BAB
I
PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang
Derajat kesehatan
merupakan pilar utama bersama-sama dengan pendidikan dan ekonomi yang sangat
erat dengan peningkatan kualitas sumber daya manusia, sehingga dengan kondisi
derajat kesehatan masyarakat yang tinggi diharapkan akan tercipta sumber daya
manusia yang tangguh, produktif dan mampu bersaing untuk menghadapi semua
tantangan yang akan dihadapi dalam pembangunan disegala bidang.
Berdasarkan data dari WHO, Angka Kematian Ibu (AKI) dan Angka Kematian Bayi (AKB)
di Indonesia tertinggi di Asia Tenggara. Karenanya, itu menjadi kegiatan prioritas Departemen Kesehatan pada periode
2005-2010. Hal ini disebabkan oleh belum adanya sistem pendaftaran wajib untuk
kelahiran dan kematian di negara kita. Menurut taksiran kasar, angka kematian
maternal ialah 6-8 per 1000 kelahiran, angka ini sangat tinggi apabila
dibandingkan dengan angka – angka di negara – negara lain, yang berkisar antara
1,5 dan 3 per 10.000 kelahiran hidup (KH). (Prawirohardjo, 2010 : 14).
Sedangkan pada tahun
2011, Deputi Bidang Keluarga Sejahtera dan Pemberdayaan Keluarga (KSPK) BKKBN
DR Sudibyo Alimoesa mengatakan, tingkat kematian ibu saat melahirkan di
Indonesia masih tinggi, atau hampir setiap satu jam, dua ibu melahirkan
meninggal dunia. "Bila jumlah tersebut ditotal maka dapat dibayangkan
dalam satu hari berapa ibu melahirkan yang meninggal dunia". Berdasarkan
data dan penelitian tentang kualitas penduduk Indonesia 2011 tercatat Angka
Kematian Ibu (AKI atau MMR) masih sebesar 228/100.000 kelahiran hidup.
Selanjutnya angka kematian bayi usia 0-11 bulan (AKB-IMR) adalah 34/1.000
kelahiran hidup, kemudian 60 persen penduduk hanya tamat SD atau lebih rendah,
angka harapan hidup Indonesia sekitar 68/72 tahun.
(http://regional.kompas.com/read/2012/01/31).
Berdasarkan
data dari Biro Pusat Statistik (BPS) Jawa Barat, AKB dan AKI di Jawa Barat
masih berada pada tingkat yang cukup tinggi, pada tahun 2011 AKI
321 kasus per 100.000 kelahiran hidup, dan AKB 44,6 per 1.000 kelahiran hidup.
(www.karawangkab.go.id)
Berdasarkan hasil pencatatan dan
pelaporan kematian bayi di Indramayu pada tahun 2010 sebanyak 537 bayi,
sedangakan pada tahun 2011 yaitu sebanyak 350 bayi yang terdiri dari umur 0-7 hari sebanyak 240 bayi, umur
8-28 hari sebanyak 45 bayi, umur 1-12 bulan sebanyak 65 bayi dan lahir mati
sebanyak 167 bayi. Penyebab kematian bayi menurut hasil pencatatan dan
pelaporan di Kabupaten Indramayu yaitu 97 bayi atau 27,71% disebabkan karena
BBLR, 90 bayi atau 25,71% disebabkan karena Asfiksia, 5 bayi atau 1,43% karena
Tetanus Neonatorum (TN), 10 bayi atau
2,68% karena infeksi, dan 148 bayi atau 42,29% meninggal karena penyebab
lainnya, Sementara itu, jumlah kematian ibu pada tahun 2010 terdapat 56
orang dan pada tahun 2011 mencapai 58 kasus yang terdiri dari : 13
kasus atau 23,21% dengan perdarahan, 18 kasus atau 32,14% dengan
eklampsia, 5 kasus atau 8,93% dengan infeksi, dan 20 kasus atau 35,71% dengan
penyebab lainnya. (Profil Dinas Kesehatan Kabupaten Indramayu, 2011).
Angka Kematian Ibu
(AKI) dan Angka Kematian Bayi (AKB) sebenarnya dapat dicegah apabila ibu hamil
mempunyai kesadaran untuk memeriksakan kehamilannya secara berkala ditenaga
kesehatan minimal 4 kali, bersalin ditenaga kesehatan (bidan) sesuai standar
APN, serta melakukan asuhan nifas dan bayi lahir secara rutin dengan dipantau
oleh tenaga kesehatan (bidan). Untuk petugas kesehatan harus memberikan asuhan
sesuai dengan standar dan untuk
pemerintah yaitu pendekatan akses dan sarana pengadaan pelayanan kesehatan yang mudah dijangkau apabila terjadi
kegawatdaruratan sehingga Angka Kematian Ibu (AKI) dan Angka Kematian Bayi
(AKB) dapat dicegah.
Dengan demikian peranan bidan sangat besar bagi ibu dan bayi dalam memberikan asuhan kebidanan secara komperehensif sejak masa
kehamilan, persalinan, masa nifas dan asuhan bayi baru lahir sampai dengan 6
minggu serta pelayanan kontrasepsi
B. Tujuan
1. Memberikan informasi kepada pembaca tentang Asuhan
Kebidanan pada Bayi Baru Lahir serta Perbandingannya dengan di Lapangan
Untuk memnuhi
nilai tugas mata kuliah Mutu Pelayanan Kebidanan.
BAB
II
TINJAUAN
TEORI
A.
Standar
Asuhan Kebidanan pada Bayi Baru Lahir
1. Standar Masukan
Standar masukan ditetapkan pelayanan minimal unsur
masukan yang perlu disediakan untuk dapat menyelenggarakan pelayanan kesehatan
yang bermutu, yakni jenis, jumlah dan kualifikasi tenaga pelaksana, jenis
jumlah dan spesifikasi sarana serta jumlah dana (modal). Jika standar masukan
tersebut merujuk pada tenaga pelaksana disebut dengan nama (standard of personal). Sedangkan jika
standar tersebut merujuk pada sarana dikenal dengan nama standar sarana (standar of facilities).
a. Standar
tenaga pelaksana (standard of personal)
dalam asuhan bayi baru lahir contohnya : Bidan, perawat, dokter anak serta
dokter umum.
b. Standar
sarana (Standar of facilities) dalam
asuhan bayi baru lahir contohnya : klem, gunting tali pusat, tali pusat, alat
resusitasi, dan perlengkapan lain yang menunjang pelaksanaan auhan bayi baru
lahir.
2. Standar Proses
|
a.
Membersihkan jalan nafas
Bayi sehat akan menangis dalam 30 detik : tidak
perlu dilakukan apa-apa lagi oleh karena bayi mulai bernapas spontan dan watna
kulitnya kemerah-merahan. Bila mulut bayi masih belum bersih dari cairan dan
lendir, penghisapan lendir diteruskan, mula-mula dari mulut, kemudian dari lubang
hidung, supaya jalan napas bebas dan bayi dapat bernapas sebaik-baiknya. (Prawirohardjo, 2010 : 368)
b.
Perawatan tali pusat
Pemotongan dan
pengikatan tali pusat menyebabkan pemisahan fisik terakhir antara ibu dan bayi.
Pemotongan sampai denyut nadi tali pusat terhenti dapat dilakukan pada bayi
normal, sedangkan pada bayi gawat perlu dilakukan pemotongan tali pusat secepat
mungkin agar dapat dilakukan resusitasi sebaik-baiknya. Tali pusat dijepit
dengan kocher kira-kira 5 cm dan sekali lagi kira-kira 7,5 cm dari pusat.
Pemotongan dilakukan diantara kedua penjepit tersebut. Kemudian bayi diletakkan
diatas kain bersih atau steril yang hangat atau ditempatkan di tempat tidurnya
untuk dilakukan pengikatan tali pusat.
(Prawirohardjo,
2010 : 370)
c. Mempertahankan suhu tubuh
Keadaan telanjang
dan basah pada bayi baru lahir menyebabkan bayi mudah kehilangan panas melalui
empat cara yaitu : konduksi (kontak dengan benda padat), konveksi (aliran udara
disekitar bayi), evaporasi (penguapan air pada kulit bayi yang basah) dan radiasi
(kontak dengan benda secara tidak langsung dengan bayi), (Prawirohardjo 2010 :
367).
d. Memberi
Vitamin K
Di Indonesia 67% dari angka kematian bayi merupakan
kematian neonatus dimana salah satu penyebabnya adalah perdarahan akibat
defisiensi vitamin K1. pemberian vitamin K1 baik secara IM maupun oral terbukti
menurunkan insiden kejadian perdarahan
defisiensi vitamin K1. Dosis pemberian vitamin K1 pada bayi baru lahir 1 mg
dosis tunggal secara IM atau oral, diberikan pada waktu bayi baru lahir. (Prawirohardjo, 2010 : 372)
e. Memberi
obat salep mata
Pemberian antibiotik profilaksis pada mata terbukti
dapat mencegah terjadinya konjungtivitis. Profilaksis mata yang sering
digunakan yaitu tetes silver nitrat 1%, salep mata eritromisin dan salep mata
tetrasiklin. Ketiga preparat ini efektif untuk mencegah konjungtivtis gonore. (Prawirohardjo, 2010 : 371)
f. Identifikasi
bayi
Identifikasi dilakukan segera setelah bayi lahir dan
ibu masih berdekatan dengan bayinya di kamar bersalin. Sebagian negara
mengambil tanda pengenal bayi dari cap jari atau telapak kaki. Akan tetapi pada
umumnya tanda pengenal dapat berupa secarik kertas putih atau merah/biru
(tergantung pada jenis kelamin bayi) dan disitu ditulis nama keluarga, tanggal
dan jam bayi lahir. Kertas ini dimasukkan ke dalam kantong plastik yang dengan
pita diikatkan di pergelangan tangan atau kaki bayi. Keterangan yang sama
diikatkan pada pergelangan ibu. Pemasangan pita perlu dilakukan sedemikian
rupa, sehingga hanya dapat lepas kalau digunting (Prawirohardjo, 2010 : 249)
g. Pemeriksaan
fisik bayi
Tujuan pemeriksaan
fisik pada bayi baru lahir adalah memaksimalkan jumlah informasi yang
dikumpulkan, meminimalkan gangguan terhadap bayi baru lahir dan orang tua.
Evaluasi pemeriksaan fisik meliputi :
1) Pemeriksaan
antropometri, meliputi mengukur panjang badan, lingkar dada dan lingkar kepala
bayi.
2) Evaluasi
sistem organ, meliputi pemeriksaan jenis kelamin, kelainan-kelainan pada fisik
bayi.
3) Pemeriksaan
neurologis, meliputi pemeriksaan reflek pada bayi.
(Varney.
2007 ; 921 – 923).
3. Standar Keluaran
Standar keluaran adalah yang merujuk pada penampilan
pelayanan kesehatan yang masih dapat diterima. Standar ini, karena merujuk pada
standar keluaran disebut dengan standar keluaran (standar of ouput) atau populer dengan sebutan standar penampilan (standar of performance). Untuk
mengetahui apakah mutu pelayanan kesehatan yang diselenggarakan masih dalam
batas-batas yang wajar atau tidak, perlu ditetapkan standar keluaran.
BAB
III
PEMBAHASAN
PEMBAHASAN
Standar masukan pada asuhan bayi baru lahir yang
dilaksanakan di Bps Bidan Dewi Nurhayanti, Amd.Keb sudah sesuai dengan standar.
Seperti standar tenaga kesehatan (standar
of personal) sudah memenuhi standar, karena tenaga pelaksana layanan
merupakan tenaga kesehatan yang sudah terlatih dan profesional di bidangnya
masing- masing. Sedangakan standar sarana (standar
of facilities) tersedia dan dalam keadaan masih layak pakai dan sesuai
dengan standar penggunaan.
Standar proses pelaksanaan asuhan bayi baru lahir di
Bps Bidan Dewi Nurhayanti, Amd.Keb sudah sesuai dengan standar kewenangan bidan
yang tercantum pada Peraturan Menteri Kesehatan (Permenkes) Nomor
1464/Menkes/Per/X/2010 tentang Izin dan Penyelenggaraan Praktik Bidan mengenai
kewenangan normal dalam pelayanan kesehatan anak, yaitu :
1. Melakukan asuhan bayi baru lahir
normal termasuk resusitasi, pencegahan hipotermi, inisiasi menyusu dini (IMD),
injeksi vitamin K 1, perawatan bayi baru lahir pada masa neonatal (0-28 hari),
dan perawatan tali pusat
2. Penanganan hipotermi pada bayi baru
lahir dan segera merujuk
3. Penanganan kegawatdaruratan,
dilanjutkan dengan perujukan
4. Pemberian imunisasi rutin sesuai
program Pemerintah
5. Pemantauan tumbuh kembang bayi, anak
balita dan anak pra sekolah
6.
Pemberian
konseling dan penyuluhan
|
7. Pemberian surat keterangan kelahiran
8. Pemberian surat keterangan kematian
Standar keluaran dalam asuhan bayi baru lahir
merujuk pada penampilan pelayanan kesehatan itu sendiri, hasil standar keluaran
ini salah satunya adalah penurunan angka kematian bayi dan semakin meningkatnya
kepercayaan masyarakat terhadap pelayanan kesehatan di desa Lohbener khususnya
di Bps Bidan Dewi Nurhayanti, Amd.Keb.
BAB
III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Proses asuhan kebidanan pada bayi baru lahir di Bps
Bidan Dewi Nurhayanti Amd.Keb tidak terdapat ketimpangan. Karena proses asuhan
kebidanan pada bayi baru lahir di Bps Bidan Dewi Nurhayanti, Amd.Keb sudah
memenuhi standar asuhan kebidanan pada bayi baru lahir.
DAFTAR
PUSTAKA
Dinas Kesehatan
Kabupaten Indramayu, 2011. Data Angka
Kematian Maternal dan Neonatal.
Prawirohardjo,
Sarwono, 2010. Ilmu Kebidanan.
Jakarta : PT Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo.
Varney, H. 2007. Buku Ajar
Asuhan Kebidanan Volume 2. Jakarta : EGC
--------------------------------------------------------------------------------------------------------
BAB IV
PEMBAHASAN
Berdasarkan hasil pengamatan yang dilakukan penulis pada
Ny. E sejak masa kehamilan, bersalin, nifas dan bayi sampai 6 minggu post
partum, maka akan dibahas
tentang proses Asuhan Kebidanan pada Masa Kehamilan,
Persalinan, Nifas maupun Bayi Baru Lahir di Wilayah Kerja Puskesmas Lohbener Kabupaten
Indramayu Tahun 2012.
A.
Kehamilan
Asuhan kebidanan yang diberikan oleh
penulis kepada ibu berdasarkan alur berpikir yang sistematis, yakni mengkaji
data-data yang ada, baik data subjektif maupun objektif, kemudian ditetapkan
kebutuhan yang akan dipenuhi dengan rencana-rencana asuhan. Dari data-data yang
didapat Ny. E berumur 26 tahun, tengah hamil anak kedua dari hasil pernikahan
resmi dengan suaminya. Ibu berasal dari keluarga yang tidak mempunyai penyakit
menular atau keturunan. Ibu dinyatakan hamil oleh tenaga kesehatan setelah ibu
merasa telat haid 2 bulan. Setelah ibu mengetahui bahwa dirinya kini tengah
hamil, ia rajin memeriksakan kehamilannya ditenaga kesehatan sejak ibu
dinyatakan hamil 8
minggu sampai usia kehamilan memasuki 37 minggu. Ibu telah memeriksakan
kehamilannya sebanyak 16 kali. Hal ini telah sesuai dengan kebijakan yang ada
untuk Negara berkembang seperti Indonesia bahwa ibu hamil harus memeriksakan
kehamilannya minimal 4 kali ke tenaga kesehatan sebagai data yang tercatat
(Saifuddin AB, 2005).
Dari data subjektif yang ada Ny. E terakhir haid tanggal 28
Januari 2012. Sehingga
pada saat penulis melakukan asuhan kebidanan, usia kehamilan Ny. E telah
memasuki usia kehamilan 36 minggu. Dari hasil pemeriksaan ibu dan janin dalam
keadaan baik dengan tekanan darah 110/70 mmHg, berat badan 54 kg, Hb 11,2 gr%, protein urin (-), glukosa urin (-), TFU
30 cm, DJJ reguler 135 kali/menit. Sesuai kebijakan pemerintah mengenai asuhan
yang harus diberikan pada ibu hamil yang meliputi "14T" diantaranya adalah pemberian Immunisasi Tetanus Toxoid
(TT) sebanyak 2 kali, TT1
pada tanggal 18 April 2012 dan TT2 tanggal 30 Mei 2012.
Pada kasus Ny. E terdapat kesenjangan antara standar asuhan dengan tindakan yang dilakukan karena asuhan yang
diberikan yaitu 11T yang seharusnya 14T. Asuhan yang tidak
diberikan yaitu :
1.
Senam hamil karena kurang tersedianya media serta ibu
menolak untuk melakukannya dengan alasan kesibukan sebagai ibu rumah tangga.
2.
Terapi yodium tidak diberikan karena wilayah domisili
ibu bukan merupakan daerah endemis gonok.
3.
Terapi anti-malaria tidak diberikan karena wilayah
domisili ibu bukan merupakan daerah endemis malaria.
B.
Asuhan
Kebidanan Pada Ibu Bersalin
Pada saat usia kehamilan 37 minggu, Ny. E beserta keluarga datang ke Puskesmas, karena Ny. E mengeluh mules-mules dan telah
mengeluarkan lendir bercampur darah. Menurut referensi tanda-tanda awal
persalinan adalah mules-mules yang datang lebih kuat dan teratur, diikuti
dengan keluarnya lendir bercampur darah yang menandakan bahwa jalan lahir telah
mulai membuka. Kemudian bidan melakukan pemeriksaan didapati hasil Ny. E benar telah mengalami proses persalinan. Ny. E
terlihat tenang dan tidak ada masalah sebelum menghadapi proses persalinan.
Kala
I
Dimulai dari saat pembukaan serviks sampai pembukaan lengkap (10 cm) Proses ini
dibagi menjadi 2 fase, yaitu Fase laten (8 jam) serviks membuka sampai 3 cm.
Fase aktif (6-8 jam) serviks membuka dari 4-10 cm. Kontraksi lebih kuat dan
sering selama fase aktif (Wiknjosastro, 2005).
Pada jam 09.00 WIB Ny. E sudah ada pembukaan serviks 8
cm, portio tipis lunak, ketuban pecah spontan sisa cairan jernih, tidak ada moladge, kepala berada pada bidang H
III, his kuat 5 kali dalam 10 menit lamanya 42 detik.
Asuhan lanjutan pada Ny. E yaitu :
pemantauan keadaan ibu, janin dan
kemajuan persalinan sehingga bila ditemukan tanda-tanda komplikasi dapat
dilakukan tindakan dini pencegahan dan penanganan kegawatdaruratan oleh bidan.
Kala
II
Kala II persalinan dimulai dengan dilatasi lengkap
serviks dan di akhiri dengan kelahiran bayi. Tahap ini dikenal dengan kala
ekspulsi.
(Varney, 2007 : 751).
Pukul 10.00 WIB dilakukan pemeriksaan untuk memantau
kemajuan persalinan dan didapatkan hasil bahwa persalinan Ny. E normal dengan hasil pemeriksaan dalam : vulva
dan vagina tidak ada kelainan, portio tidak teraba, pembukaan lengkap (10 cm),
ketuban negatif, sisa air ketuban jernih, kepala H.IV UUK depan, kontraksi uterus 5 kali dalam 10
menit lamanya 50 detik, DJJ 148 kali/menit, regular. Ibu mengatakan bahwa ia
ingin meneran, dan ada tanda-tanda persalinan
yaitu : ada dorongan meneran, tekanan anus, perineum menonjol, dan vulva
membuka. Kala II berlangsung selama 20 menit dari pembukaan lengkap, memimpin
persalinan sampai lahirnya bayi,
jam 10.20 WIB Bayi lahir spontan segera menangis, warna kulit kemerahan, gerakan
aktif, jenis kelamin laki-laki berat badan 3000 gram, panjang badan 52 cm.
Kala
III
Setelah bayi
lahir, kala pelepasan plasenta ini dimulai dari lahirnya bayi sampai lepasnya
plasenta berlangsung dalam 6 sampai 15 menit. (Wiknjosastro, 2007 : 185).
Lepasnya plasenta ditandai oleh tali pusat memanjang, uterus globuler, dan
adanya semburan darah.
Menejemen
aktif kala III yaitu menyuntikan oksitosin 10 unit intra muskuler pada 1/3 paha
bagian luar ibu segera dalam 1 menit setelah bayi lahir, melakukan penegangan
tali pusat terkendali dam memassase uterus setelah plasenta lahir sebanyak 15
kali selama 15 detik. (APN, 2008)
Setelah bayi lahir, maka manajemen aktif kala III segera
dilakukan kemudian dilakukan
penegangan tali pusat terkendali, jam 10.25 WIB. Plasenta lahir spontan lengkap, berlangsung selama 5 menit dengan jumlah darah yang
keluar ± 100 cc.
Kala
IV
Kala IV adalah pemantauan ibu 2 jam post partum pada 1
jam pertama dilakukan obervasi tiap 15 menit, dan pada 1 jam kedua observasi
dilakukan tiap 30 menit. Pemantauan yang dilakukan pada 2 jam post partum
meliputi : tekanan darah, nadi, suhu, kontraksi uterus, kandung kemih, dan
pendarahan. (APN, 2008).
Setelah proses persalinan selesai maka bidan memantau
kondisi Ny. E selama 2 jam, dan selama 2 jam tersebut melakukan pemantauan
tanda-tanda vital, perdarahan, menilai kontraksi dan memberikan vitamin A
200.000 iu. Dari hasil tersebut
keadaan ibu baik, tanda-tanda vital normal, kontraksi uterus baik, kandung
kemih kosong dan tidak terdapat perdarahan.
Secara keseluruhan pasien Ny. E berlangsung normal tanpa
ada penyulit dan hasil pengkajian dalam batas normal.
C.
Asuhan
Kebidanan Pada Ibu Nifas
Masa nifas (peurperium) adalah masa pulih kembali, mulai
dari persalinan selesai sampai alat-alat kandungan kembali seperti sebelum
hamil. Lama nifas ini yaitu 6 minggu. (Saifuddin, 2006:122).
Tujuan
kunjungan 2 sampai 6 jam postpartum adalah mencegah perdarahan, memberi
konseling kepada ibu dan keluarga tentang bagaimana cara mencegah perdarahan
dengan cara melakukan massase, pemberian ASI awal, memfasilitasi ibu melakukan
hubungan dengan bayi, menganjurkan
untuk tidak menahan BAK dan BAB,
cara perawatan luka, istirahat
yang cukup dan personal hygiene.
Tujuan asuhan nifas 2 hari adalah untuk memastikan proses
involusi berjalan normal dan laktasi. Tujuan 6 hari nifas adalah untuk
memastikan proses involusi berjalan normal dan laktasi. Tujuan 2 minggu nifas
adalah untuk memastikan proses involusi berjalan normal, TFU sudah tidak
teraba, ASI lancar, konseling KB dan memastikan tidak ada diastasis
rektus abdominalis. Tujuan 6 minggu nifas adalah untuk mengetahui laktasi dan
memberikan pelayanan KB serta memberikan konseling tentang hubungan seksual
(Saleha, 2009 : 6).
Pada masa nifas Ny. E mendapatkan asuhan kebidanan
sebanyak 6 kali pemeriksaan, 2 jam post partum, 6 jam post partum, 2 hari post
partum, 6 hari post partum, 2 minggu post partum dan 6 minggu post partum.
Masa nifas Ny. E
berlangsung normal, tanpa komplikasi dan pengeluaran ASI pun lancar.
Selama masa nifas ibu telah menerima konseling tentang istirahat dan tidur,
kebersihan diri dan bayi, ASI Eksklusif, kebutuhan nutrisi, tanda-tanda bahaya
pada ibu nifas dan tanda-tanda bahaya pada bayi, cara merawat tali pusat, latihan senam nifas, perawatan payudara dan konseling tentang penggunaan
kontrasepsi (KB) sedini mungkin dan hubungan seksual. Setelah diberi konseling
ibu memilih menggunakan KB jenis suntik 3 bulan, dan untuk berhubungan seksual
ibu akan melakukannya setelah menjadi akseptor KB. Pelayanan tersebut sesuai
dengan kebijakan mengenai kunjungan nifas, yaitu dilakukan paling sedikit 4
kali dan
hasil pengkajian dalam batas normal. (Saifuddin, 2005)
D.
Bayi Baru
Lahir
Asuhan
segera yang dilakukan pada bayi baru lahir adalah mengeringkan bayi, memotong
tali pusat, menjaga kehangatan bayi, pemberian ASI dini (IMD), pencegahan
infeksi, pemberian immunisasi. (APN, 2008).
Pada
bayi Ny. E asuhan yang dilakukan segera setelah lahir adalah mengeringkan bayi,
memotong tali pusat, menjaga kehangatan bayi dengan membungkus bayi dengan kain
bersih dan kering kemudian melakukan bonding
attachment ibu dengan bayinya.
Pemberian
salep mata sebagai upaya profilaksis harus diberikan dalam waktu 1 jam pertama
setelah kelahiran, pemberian salep mata tidak efektif jika tidak diberikan
dalam 1 jam pertama kehidupan. Untuk mencegah perdarahan karena defisiensi
vitamin K pada bayi baru lahir maka perlu diberi vitamin K. (APN, 2008)
Bayi
Ny. E diberikan profilaksis mata tetracycline 1 %, dan diberikan vitamin K 1
mg, pada 1 jam pertama. Pada 1 jam kedua setelah persalinan, bayi telah
diberikan immunisasi hepatitis HB0. Setelah melakukan pengkajian
sampai evaluasi asuhan bayi baru lahir mulai dari 2 jam, 6 jam, 2 hari, 6 hari,
2 minggu dan 6 minggu, maka asuhan yang penulis berikan dari setiap kunjungan
dengan memberikan konseling tentang cara menjaga kehangatan dan kebersihan
bayi. pemberian ASI, perawatan tali pusat, yaitu dilakukan dengan cara membersihkan
dan mengeringkan tali pusat setelah bayi dimandikan dan tidak di bungkus atau
di beri apapun. Pada umur 2 hari bayi mengalami penurunan berat badan 3 ons namun ibu telah diberikan konseling
bahwa hal tersebut normal pada bayi dan pada 40 hari bayi diberikan immunisasi BCG dan
Polio 1.
Setelah
melakukan pengkajian sampai evaluasi asuhan bayi baru lahir, 2 jam, 6 jam, 2
hari, 6 hari, 2 minggu sampai dengan 6 minggu, maka penulis dapat menyimpulkan
bahwa bayi dalam keadaan sehat tanpa adanya komplikasi apapun.
0 comments:
Post a Comment