menjungkirbalikkkan segala sesuatu,
melainkan dalam arti sebenarnya, yaitu berfikir secara mendalam. Untuk mencapai
akar persoalan yang dipermasalahkan. Berfikir radikal justru hendak memperjelas
realitas.
2. Integral
Integral yang berarti mempunyai kecenderungan untuk
memperoleh pengetahuan yang utuh sebagai suatu keseluruha atau filsafat
memandang objeknya secara integral.
3. Sistematis
Sistematis disini artinya susunan dan urutan (hierarki),
juga kaitan suatu masalah dengan materi atau masalah lain yang terdapat pada
filsafat. Lantas, apa yang dimaksud dengan materi atau permasalahn filsafat dan
bagai mana susunan dan hubungan satu masalah dengan masalah yang terjadi?
Menurut Langeveld (1959) mengajukan tiga
masalah pokok dalam filsafat yang melahirkan jenis jenis filsafat,
disebut dengan problematika filsafat. Ketiga masalah tersebut antara lain:
a.
Masalah mengenal dan mengetahui atau
cognition
b.
Masalah segala sesuatu atau metafisika
c.
Masalah penilaian dan aksiologi
C. Ciri-ciri
filsafat
Menurut Clarence I. Lewis seorang ahli logika mengatakan
bahwa filsafat itu sesungguhnya suatu proses refleksi dari bekerjanya akal. Sedangkan
sisi yang terkandung dalam proses refleksi adalah berbagai kegiatan
atau problema kehidupan manusia. Kegiatan atau problem tersebut
terdapat beberapa ciri yang dapat mencapai derajat pemikiran filsafat yaitu[5]:
1) Sangat
umum dan universal
Pemikiran filsafat mempunyai kecenderungan sangat umum
dan tingkat keumumannya sangat tinggi. Karena pemikiran filsafat tidak
bersangkutan dengan obyek-obyek khusus, akan tetapi bersangkutan dengan
konsep-konsep yang sifatnya umum. Misalnya tentang manusi, tentang keadilan ,
tentang kebebasan dan lainnya.
2) Tidak
faktual
Pengertian tidak factual kata lainnya adalah spekulatif,
yang artinya filsafat membuat dugaan-dugaan yang masuk akal mengenai sesuatu
dengan tidak berdasarkan ada bukti. Hal ini sebagai sesuatu hal yang melampaui
batas.
3)
Bersangkutan dengan
nilai
C. J. Ducasse mengatakan bahwa filsafat merupakan usaha
untuk mencari pengetahuan berupa fakta-fakta yang disebut penilaian. Yang
dibicarakan dalam penilaian adalah tentang baik buruk, dan akhirnya filsafat
filsafat sebagai suatu usaha untuk mempertahankan nilai. Selanjutnya, Ducasse
menyatakan bahwa tugas filsafat dewasa ini memberikan patokan-patokan dan
membicarakan persoalan-persoalan moral yang disajikan pada manusia oleh
lingkungan sosialnya.[6]
The
Liang Gie menyatakan, “kata nilai dalam etika tradisional diartikan sebagai
baik dan buruk. Secara luas, nilai adalah cita-cita dan cita-cita yang mutlak
terkenal dalam filsafat adalah hal yang benar, hal yang baik, dan
hal yang indah.[7]
4)
Berkaitan dengan
arti
di atas telah dikemukakan bahwa nilai selalu
dipertahankan dan dicari. Sesuatu yang bernilai tentu di dalamnya penuh dengan
arti. Agar upaya para filosof dalam mengungkapkan ide-idenya agar syarat dengan
arti, maka para filosof harus dapat menciptakan kalimat-kalimat yang logis dan
bahasa yang tepat(ilmiah), kesemuanya itu berguna untuk menghindari adanya
kesalahan.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Disina ditegaskan bahwa filsafat adalah ilmu pengetahuan
yang menyelidiki dan memikirkan segala sesuatunya secara mendalam dan
sungguh-sungguh, serta radikal sehingga mencapai hakikat segala situasi
tersebut. Filsafat
mengantarkan manusia untuk lebih jernih, mendasar dan bijaksana dalam berfikir,
bersikap, berkata, berbuat dan mengambil kesimpulan.
Ada beberapa bentuk karakteristik dalam filsafat ilmu,
diantaranyam adalah teori korespondensi, teori koherensi, teori pragmatism dan
teori agama. Ketiga teori pertama mempunyai perbedaan paradigm. Teori koherensi
mendasarkan diri pada kebenaran rasio, teori korespondensi pada kebenaran
factual, dan teori fragmatisme pada fungsi dan kegunaan kebenaran itu sendiri
Manusia dalam memperoleh pengetahuan dalam
perkembangannya melalui sumber-sumber dari sebuah Ilmu. Dan dalam menentukan
sebuah ilmu ada beberapa teori sebagai ukuran kebenaran dari suatu ilmu
tersebut.
DAFTAR
PUSTAKA
Suriasumantri. Jujun S.,
2009. Filsafat Ilmu Sebuah Pengantar Populer, Jakarta: Pustaka
Sinar Harapan,
Anshari, Endang saifuddin. 1981. Ilmu,
filsafat dan agama. Bandung: bina ilmu
Sudarsono, Drs., S.H., M.Si.,2001, Ilmu Filsafat Suatu
Pengantar, Jakarta, Rineka Cipta
Sumantri Surya. 1994. Filsafat Ilmu
Sebuah Pengantar Populer. Jakarta: Pustaka Sinar Harapan
Tafsir, Prof. Dr. Ahmad, 2006, Filsafat Ilmu, Bandung,
PT. Remaja Rosdakarya Bandung
|
KATA
PENGANTAR
Dengan mengucapkan puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan
Rahmat dan Hidayah-Nya. Alhamdulillah penulis dapat menyelesaikan penyusunan
makalah yang diberi judul “Karakteristik Filsafat Ilmu dan Ukuran
Kebenarannya”, sebagai salah satu tugas dari mata kuliah Filsafat Umum.
Makalah ini dibuat dengan harapan penulis dapat dipergunakan oleh siapa
saja baik itu di lingkungan Universitas Wiralodra maupun masyarakat sekitar
kampus, adapun tujuan penulis membuat makalah ini supaya bisa menjadi salah
satu sumber bacaan penambah wawasan kita untuk lebih mengenal lagi tentang bagaimana
berfikir secara filsafat dan dapat mengetahui bentuk karakteristik filsafat
ilmu dan bagaimana ukuran kebenaranya. dengan adanya makalah ini mudah-mudahan
menjadi sumber pengetahuan yang berguna bagi banyak orang.
Kepada Bpk. Murip Yahya,Drs,M.Pd
dan Bpk. Suhendrik,S.Pd.I selaku
dosen dan Asisten Dosen mata kuliah Filsafat Ilmu, yang telah memberikan
pengarahan tentang tugas untuk menyusun makalah ini, penulis mengucapkan
terimakasih.
Dalam penyusunan makalah ini masih banyak terdapat kekurangan dan masih
jauh dari kesempurnaan, maka penulis mengharapkan ada masukkan yang membangun
kepada penulis dari para pembaca semuanya demi perbaikan yang lebih baik lagi
untuk kedepannya.
Kepada para pembaca kami mengucapkan terima kasih, semoga makalah ini
dapat bermanfaat. Amin.
|
DAFTAR
ISI
Kata
Pengantar ......................................................................................... i
Daftar
Isi..................................................................................................... ii
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang............................................................................... 1
B.
Rumusan
masalah........................................................................... 2
C.
Tujuan............................................................................................. 2
BAB
II PEMBAHASAN
A.
Filsafat
Ilmu.................................................................................... 3
1.
Ukuran
Kebenaran Filsafat Ilmu.............................................. 3
2.
Teori
Kebenaran Filsafat Ilmu.................................................. 4
B.
Karakteristik
Filsafat Ilmu............................................................. 7
1.
Radikal
..................................................................................... 7
2.
Integral...................................................................................... 8
3.
Sistematis.................................................................................. 8
C.
Ciri-ciri
Filsafat............................................................................... 8
1.
Universal.................................................................................. 9
2.
Tidak
Faktual........................................................................... 9
3.
Bersangkutan
dengan nilai....................................................... 9
4.
Berkaitan
dengan arti............................................................... 10
BAB
III PENUTUP
A.
kesimpulan
..................................................................................... 11
|
[4] Suriasumantri. Jujun S., 2009.
Filsafat Ilmu Sebuah Pengantar Populer, Jakarta: Pustaka Sinar
Harapan,
[5]
Suriasumantri. Jujun S., 2009. Filsafat Ilmu Sebuah
Pengantar Populer, Jakarta: Pustaka Sinar Harapan,
[7] The Liang Gie, Suatu Konsepsi Kearah Penertiban Bidang Filsafat, Karya Kencana, Yogyakarta,
1997, h. 67.
0 comments:
Post a Comment