BAB
I
PENDAHULUAN
A.
Pendahuluan
Sebagaimana kita ketahui, narkotika di satu sisi
merupakan obat atau bahan yang bermanfaat di bidang pengobatan atau pelayanan
kesehatan dan pengembangan ilmu pengetahuan, tetapi disisi lain sangat
merugikan apabila dipergunakan tanpa pengendalian dan pengawasan yang ketat dan
seksama misalnya ketergantungan obat.
Juga
menanam, menyimpan, mengimpor, memproduksi, mengedarkan dan menggunakan
narkotika tanpa pengendalian dan tanpa mengindahkan peraturan
perundang-undangan yang berlaku adalah suatu kejahatan karena sangat merugikan
dan menimbulkan bahaya yang sangat besar. Kejahatan narkotika saat ini telah
bersifat transnasional / internasional yang dilakukan dengan menggunakan modus
operandi tinggi dan teknologi canggih.
Narkoba adalah singkatan dari narkotika dan
obat/bahan berbahaya. Selain “narkoba”, istilah lain yang diperkenalkan
khususnya oleh Departemen Kesehatan Republik Indonesia adalah napza yang
merupakan singkatan dari ‘Narkotika, Psikotropika dan Zat Adiktif.
Semua
istilah ini, baik “narkoba” ataupun napza, mengacu pada sekelompok zat yang
umumnya adalah psikotropika yang biasa dipakai untuk membius pasien saat hendak
dioperasi atau obat-obatan untuk penyakit tertentu. Namun kini presepsi itu
disalah gunakan akibat pemakaian yang telah diluar batas dosis. Oleh karena itu
pemerintah mengeluar Peraturan Menteri Kesehatan No. 10 Tahun 2013 Tentang
Import dan Ekspor Narkotika, Psikotropika dan Prekursor Farmasi.
B.
Tujuan
Pengaturan narkotika bertujuan
untuk :
1.
Menjamin ketersedian narkotika untuk
kepentingan pelayana kesehatan dan / atau pengembangan ilmu pengetahuan.
2.
Mencegah terjadinya pengalahgunaan
Narkotika
3.
Narkotika hanya dapat dipergunakan untuk kepentingan
pelayanan kesehatan dan / atau pengembangan ilmu pengetahuan.
C.
Bahaya
Narkoba
1.
Bahaya yang bersifat pribadi
a. Narkoba
akan merubah kepribadian si korban secara drastik, seperti berubah menjadi
pemurung, pemarah, melawan dan durhaka.
b. Menimbulkan
sifat masa bodoh sekalipun terhadap dirinya seperti tidak lagi memperhatikan
pakaian, tempat tidur dan sebagainya, hilangnya ingatan, dada nyeri dan dikejar
rasa takut.
c. Semangat
belajar menurun dan suatu ketika bisa saja si korban bersifat orang gila karena
reaksi dari pengguna narkoba.
d. Tidak
lagi ragu untuk mengadakan hubungan seks karena pandanganya terhadap
norma-norma masyarakat, adat kebudayaan, serta nilai-nilai agama sangat
longgar. Dorongan seksnya menjadi brutal, maka terjadi kasus-kasus perkosaaan.
e. Tidak
segan-segan menyiksa diri karena ingin menghilangkan nyeri atau menghilangkan
sifat ketergantungan terhadap bius, ingin mati bunuh diri.
f. Menjadi
pemalas bahkan hidup santai.
g. Bagi
anak-anak sekolah, prestasi belajarnya akan menurun karena banyak berkhayal dan
berangan-angan sehingga merusak kesehatan dan mental.
h. Memicu
timbulnya pemerkosaan dan seks bebas yang akhirnya terjebak dalam perzinaan dan
selanjutnya mengalami penyakit HIV/AIDS.
2.
Bahaya yang bersifat keluarga
a. Tidak
lagi segan untuk mencuri uang dan bahkan menjual barang-barang di rumah untuk
mendapatkan uang secara cepat.
b. Tidak
lagi menjaga sopan santun dirumah bahkan melawan kepada orang tua
c. Kurang
menghargai hara milik yang ada seperti mengendarai kendaraan tanpa perhitungan
rusak atau menjadi hancur sama sekali.
d. Mencemarkan
nama keluarga.
3.
Bahaya yang bersifat social
a. Berbuat
yang tidak senonoh (mesum/cabul) secara bebas, berakibatkan buruk dan mendapat
hukuman masyarakat.
b. Mencuri
milik orang lain demi memperoleh uang
c. Menganggu
ketertiban umum, seperti ngebut dijalanan dan lain-lain
d. Menimbulkan
bahaya bagi ketentramana dan keselamatan umum antara lain karena kurangnya rasa
social manakala berbuat kesalahan
e. Timbulnya
keresahan masyarakat karena gangguan keamanan dan penyakit kelamin lain yang
ditimbulkan oleh hubungan seks bebas.
4.
Bahaya bagi bangsa dan Negara
a. Rusaknya
pewaris bangsa yang seyogyanya siap untuk menerima tongkat estafet kepemimpinan
bangsa
b. Hilangnya
rasa patrotisme atau rasa cinta bangsa pada gilirannya mudah untuk di kuasai
oleh bangsa lain
c. Penyelundupan
akan meningkat padahal penyelundupan dalam bentuk apapun adalah merugikan
negara.
d. Pada
akhirnya bangsa dan negara kehilangan identitas yang disebabkan karena
perubahan nilai budaya.
BAB
II
PERMENKES
RI NO 10 TAHUN 2013 TENTANG IMPOR EKSPORT NARKOTIKA,
Bagian Kesatu
Umum
Pasal 3
(1)
Import Narkotika hanya dapat dilakukan
oleh 1 (satu) perusahaan PBF milik Negara yang telah memiliki izin khusus
sebagai importer dari Menteri.
(2)
Menteri mendelegasikan pemberian izin
khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (1) kepada Direktur Jenderal
(3)
Dalam hal perusahaan PBF milik negara
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak dapat melaksanakan fungsinya dalam
melakukan impor Narkotika, Direktur Jenderal dapat memberikan izin khusus
kepada perusahaan PBF milik negara lainnya.
Pasal 4
(1)
Impor Psikotropika dan/atau Prekursor
Farmasi hanya dapat dilakukan oleh Industrial Farmasi, PBF, atau lembaga Ilmu
Pengetahuan.
(2)
Industri Farmasi dan PBF sebagaimana
dimaksud oada ayat (1) harus memiliki izin sebagai IP Psikotropika/IP Prekursor
Farmasi atau sebagian IT Psikotropika / IT Prekursor Farmasi dan Menteri
(3)
Lembaga Ilmu Pengetahuan sebagimana
dimaksud pada ayat (1) tidak memerlukan izin sebagai importer Psikotropika
dan/atau Prekursor Farmasi
(4)
Menteri mendelegasikan Pemberian izin
sebagimana dimaksud pada ayat (2) kepada Direktur Jenderal
Bagian Kedua
Pelaksanaan Import
(1)
Impor Narkotika, Psikotropika, dan/atau
Prekursor Farmasi hanya dapat dilaksanakan setelah mendapatkan SPI dari Menteri
(2)
SPI sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
berlaku untuk setiap kali pelaksanaan impor
(3)
Menteri mendelegasikan pemberian SPI
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) kepada Direktur Jenderal.
Pasal 6
Perusahaan
PBF milik Negara yang memilki izin khusus sebagai importer Narkotika hanya
dapat menyalurkan Narkotika yang diimportnya kepaeda Industri Farmasi yang
telah memiliki izin khusus untuk memproduksi Narkotika atau Lembaga Ilmu
Pengetahuan.
Pasal 7
(1)
IP Psiktopoka dan/atau IP Prekursor
Farmasi hanya dapat mengimpor Psikotropika dan/atau Prekursor Farmasi untuk
kebutuhan proses produksninya sendiri dan dilarang memperdagangkan dan/atau
memindah tangankan.
(2)
Lembaga Ilmu Pengetahuan hanya dapat
mengimpor Pskotropika dan/atau Prekursor Farmasi untuk kebutuhan sendiri dan
dilarang memperdagangkan dan/atau memindah tangankan.
Pasal 8
(1)
It Psikotropika dan/atau IT Prekursor
Farmasi hanya dapat mengimpor PSkotropika dan/atau IT Prekursor Farmasi
berdasarkan pesanan dari Industri Farmasi atau Lembaga Ilmu Pengetahuan.
(2)
Psikotropika dan/atau IT Prekursor
Farmasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib didistribusikan secara
langsung kepada Industri farmasi atau Lembaga Ilmu Pengetahuan pemesanan.
(3)
Industry Farmasi atau Lembaga Ilmu
Pengetahuan pemesan dilarang memperdagangkan dan/atau memindah tangankan
Pskotropika dan/atau IT Prekursor Farmasi.
Pasal 9
(1)
Industri Farmasi yang telah memiliki
izin khusus untuk memproduksi Narkotika, wajib menyampaikan rencana kebutuhan
tahunan untuk proses produksi yang ditandatangani oleh Apoteker Penanggung
Jawab Produksi paling lambat tanggal 10 Januari setiap tahunnya.
(2)
IP Psiktropika dan/atau IP Prekursor
Farmasi wajib menyampaikan rencana kebutuhan tahunan untuk proses produksi yang
ditandatangani oleh Apoteker Penanggung Jawab Produksi paling lambat tanggal 10
Januari setiap tahunnya.
(3)
IP Psiktropika dan/atau IP Prekursor
Farmasi wajib menyampaikan rencana kebutuhan tahunan untuk untuk Industri
Farmasi, yang ditandatangani oleh Apoteker Penanggung Jawab PBF paling lambat
tanggal 10 Januari setiap tahunnya.
Pasal 10
Dalam
setiap pelaksanaan impor, Perusahaan PBF milik Negara yang dimiliki izin khusus
sebagai importer Narkotika, IP Psikotropika/IP Prekursor Farmasi, dan IT
Psikotropika/IT Prekursor Farmasi wajib menunjukan lembaran asli surat
persetujuan impor kepada petugas bead an cukai setempat untuk pengisian kartu
kendali realisasi impor.
Pasal 11
(1)
Perusahaan PBF milik negara yang
melaksanakan impor Narkotika wajib melakukan pemeriksaan Narkotika yang diimpor
setelah sampai di gudang
(2)
Pemeriksaan Narkotika sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) wajib disaksikan oleh pejabat yang berwenang dari badan
yang mempunyai tugas dan tanggung jawab di bidang pengawasan obat dan makanan.
Bagian Ketiga
Persyaratan dan Tata Cara
Memperoleh Izin Importir
Pasal 12
(1)
Untuk memperoleh izin sebagai importer
Psikotropika atau Prekursor Farmasi, Industri Farmasi atau PBF mengajukan
permohonan kepada DIrektur Jenderal secara online melalui http://epharm.kemkes.go.id
dengan disertai dokumen pendukungan, meliputi :
a. Fotokopi
izin usaha Industri Farmasi dan/atau PBF;
b. Fotocopi
Tanda Daftar Perusahaan (TDIP);
c. Fotocopi
Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP); dan
d. Fotocopi
Surat Izin Kerja Apoteker penanggung jawab produksi
(2)
Dalam rangka proses verifikasi dokumen
yang diajukan secara online, pemohon harus menyerahkan forocopi dokumen
pendukun sebagaimana dimaksud pada ayat (1) kepada Direktur Jenderal paling
lama 3 (tiga) hari kerja sejak permohonan secara online diterima.
(3)
Paling lama dalam jangka waktu 7 (tujuh)
hari kerja sejak dokumen sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diterima. Direktur
Jenderal menerbitkan izin atau menolak permohonan izin dengan disertai alasan
yang jelas.
(4)
Bentuk izin IP Psikotropika / IP
Prekursor Farmasi dan/atau Izin IT Psikotropika/IT Prekursor Farmasi
sebagaimana dimaksud pada ayat (3) tercantum dalam Formulir 1 , Formulir 2,
Formulir 3, atau Formulir 4 sebagaimana terlampir.
Pasal 13
(1)
Izin IP Psikotropika/IP Prekursor
Farmasi atau izin IT Psikotropika/IT Prekursor Farmasi berlaku selama jangka
waktu 3 (tiga) tahun dan dapat diperbaharui dengan memenuhi persyaratan.
(2)
Izin IP Psikotropika/IP Prekursor
Farmasi atau izin IT Psikotropika/IT Prekursor Farmasi dinyatakan tidak berlaku
apabila masa berlaku dokumen pendukung sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat
(1) telah berakhir atau dicabut sesuai kebutuhan peraturan perundang-undangan.
Bagian Keempat
Persyarataan dan Tata Cara
Memperoleh SPI
Pasal 14
(1)
Sebelum mengajukan permohonan SPI,
importer harus mengajukan permohonan Analisa Hasil Pengawasan kepada Kepala
Badan.
(2)
Ketentuan mengenai syarat dan tata cara
permohonan Analisa Hasil Pengawasan sebagamana dimaksud pada ayat (1) diatur
dengan Peraturan Kepala Badan.
Pasal 15
(1)
Untuk memperoleh SPI untuk kepentingan
pelayanan kesehatan, PBF milik Negara yang memiliki izin khusus sebagai impor
Narkotika, IP Psikotropika/IP Prekursor farmasi, atau IT Psikotropika/IT
Prekursor Farmasi mengajukan permohonan kepada Direktur Jenderal secara online
melalui http:// epharm.kemkes.go.ig dengan disertai dokumen pendukung, meliputi
:
a. Surat
pernyataan belum pernah melakukan Impor Narkotika, Pskitropika, atau Prekursor
Farmasi atau fotocopi SPI terakhir;
b. Laporan
realisasi Impor terakhir
c. Laporan
realisasi penggunaan untuk produksi
d. Fotocopi
rencana kebutuhan tahunan yang ditandatangani oleh Apoteker Penanggung jawab
e. Fotocopi
surat pesanan (purchasing order) kepada eksportir di negara pengekspor
f. Fotocopi
surat pesanan (purchasing order) dari industry farmasi, jika pemohon
g. Fotocopi
surat pesanan (purchasing order) dari industry farmasi, jika pemohon adalah PBF
milik Negara yang dimiliki izin khusus sebagai importer Narkotika;
h. Fotocopi
surat persetujuan izin edar untuk Narkotika, Psikotropika, atau Prekursor
Farmasi yang akan diimpor;
i.
Fotocopi surat izin khusus importir
Narkotika atau izin IP Psikotropika/IP Prekursor Farmasi atau izin IT
Psikotropika/IT Prekursor Farmasi;
j.
Fotocopi Kartu kendali; dan
k. Analisa
Hasil Pengawasan.
(2)
Dikecualikan dari dokumen pendukung
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, huruf c, dan huruf I untuk Indutri
Farmasi atau PBF yang belum pernah
melakukan impor Narkotika, Psikotropika, atau Prekursor Farmasi.
(3)
Dalam rangka proses verifikasi dokumen
yang diajukan secara online, pemohon harus menyerahkan fotokopi dokumen
pendukung sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) kepada Direktur
Jenderal paling lama 3 (tiga) hari kerja setelah permohonan secara online
diterima.
(4)
Paling lama dalam jangka waktu 7 (tujuh)
hari kerja sejak dokumen sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diterima, Direktur
Jenderal menerbitkan persetujuan atau penolakan SPI dengan desertai alas an
yang jelas.
(5)
Bentuk SPI ssebagaimana dimaksud pada
ayat (4) tercantum dalam Formulir 5, Formulir 6, Formulir 7, Formulir 8, atau Formulir
9 sebagaimana terlampir.
Pasal 16
(1)
SPI berlaku selama 3 (tiga) bulan dan dapat
diperpanjang paling banyak 2 (dua) kali.
(2)
Untuk memperoleh perpanjangan SPI, PBF milik
Negara yang memiliki izin khusus sebagai importer Narkotika, IP Psikotropika/IP
Prekursor Farmasi, atau IT Psikotropika/IT Prekursor Farmasi mengajukan
permohonan kepada Direktur Jenderal secara online melalui http://epharm.kemkes.go.id dengan
menyebutkan alas an perpanjangan dan disertai dokumen pendukung, meliputi:
a. SPi
Asli;
b. Fotokopi
izin khusus sebagai importer Narkotika atau izin IP Psikotropika/IP Prekursor
Farmasi atau izin IT Psikotropika/IT Prekursor Faemasi; dan
c. Fotokopi
kartu kendali.
(3)
Permohonan perpanjangan SPI sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) harus diajukan paling lama 10 (sepuluh) hari sebelum
masa berlaku SPI berakhir.
(4)
Dalam rangka proses verifikasi dokumen yang
diajukan secara online, pemohon harus menyerahkan fotokopi dokumen pendukung
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) kepada Direktur Jenderal paling lama 3
(tiga) hari kerja setelah permohonan secara online diterima.
(5)
Paling lama dalam jangka waktu 7 (tujuh) hari
kerja sejak dokumen sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diterima, Direktur
Jenderal menerbitkan persetujuan atau penolakan perpanjangan SPI dengan
desertai alas an yang jelas.
Pasal 17
(1)
Perusahaan FBF milik Negara yang memiliki izin
khusus sebagai importer Narkotika dapat mengajukan permohonan SPI Narkotika
untuk kepentingan pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, reagensia
diagnostic, dan reagenia laboratorium berdasarkan pesanan dari Lembaga Ilmu
Pengetahuan.
(2)
Permohonan SPI Nartkotika sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) diajukan kepada Direktur Jenderal secara online melalui http://epharm.kemkes.go.id dengan
disertai dokumen pendukung, meliputi :
a. Surat
pesanan dari Lembaga Ilmu Pengetahuan;
b. Surat pernyataan
kebutuhan NArkotika yang ditandatangani pleh pimpinan Lembaga Ilmu Pengetahuan;
c. Fotokopi
surat pesanan (purchasing order) kepada eksportir;
d. Fotokopi
surat izin khusus sebagai importir Narkotika;
e. Protocol
penelitian untuk keperluan penelitian;
f. Surat
pernyataan belum pernah melakukan Impor Narkotika untuk keperluan Lembaga Ilmu
Pengetahuan yang bersangkutan atau laporan realisasi Impor terakhir dan stok
akhir; dan
g. Analisa
Hasil Pengawasan.
(3)
Dalam rangka proses verifikasi dokumen yang
diajukan secara online, pemohon harus menyerahkan fotokopi dokumen pendukung
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) kepada DIrktur JEnderal paling lama 3 (tiga)
hari kerja setelah permohonan secara online diterima.
(4)
Paling lama dalam jangka waktu 7 (tujuh) hari
kerja sejak dokumen pendukung sebagaimna dimaksud pada ayat (3) diterima,
Direktur JEnderal menerbitkan persetujuan atau penolakan SPI dengan diesertai
alas an yang jelas.
(5)
Bentuk dokumen SPI Narkotika sebagaimana
dimaksud pada ayat (4) tercantum dalam Formulir 5 sebagaimana terlampir.
Pasal 18
(1)
IT Psokotropika atau IT Prekursor Farmasi dapat
mengajukan permohonan SPI Psikotropika atau SPI Prekursor Farmasi untuk
kepentingan pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, reagensia diagnostic
dan reagensia laboraturium berdasarkan pesanan dari Lembaga Ilmu Pengetahuan.
(2)
Permohonan SPI Psikotropika atau SPI Prekursor
Farmasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diajukan kepada Direktur Jenderal
secara online melalui http://epharm.kemkes.go.id dengan
desrtai dokumen pendukung, meliputi :
a. Surat
pesanan dari Lembaga Ilmu Pengetahuan;
b. Surat
pernyataan kebutuhan Psikotropika atau Prekursor Framasi yang ditandatangani
oleh pemimpin Lembaga Ilmu Pengetahuan;
c. Fotokopi
surat pesanan (purchasing order) kepada eksportir;
d. Fotokopi
surat izin IT Psikotropika atau IT Prekursor Farmasi;
e. Protocol
penelitian untuk keperluan penelitian;
f. Surat
pernyataan belum pernah melakukan Impor Psikotropika atau Prekursor Farmasi
untuk keprluan Lembaga ILmu Pengetahuan yang bersangkutan atau laporan
realisasi Impor terakhir dan stok akhir; dan
g. Analisa
Hasil Pengawasan.
(3)
Dalam rangka proses verifikasi dokumen yang
diajukan secara online, pemohon harus menyerahkan fotokopi dokuman pendukung
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) kepad Direktur Jenderal paling lama 3 (tiga)
hari kerja setelah permohonan secara online diterima.
(4)
Paling lama dalam jangka waktu 7 (tujuh) hari
kerja sejak dokumen pendukung sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diterima,
Direktur Jenderal menerbitkan persetujuan atau penolakan SPI dengan desertai
alas an yang jelas.
(5)
Bentuk dokumejn SPI Psikotropika atau SPI
Prekursor Farmasi sebagaimana dimaksud pada ayat (4) tercantum dalam formulir 7
dan formulir 9 sebagaimana terlampir.
Pasal 19
(1)
Selain melaksanakan Impor Psikotropika atau
Prekursor Farmasi melalui IT Psikotropika atau IT Prekursor Farmasi, Lembaga
Ilmu Pengetahuan dapat melaksanakan impor secara langsung.
(2)
Lembaga ILmu Pengetahuan yang akan melaksanakan
Impor Psikotropika atau Prekursor Farmasi secara lanmgsung sebagaim,ana
dimaksud pada ayat (1) harus mengajukan permohonan SPI kepada Direktur Jenderal
dengan terlampir :
a. Surat
permohonan
b. Surat
pernyataan kebutuhab Psikotropika atau Prekursor Farmasiyang ditandatangani
oleh pemimpin Lembaga Ilmu Pengetahuan;
c. Fotokopi
surat pesanan (purchasing order) kepada eksportir;
d. Protocol
penelitian untuk keprluan penelitian;
e. Surat
pernyataan belum pernah melakukan Lembaga Ilmu Pengetahuan atau laporan
realisasi Impor terakhir dan stok akhir; dan
f. Analisa
Hasil Pengawasan.
(3)
Paling lama dalam jangka waktu 7 (tujuh) hari
kerja sejak dokumen sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diterima, Direktur
Jenderal menerbitkan persetujuan atau penolakan SPI dengan disertai alas an
yang jelas.
(4)
Bentuk dokumenj SPI Psikotropika atau SPI
Prekursor Farmasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tercantum dalam formulir
10 dan formul;ir 11 sebagaimana terlampir.
BAB III
EKSPOR
NARKOTIKA, PSIKOTROPIKA, DAN PREKURSOR FARMASI
Bagian Kesatu
Umum
Pasal 20
(1)
Ekspor Narkotika hanya dapat dilakukan oleh 1
(satu) perusahaan PBF milik Negara yang telah memiliki izin khusus sebagai
eksportir dari Menteri.
(2)
Menteri mendelegasikan pemberian izin khusus
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) kepada Direktur Jenderal.
(3)
Dalam hal perusahaan PBF milik Negara
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak dapat melaksanakan fungsinya dalam
melakukan Ekspor Narkotika, Direktur Jenderal dapat memberikan izin ksusus
kepada perusahaan PBF milik Negara lainnya.
Pasal 21
(1)
Ekspor Psikotropika dan/atau Prekursor Farmasi hany
dapat dilakukan oleh Industri Farmasi atau PBF.
(2)
Industry Farmasi atau PBF sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) harus memiliki izin sebagai EP Psikotropika/EP Prelkursor Farmasi
atau sebagai ET Psikotropika/ET Prekursor Farmasi dari Menteri.
(3)
Menteri mendelegasikan pemberian SPE
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) kepada Direktur Jenderal.
Pasal 22
(1)
Dalam rangka pelaksanaan Ekspor, eksportir yang
memiliki izin khusus sebagai eksportir Narkotika, EP Psikotropika/EP Prekursor
Farmasi, atau ET Psikotropika/ET
Prekursor Farmasi wajib menyampaikan informasi secara tertulis kepada Direktur
Jenderal dengan tembusan kepada Kepala
Badan yang memuat :
a. Perkiraan
tanggal pelaksanaan ekspor;
b. Jenis
transportasi (laut/udara) termasuk nama dan nomor penerbangan/nama dan nomor
kapal;
c. Rincian
pengiriman (nama pelabuhan/bandara Negara importer dan transit bila ada); dan
d. Perkiraan
tanggal tiba di Negara importer.
(2)
Informasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
disampaikan paling lambat 7 (tujuh) hari kerja sebelum tanggal pelaksanaan
ekspor.
Bagian Ketiga
Persyaratan dan Tata Cara Memperoleh Izin
Eksportir
Pasal 24
(1)
Untuk memperoleh izin sebagai EP
Psikotropika/EP Prekursor Farmasi, atau ET Psikotropika/Et Prekursor Farmasi,
Industri Farmasi atau PBF mengajukan permohonan kepada Direktur Jenderal secara
online melalui http://epharm.kemkes.go.id dengan
dilengkapi dokumen pendukung, meliputi:
a.
Fotokopi izin usaha Industri Farmasi atau PBF;
b.
Fotokopi Tnada Daftar Perusahaan (TDP);
c.
Fotokopi NOmor Pokok Wajib Pajak (NPWP); dan
d.
Fotokopi SUrat Izin Kerja APoteker penanggung
jawab.
(2)
Dalam
rangka proses verifikasi dokumenj yang diajukan secara online, pemohon harus
menyerahkan fotokopi dokumenj pendukung sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
kepada Direktur Jenderal paling lama 3 (tiga) hari kerja setelah permohonan
secara online diterimka.
(3)
Paling lama dalam jangka waktu 7 (tujuh) hari
kerja sejak dokumen pendukung sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diterima,
Direktur Jenderal menerbitkan persetujuan atau penolakan izin dengan disertai
alas an yang jelas.
(4)
Bentuk izin sebagai EP Psikotropika/EP Prekursor
Farmasi atau ET Psikotropika/ET Prekursor Farmasi sebagaimana dimaksud
pada ayat (3)
tercantum
dalam Formulir 12, Formulir 13, Formulir 14, atau Formulir 15. Sebagai Mana Terlamipir.
Pasal
25
(1)
Izin EP Psikotrapika/EP Prekursor Farmasi
atau ET Psikotrapika/ET Prekursor Farmasi berlaku selama jangka waktu 3 (tiga)
tahun dan dapat di perbarui dengan memenuhi persyaratan.
(2)
Izin EP Psikotrapika/EP Prekursor
Farmasi atau ET Psikotrapika/ET Prekursor Farmasi dinyatakan tidak berlaku
apabila masa berlaku dokumen pendukung sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 ayat
(1) telah berakhir atau di cabut sesuai tentuan peraturan perundang – undangan.
Bagian Keempat
Persyaratan dan Tata Cara
Memperoleh Durat Pertujuan Ekspor
Pasal 26
(1)
Sebelum mengajukan permohonan SPE,
eksportif harus mengajukan permohonan Analisa Hasil Pengawasan kepada Kepala
Badan.
(2)
Ketentuan mengenai syarat dan tata cara
permohonan Analisa Hasil Pengawasan diatur dengan Peraturan Kepala Badan.
Pasal 27
(1)
Untuk memperoleh SPE, PBF milik Negara
yang memiliki izin khusus sebagai eksportir Narkotika, EP Psikotrapika/EP
Prekursor Farmasi, atau ET Psikotropika/ET Prekursor Farmasi mengajukan
permohonan kepada Direktur Jendral secara online melalui http://e pharm.kemkes.go.id dengan
disertai dokumen pendukung meliputi:
a. Surat
pernyataan belum pernah melakukan Ekspor atau Fotokopi SPE terakhir dan /atu
laporan realisasi Ekspor terakhir;
b. Fotokopi
rencana Ekpor selama 1 (satu) tahun;
c. SPI
asli dari Negara pengimpor;
d. Fotokopi
surat pesanan (purchasing order) dari importer;
e. Fotokopi
surat persetujuan izin edar atau surat
persetujuan khususekspor untuk Narkotika, Pesikotropika, atau Perkursor Farmasi
yang akan diekspor;
f. Fotokopi
surat izin sebagai ekspotir Narkotika, EP Psikoterapika/EP Prekursor Farmasi,
atau ET Psikotropika/ET Prekursor Farmasi; dan
g. Analisa
Hasil Pengawas.
(2)
Dalam rangka proses verfikasi dokumen
yang diajukan secara online, permohonan harus menyerahkan fotokopi dokumen
pendukungan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) kepada Direktur Jendral paling
lama 3 (tiga) hari kerja setelah permohonan secara online diterima.
(3)
Paling lama dalam jangka waktu 7 (tujuh)
hari kerja sejak dokumen sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diterima, Direktur
Jendral menerbitkan persetujuan atau penolakan SPE dengan disertai alas an yang
jelas.
(4)
Bentuk dokumen SPE sebagaimana dimaksud
pada ayat (3) tercantum dalam Formulir 16, Formulir 17, Formulir 18, Formulir
19, tau Formulir 20 sebagaimana terlampir
Pasal 28
(1)
SPE berlaku selama 3 (tiga) bulan dan
dapat diperpanjang maskdimal 2 (dua) kali.
(2)
Untuk memperoleh perpanjangan SPE, PBF
milik Negara yang memiliki izin khusus sebagai eksportir Narkotika, EP
Psikotropika/EP Prekursor Farmasi, atau ET Psikotropika/ET Prekursor Farmasi
mengajukan permohonan kepada Direktur Jenderal secara online melalui
http:/edisertai dokumen pendukung, meliputi:
a.
SPE asli; dan
b.
Fotokopi surat izin khusus sebagai
ekspotir Narkotika, EP Psikotropika/EP Prekursor Farmasi, atau ET
Psikotropika/ET Prekursor Farmasi.
c.
Permohonan perpanjangan SPE sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) harus diajukan paling lama 10 ( sepuluh ) hari sebelum
masa berlaku SPE berakhir.
d.
Dalam rangka proses verfikasi dokumen
yang diajukan secara online, permohonan harus menyerahkan fotokopi dokumen
pendukung sebagaimana dimaksud pada ayat (2) kepada Direktur Jendral paling
lama 3 (tiga) hari kerja setelah permohonan online diterima.
e.
Paling lama dalam rangka waktu 7 (tujuh)
hari kerja sejak dokumen pendukung sebagaimana dimaksud pada ayat (3) duterima,
Direktur Jederal menerbitkan persetujuan atau penolakan perpanjang SPE dengan
disertai alas an yang jelas.
BAB
IV
PERUBAHAN
SPI/SPE
Pasal 29
(1)
Dalam hal terjadi perubahan data
pendukung yang disampaikan sesuai ketentuan Pasal 15, Pasal 17, Pasal 18, Pasal
19, dan Pasal 27, maka SPI atu SPE harus diperbarui.
(2)
Tata cara memperbarui SPI atau SPE
berlaku secara mutatis mutandis mengikuti ketentuan Pasal 15, Pasal. 17 Pasal
18, Pasal 19, dan Pasal 27.
BAB
V
BIAYA
Pasal 30
(1)
Terhadap permohonan izin sebagai
importir/ekspotir Psikotropika dan / atau Prekursor Farmasi atau perpanjangnya
dan permohonan SPI/SPE Narkotika, Psikotropika, dan/atau Prekursor Farmasi atau
perpanjangnya, serta permohonan Analisa Hasil Pengawasan, dikenai biaya sebagai
penerimaan Negara bukan pajak sesuai ketentuan peraturan perundang-unfangan.
(2)
Dalam hal permohonan izin sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) ditolak, maka biaya yang telah dibayarkan tidak dapat
ditarik kembali oleh pemohon.
BAB VI
PENCATATAN DAN PELAPORAN
Pasal
31
Perusahaan
PBF milik Negara yang melaksanakan Impor dan / atau Ekspor Narkotika, atau
Industri Farmasi, PBF, Lembaga Ilmu Pengetahuan yang melaksanakan impor dan
atau ekspor Psikotropika dan/atau Prekursor Farmasi wajib melakukan pencatatan
dan menyimpan catatan mengenai pemasukan dan pengeluaran Narkotika,
Psikotropika, atau Prekursor Farmasi yang berada dalam penguasaannya.
Pasal 32
(1)
Perusahaan PBF milik Negara yang telah
mendapat izin khusus sebagai importir/eksportir Narkotika wajib menyampaikan
laporan realisasi Impor/Ekspor Narkotika kepada direktur Jenderal secara online
dan atau tertulis kali Impor/Ekspor.
(2)
IP Psikotropika/IP Prekursor Farmasi, IT
Psikotropika/ET Prekursor Farmasi wajib menyampaikan laporan realisasi
Impor/Ekspoir Psikotropika dan /atau Pekursor Farmasi kepada Direktur Jendral
secara online dan/atau tertulis setiap kali Impor/Ekspor.
(3)
Laporan sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) dan ayat (2) diterima selambat-Selambatanya 3 (tiga) hari untuk Narkotika
dan 7 (tujuh) hari untuk Psikotropika dan Prekursor Farmasi sejak diterimanya
Narkotika,Psikotropika dan/atau Prekursor Farmasi oleh importer atau
dilaksanakan ekspor Narkotika, Psikotropika dan/atau Prekursor Farmasi dengan
tembusan kepada Kepala Badan.
(4)
Bentuk laporan tertulis sebagaimana
dimaksudpada ayat (3) tercantum dalam Formulir 21, Formulir 22 Formulir 23,
Formulir 24, Formulir 25 segaimana terlampir.
Pasal
33
(1)
Lembaga Ilmu Pengetahuan yang
melaksanakan Impor Psikotropika dan/atau Prekursor Farmasi baik secara langsung
maupun melalui IT Psikotropika/IT Prekursor Farmasi wajib menyampaikan laporan
realisasi Impor Psikotropika dan/atau Prekursor Farmasi kepada Direktur
Jenderal dengan tembusan kepada Kepala Badan secara tertulis setiap kali impor
(2)
Laporan sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) diterima selambat – lambatnya 7 (tujuh) hari sejak diterimanya Impor
Psikotropika dan/atau Prekursor Farmasi dengan tembusan kepada Kepala Badan.
(3)
Bentuk laporan realisasi impor
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tercantum dalam Formulir 26 sebagaimana
terlampir.
BAB
VII
PEMBINAAN
DAN PENGAWASAN
Pasal 34
Pembinaan
dan pengawasan terhadap pelaksanaan Peraturan Menteri ini dilakukan oleh
Menteri dan Kepada Badan sesuai dengan tugas, fungsi dan kewenangan masing –
masing sesuai dengan ketentuan peraturan perundang – undangan.
BAB
VIII
SANKSI
Pasal 35
(1)
Pelanggaran terhadap ketentuan dalam
Peraturan Menteri ini dikenai sanksi adminstratif.
(2)
Sanksi administrative sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) berupa :
a.
Peringatan tertulis;
b.
Penghentian sementara kegiatan; atau
c.
Pencabutan izin ebagai importer atau
eksportir Narkotika, Psikotropika, dan/atau Prekursor Farmasi sebagaimana
diatur dalam Peraturan Menteri ini.
(3)
Pencabutan izin sebagai Importir atau
Eksportir Narkotika, Psikotropika dan/atau Prekursor Farmasi sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) dilakukan oleh Direktur Jendral.
KATA
PENGANTAR
Assalamu’alaikum
Wr.Wb........
Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan
rakhmat dan hidayah-Nya sehinggga kami dapat menyelesaikan makalah ini dengan
baik. Tak lupa shalawat serta salam senantiasa tercurah kepada Nabi Muhamad SAW
beserta para sahabat dan pengikutnya.
Kami menyadari makalah ini masih jauh dari sempurna,
karena keterbatasan pengetahuan kami. Oleh karena itu dengan segala kerendahan
hati kami mengharapkan kritik dan saran dari semua pihak demi kesempurnaan
makalah ini. Semoga makalah yang sederhana ini dapat bermanfaat dan memberi
pengetahuan kepada para pembaca.
Wassalamu’alaikum
Wr.Wb.......
Indramayu, November 2013
Penyusun
|
DAFTAR
ISI
Kata Pengantar............................................................................................. i
Daftar Isi...................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang........................................................................ 1
B. Tujuan..................................................................................... 1
C. Bahaya
Narkoba .................................................................... 2
BAB II PERMENKES RI NO 10 TAHUN 2013 TENTANG IMPOR
EKSPORT.................................................................................... 4
BAB
III EKSPOR NARKOTIKA, PSIKOTROPIKA, DAN PREKURSOR
FARMASI NARKOTIKA,......................................................... 14
BAB IV PERUBAHAN SPI/SPE............................................................. 19
BAB V BIAYA......................................................................................... 20
BAB VI PENCATATAN DAN PELAPORAN....................................... 21
BAB VII PEMBINAAN DAN
PENGAWASAN..................................... 23
BAB VIII SANKSI.................................................................................... 24
|
0 comments:
Post a Comment