BAB
I
PENDAHULUAN
1.1
Latar
Belakang
Mengingat akan pentingnya arti sebuah pengaturan
yang merupakan dasar dari pembentukan peraturan perundang-undangan dalam
mengatur hubungan antar Negara dan warga Negara. Peraturan perundang-undangan
juga dapat dipahami sebagai bagian dari social contract (kontrak social) yang
memuat aturan main dalam berbangsa dan bernegara. Serta satu-satunya peraturan
yang dibuat untuk memberikan batasan-batasan tertentu terhadap jalannya
pemerintahan. Sehingga dengan hal itu merupakan hal yang pentinglah kiranya
bagi kita untuk mempelajari dan memahami semua hal yang berhubungan dengan
konstitusi dan perundang-undangan. Oleh karena itu kami akan mencoba memberikan
sedikit gambaran tentang konstitusi ini secara umum dan bagaimana peranannya
dalam sebuah Negara.
Pemerintah bertugas menggerakan peran serta
masyarakat dalam menyelenggarakan dan pembiayaan kesehatan dengan memperhatikan
fungsi sosial sehingga Pelayanan Kesehatan bagi masyarakat yang kurang mampu
dapat terjamin dengan baik.
Jaminan pemeliharaan kesehatan masyarakat adalah
suatu cara penyelenggaraan pemeliharaan kesehatan yang paripurna berdasarkan
asas usaha bersama dan kekeluargaan, yang berkesinambungan dan dengan mutu yang
terjamin serta pembiayaan yang dilaksanakan secara praupaya.
Pada zaman yang sudah berkembang ini sudah jarang
sekali orang yang memperhatikan arti penting kesehatan, maka dari itu pada
makalah ini penulis ingin memberikan sedikit gambaran tentang undang-undang
kesehatan.
1.2
Tujuan
Penulisan
Adapun tujuan dalam penulisan makalah ini yang
antara lain :
a.
Untuk meningkatkan pengetahuan tentang
arti kesehatan
b.
Memberikan kejelasan kepada khalayak
tentang undang-undang kesehatan ataupun ketentuan pidananya yang berkenaan
dengan kesehatan.
BAB
II
PEMBAHASAN
2.1
Ketentuan
Umum
BAB I
Pasal 1
Dalam
Undang-Undang ini yang dimaksud dengan :
1. Kesehatan
adalah keadaan sehat, baik secara fisik, mental, spititual maupun sosial yang
memungkinkan setiap orang untuk hidup produktif secara sosial dan ekonomis.
2. Sumber
daya dibidang kesehatan adalah segala bentuk dana, tenaga, perbekalan
kesehatan, sedi ………………. Farmasi dan teknolohi
yang dimanfaatkan untuk menyelenggarakan upaya kesehatan yang dilakukan oleh
Pemerintah, pemerintah daerah, dan/atau masyarakat.
3. Perbekalan
kesehatan adalah semua bahan dan peralatan yang diperlukan untuk
menyelenggarakan upaya kesehatan.
4. Sedi…………… farmasi adalah obat, bahan obat, obat
tradisional, dan kosmetika.
5. Alat
kesehatan adalah instrument, aparatus mesin dan/atau implant yang tidak
mengandung obat yang digunakan untuk mencegah, mendiagnosis, menyembuhkan dan
meringankan penyakit, merawat dan/atau membentuk struktur dan memperbaiki
fungsi tubuh.
6. Tenaga
kesehatan adalah setiap orang yang mengabdikan diri dalam bidang kesehatan
serta memiliki pengetahuan dan/atau keterampilan melalui pendidikan di bidang
kesehatan yang untuk jenis tertentu memerlukan kewenangan untuk melakukan upaya
kesehatan.
7. Fasilitas
pelayanan kesehatan adalah suatu alat dan/atau tempat yang digunakan untuk
menyelenggarakan upaya pelayanan kesehatan, baik promotif, preventif, kur…tif maupun rehabilitatef yang dilakukan oleh Pemerintah, pemerintah daerah,
dan/atau masyarakat.
8. Obat adalah bahan atau paduan bahan, termasuk
produk biologi yang digunakan untuk mempengaruhi atau menyelidiki system
fisiologi atau keadaan patologi dalam rangka penetapan diagnosis, pencegahan,
penyembuhan, pemulihan, peningkatan kesehatan dan kontrasepsi, untuk manusia.
9. Obat tradisional adalah bahan atau ramuan
bahan yang berupa bahan tumbuhan, bahan hewan, bahan mineral, sedi….n sarian
(galenik) atau campuran dari bahan tersebut yang secara turun temurun tekah
digunakan untuk pengobatan, dan dapat diterapkan sesuai dengan norma yang
berlaku di masyarakat.
10. Teknologi kesehatan adalah segala bentuk alat
dan/atau metode yang ditujukan untuk membantu penegakkan diagnose, pencegahan
dan penanganan permasalahan kesehatan manusia.
11. Upaya kesehatan adalah setiap kegiatan
dan/atau serangkaian kegiatan yang dilakukan secara terpadu, terintegrasi dan
berkesinambungan untuk memelihara dan meningkatkan derajat kesehatan masyarakat
dalam bentuk pencegahan penyakit, peningkatan kesehatan, pengobatan penyakit,
dan pemulihan kesehatan oleh pemerintan dan/atau masyarakat.
12. Pelayanan kesehatan adalah promotif adalah
suatu kegiatan dan/atau serangkaian kegiatan pelayanan kesehatan yang lebih
mengutamakan kegiatan yang bersifat promosi kesehatan.
13. Pelayanan kesehatan prevenitf adalah suatu
kegiatan pencegahan terhadap suatu masalah kesehatan/penyakit.
14. Pelayanan kesehatan kuratif adalah suatu
kegiatan dan/atau serangkaian kegiatan pengobatan yang ditujukan untuk
penyembuhan penyakit, pengurangan penderitaan akibat penyakit, pengendalian
penyakit, atau pengendalian kecacatan agar kualitas penderita dapat terjaga
seoptimal mungkin.
15. Pelayanan kesehatan rehabilitatif adalah
kegiatan dan/atau serangkaian kegiatan untuk mengembalikan bekas penderita ke
dalam masyarakat sehingga dapat berfungsi lagi sebagai anggota masyarakat yang
berguna untuk dirinya dan masyarakat semaksimal mungkin sesuai dengan
kemampuannya.
16. Pelayanan kesehatan tradisional adalah
pengobatan dan/atau perawatan dengan cara dan obat yang mengacu pada pengalaman
dan keterampilan turun temurun secara empiris yang dapat dipertanggungjawabkan
dan diterapkan sesuai dengan norma yang berlaku di masyarakat.
17. Pemerintah pusat, selanjutnya disebut
Pemerintah adalah Presiden Republik Indonesia yang memegang kekuasaan di maksud
dalam Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945
18. Pemerintah
daerah adalah gubernur, bupati atau walikota dan perangkat daerah sebagai
unsure penyelenggaraan pemerintah daerah
19. Menteri
adalah menteri yang lingkup tugas dan tanggung jawabnya di bidang kesehatan.
BAB II
ASAS DAN TUJUAN
Pasal 2
Pembangunan
kesehatan diselenggarakan dengan berasaskan perikemanusiaan, keseimbangan,
manfaat, pelindungan, penghormatan terhadap hak dan kewajiban, keadilan, gender
dan nondiskriminatif dan norma-norma agama.
Pasal 3
Pembangunan
kesehatan bertujuan untuk meningkatkan kesadaran, kemauan, kemampuan hidup
sehat bagi setiap orang agar terwujud derajat kesehatan masyarakat yang
setinggi-tingginya, sebagai investasi bagi pembangunan sumber daya manusia yang
produktif secara sosial dan ekonomis.
BAB II
HAK DAN KEWAJIBAN
Bagian Kesatu
Hak
Pasal 4
Setiap orang berhak atas kesehatan
Pasal 5
(1)
Setiap orang mempunyai hak yang sama
dalam memperoleh akses atas sumber daya di bidang kesehatan
(2)
Setiap orang mempunyai hak dalam
memperoleh pelayanan kesehatana yang aman, bermutu dan terjangkau
(3)
Setiap orang berhak secara mandiri dan
bertanggung jawab menentukan sendiri pelayanan kesehatan yang diperlukan bagi
dirinya.
Pasal 6
Setiap
orang berhak mendapatkan lingkungan yang sehat bagi pencapaian derajat
kesehatan
Pasal 7
Setiap
orang berhak untuk mendapatkan informasi dan edukasi tentang kesehatan yang
seimbang dan bertanggung jawab
Pasal 8
Setiap
orang berhak memperoleh informasi tentang data kesehatan dirinya termasuk
tindakan dan pengobatan yang telah mampu yang akan diterimanya dari tenaga
kesehatan.
Pasal 9
(1)
Setiap orang berkewajiban ikut
mewujudkan, mempertahankan, dan meningkatkan derajat kesehatan masyarakat yang
setinggi-tingginya
(2)
Kewajiban sebagaimana dimaksud pada ayat
(1), pelaksanaannya meliputi upaya kesehatan perseorangan, upaya kesehatan
masyarakat, dan pembangunan berwawasan kesehatan.
Pasal 10
Setiap
orang berkewajiban menghormati hak orang lain dalam upaya memperoleh lingkungan
yang sehat, biologi, maupun sosial.
Pasal 11
Setiap
orang berkewajiban berperilaku hidup sehat untuk mewujudkan, mempertahankan,
dan memajukan kesehatan yang setinggi-tingginya.
Pasal 12
Setiap
orang berkewajiban menjaga dan meningkatkan derajat kesehatan bagi orang lain
yang menjadi tanggung jawabnya.
Pasal 13
(1)
Setiap orang berkewajiban tuntut serta
dalam program jaminan kesehatan sosial.
(2)
Program jaminan kesehatan sosial
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur sesuai dengan ketentuan peraturan
parundang-undangan.
BAB IV
TANGGUNG JAWAB PEMERINTAH
Pasal 14
(1) Pemerintah
bertanggung jawab merencanakan, mengatur, menyelenggarakan, membina, dan
mengawasi penyelenggaraan upaya kesehatan yang merata dan terjangkau oleh
masyarakat.
(2) Tanggung
jawab Pemerintah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikhususkan pada pelayanan
public.
Pasal 15
Pemerintah
bertanggung jawab
atas ketersediaan lingkungan, tatanan, fasilitas kesehatan baik fisik maupun
social bagi masyarakat untuk mencapai derajat kesehatan yang
setinggi-tingginya.
Pasal 16
Pemerintah
bertanggung jawab atas ketersediaan sumber daya di bidang kesehatan yang adil
dan merata bagi seluruh masyarakat untuk memperoleh derajat kesehatan yang
setinggi-tingginya.
Pasal 17
Pemerintah
bertanggung jawab ata ketersediaan akses terhadap informasi, edukasi, dan
fasilitas pelayanan kesehatan untuk meningkatkan dan memelihara derajat
kesehatan yang setinggi-tingginya.
Pasal 18
Pemerintah
bertanggung jawab memberdayakan dan mendorong peran aktif masyarakat dalam
segala bentuk upaya kesehatan.
Pasal 19
Pemerintah
bertanggung jawab atas ketersediaan segala bentuk upaya kesehatan yang bermutu,
aman, efisien, dan terjangkau.
Pasal 20
(1) Pemerintah
bertanggung jawab atas pelaksanaan jaminan kesehatan masyarakat melalui system
jaminan social nasional bagi upaya kesehatan perorangan.
(2) Pelaksanaan
system jaminan social sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan sesuai
ketentuan peraturan perundang-undangan.
BAB VI
UPAYA
KESEHATAN
Bagian
Kesatu
Umum
Pasal 46
Untuk
mewujudkan derajat kesehatan yang setinggi-tingginya bagi masyarakat, di
selenggarakan upaya kesehatan yang terpadu dan menyeluruh dalam bentuk upaya
kesehatan perorangan dan upaya kesehatan masyarakat.
Pasal 47
Upaya
kesehatan diselenggarakan dalam bentuk kegiatan dengan pendekatan promotif,
preventif, kuratif, dan rehabilitative yang dilaksanakan secara terpadu,
menyeluruh, dan berkesinambungan.
Pasal 48
(1) Penyelenggaraan
upaya kesehatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 47 dilaksanakan melalui
kegiatan :
a. Pelayanan
kesehatan;
b. Pelayanan
kesehatan tradisional;
c. Peningkatan
kesehatan dan pencegahan penyakit;
d. Penyembuhan
penyakit dan pemulihan kesehatan;
e. Kesehatan
reproduksi;
f. Keluarga
berencana;
g. Kesehatan
sekolah;
h. Kesehatan
olahraga;
i.
Pelayanan kesehatan pada bencana;
j.
Pelayanan darah;
k. Kesehatan
gigi dan mulut;
l.
Penanggulangan gangguan penglihatan dan alat
kesehatan;
m. Pengamanan
makanan dan minuman;
n. Pengamanan
zat adiktif; dan/atau
o. Bedah
mayat.
(2) Penyelenggaraan
upaya kesehatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) didukung oleh sumber daya
kesehatan.
Pasal 49
(1) Pemerintah,
pemerintah daerah dan masyarakat bertanggung jawab atas penyelenggaraan upaya
kesehatan.
(2) Penyelenggaraan
upaya kesehatan harus memperhatikan fungsi social, nilai, dan norma agama,
social budaya, moral, dan etika profesi.
Pasal 50
(1) Pemerintah
dan pemerintah daerah bertanggung jawab meningkatkan dan mengembangkan upaya
kesehatan.
(2) Upaya
kesehatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sekurang-kurangnya memenuhi
kebutuhan keehatan dasar masyarakat.
(3) Peningkatan
dan pengembangan upaya kesehatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan
berdasarkan pengkajian dan penelitian.
(4) Ketentuan
mengenai peningkatan dan pengembangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dilaksanakan melakui kerja sama antar Pemerintah dan antar
lintas sector.
Pasal 51
(1) Upaya
kesehatan diselenggarakan untuk mewujudkan derajat kesehatan yang setinggi-tingginya
bagi ndividu atau masyarakat.
(2) Upaya
kesehatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) didasarakan pada standar pelayanan
minimal kesehatan.
(3) Ketentuan
lebih lanjut mengenai standar pelayanan minimal kesehatan sebagaimana dimaksud
pada ayat (2) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Bagian
Kedua
Pelayanan Kesehatan
Paragraph Kesatu
Pemberian Pelayanan
Pasal 52
(1) Pelayanan
kesehatan terdiri atas;
a. Pelayanan
kesehatan perorangan; dan
b. Pelayanan
kesehatan masyarakat.
(2) Pelayanan
kesehatan sebagaimana dimaksdu pada ayat (1) meliputi kegiatan dengan
pendekatan promotif, preventif, kuratif, dan rehabilitative.
Pasal 53
(1) Pelayanan
kesehatan perseorangan ditujukan untuk menyembuhkan penyakit dan memulihkan
kesehatan perseorangan dan kelurga.
(2) Pelayanan
kesehatan masyarakat ditujukan untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan
serta mencegah penyakit suatu kelompok dan masyarakat.
(3) Pelaksanaan
pelayanan kesehatan sebagaimana dimaksud pada ayat (!) harus mendahulukan
pertolongan keselamatan nyawa pasien dibidang kepentingan lainnya.
Pasal 54
(1) Penyelenggaraan
pelayanan kesehatan dilaksanakan secara bertanggung jawab, aman, bermutu, serta
merata dan nondiskriminatif.
(2) Pemerintah
dan pemerintah daerah bertanggung jawab atas penyelenggaraan pelayanan
kesehatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
(3) Pengawasan
terhadap penyelenggaraan pelayanan kesehatan sebagaimana dimaksdu pada ayatb
(1) dilakukan oleh Pemerintah, Pemerintah Daerah, dan Masyarakat.
Pasal 55
(1) Pemerintah
wajib menetapkan standar mutu pelayanan kesehatan.
(2) Standar
mutu pelayanan kesehatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan
Peraturan Pemerintah.
Paragraph Kedua
Perlindungan Pasien
Pasal 56
(1) Setiap
orang berhak menerima atau menolak sebagian atau seluruh pertolongan yang akan
diberikan kepadanya setelah menerima dan memahami informasi mengenai tindakan
tersebut secara lengkap.
(2) Hak
menerima atau menolak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak berlaku pada :
a. Penderita
penyakit yang penyakitnya dapat secara cepat menular ke dalam masyarakat yang
lebih luas;
b. Keadaan
seseorang yang tidak sadarkan diri; atau
c. Gangguan
mental berat.
(3) Ketentuan
mengenai hak menerima atau menolak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur
sesuai dengan ketentuan peraturan parundang-undangan.
Pasal 57
(1) Setiap
orang berhak atas rahasia kondisi kesehatan pribadinya yang telah dikemukakanm
kepada penyelenggaraan pelayanan kesehatan.
(2) Ketentuan
mengenai ha katas rahasia kondisi kesehatan pribadi sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) tidak berlaku dalam hal :
a. Perintah
undang-undang;
b. Perintah
pengadilan;
c. Izin
yang bersangkutan;
d. Kepentingan
masyarakat; atau
e. Kepentingan
orang tersebut.
Pasal 58
(1) Setiap
orang berhak menuntut ganti rugi terhadap seseorang, tenaga kesehatan, dan/atau
penyelenggaraan kesehatan yang menimbulkan kerugian akibat kesalahan atau
kelalaian dalam pelayanan kesehatan yang diterimanya.
(2) Tuntutan
ganti rugi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak berlaku bagi tenaga
kesehatan yang melakukan tindakan penyelematan nyawa atau pencegahan kecacatan
seseorang dalam keadaan darurat.
(3) Ketentuan
mengenai tata cara pengajuan tuntutan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
BAB VII
PEMBIAYAAN
KESEHATAN
Pasal
170
(1) Pembiayaan
klesehatan bertujuan untuk penyediaan pembiayaan kesehatan yang
berkesinambungan dengan jumlah yang
mencukupi, teralokasi secara adil, dan temanfaatkan secara berhadil guna dan
berdaya guna untuk menjamin terselenggaranya pembangunan kesehatan agar
menngkatkan derajat kesehatan masyarakat setinggi-tingginya.
(2) Unsur-unsur
pembiayaan kesehatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas sumber
pembiayaan, alokasi, dan pemanfaatan.
(3) Sumber
pembiayaan kesehatan berasal dari Pemerintah, Pemerintah Daerah, Masyarakat,
Swasta dan sumber lain.
Pasal 171
(1) Besar
anggaran kesehatan Pemerintah dialokasikan minimal sebesar 5% (lima persen) dari
anggaran pendapatan dan belanja Negara di luar gaji.
(2) Besar
anggaran kesehatan pemerintah daerah profinsi kabupaten/kota dialokasikan
minimal 10 % (sepuluh persen) dari anggaran pendapatkan dan belanja daerah di
luar gaji.
(3) Besaran
anggaran kesehatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2)
diprioritaskan untuk kepentingan pelayanan public yang besarnya sekurang –
kurangnya 2/3 (dua pertiga) dari anggaran kesehatan dalam anggaran pendapatan
belanja Negara dan anggaran pendapatan dan belanja daerah.
Pasal 172
(1) Alokasi
pembiayaan kesehatan sebagaimana dimaksud dalam pasal 171 ayat (3) ditunjukan
untuk pelayanan bagi penduduk miskin, kelompok lanjut usia, dan anak terlantar.
(2) Ketentuan
lebih lanjut mengenai tata cara alokasi pembiayaan kesehatan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 173.
(1) Alokasi
pembiayaan kesehatan yang bersumber dari swasta sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 170 ayat (3) dimobilisasi melalui sestem jaminan social nasional dan/atau
asuransi kesehatan komersial.
(2) Ketentuan
mengenai tata cara pelnyelenggaraan system jaminan social nasional dan/atau
asuransi kesehatan dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang –
undang.
BAB XX
KETENTUAN PIDANA
Pasal 190
(1) Pimpinan
fasilitan pelayanan kesehatan dan / atau tenaga kesehatanyang melakukan praktik
atau pekerjaan pada fasilitas pelayanan kesehatan yang dengan sengaja tidak
memeberikan pertolongan pertama terhadap pasien yang dalam keadaan gawat
darurat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 ayat (2) atau Pasal 85 ayat (2)
dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun dan denda paling
banyak Rp. 200.000.000.00 (dua ratus juta rupiah
(2) Dalam
hal perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengakibatkan terjadinya
kecacatan atau kematian, pimpinan fasilitas pelayanan kesehatan dan/ atau
tenaga kesehatan tersebut dipidana dengan pidana penjari paling lama 10
(sepuluh) tahun dan denda paling banyak Rp. 1.000.000.000.00(satu miliar
rupiah).
Pasal 191
Setiap
orang yang tanpa izin melakukan praktek pelayanan kesehatan tradisional yang
menggunakan alat danteknologi
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 60 ayat (1) sehingga mengakibatkan
kerugian harta benda, luka berat atau kematian dipidana dengan pidana penjara
paling lama 1(satu) tahun dan denda paling banyak Rp. 100.000.000.00 ( seratus
juta rupiah).
Pasal 192
Setiap
orang yang dengan sengaja memperjualbelikan organ satu jaringan tubuh dengan
dalih apa pun sebagaimana di dalam pasal 64 ayat (3) dipidana dengan pidana
penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan denda paling banyak Rp.
1.000.000.000.00( satu miliar rupiah)
Pasal 193
Setiap
orang yang dengan sengaja melakukan bedah plastic dan rekonstruksi untuk tujuan
mengubah identitas seseorang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 69 diancam dengan
pidana penjara paling lama 10 (sepuluh)
tahun dan denda paling banyak Rp. 1.000.000.000.00 (satu miliar rupiah)
Pasal 194
Setiap
orang yang dengan sengaja melakukan aborsi tidak sesuai dengan ketentuan
sebagamana dimaksud dalam Pasal 75 ayat (2) dipidana dengan pidana penjara
paling lama 10 (sepuluh) tahun dan denda
paling banyak Rp. 1.000.000.000.00 (satu miliar rupiah)
Pasal 195
Setiap
orang yang dengan sengaja memperjualbelikan darah dengan dalih apapun
sebagaimana dimaksud dalam pasal 90 Ayat (3) dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 ( lima ) tahun
dan denda paling banyak Rp. 500.000.000.00 ( Lima ratus juta rupiah).
Pasal 196
Setiap
orang yang dengan sengaja memporduksi atau mengedarkan sediaan farmasi dan/atau
alat kesehatan yang tidak memenuhi standard an/atau persyaratan keamanan,
Khasiat
atau kemanfaatan, dan mutu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 98 ayat (2) dan
ayat (3) dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan
denda paling banyak Rp. 1.000.000.000.00 ( satu miliar rupiah).
Pasal 197
Setiap
orang yang dengan sengaja memproduksi atau mengedarkan sedian farmasi dan/atau
alat kesehatan yang tidak memiliki izin edar sebagaimana dimaksud dalam Pasal
106 ayat (1) dipidana dan denda paling banyak Rp. 1.500.000.000.00 (satu miliar
lima ratus juta ruiah).
Pasal 198
Setiap
orang yang tidak memiliki keahlian dan kewenangan untuk melakukan praktik
kefarmasian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 108 dipidana dengan denda paling
banyak Rp. 100.000.000.00 (seratus juta rupiah).
Pasal 199
(1) Setiap
orang yang dengan sengaja memproduksi atau memasukan rokok ke dalam wilayah
Negara Kesatuan Republik Indonesia dengan tidak mencantumkan peringatan
kesehatan berbentuk gambar sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 114 dipidana penjara paling lama 5(lima) tahun dan dendan
paling banyak Rp. 500.000.000.00 (lima ratus juta rupiah);
(2) Setiap
orang yang dengan sengaja melanggar kawasan tanpa rokok sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 115 dipidana dendan banyak Rp. 50.000.000.00 (lima puluh juta
rupiah)
Pasal 200
Setiap
orang yang dengan sengaja mengalangi program pemberian air susu ibu eksiklusif
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 128 ayat (2) dipidana Penjara paling lama 1 (satu) tahun dan denda
paling banyak Rp. 100.000.000.00 (seratus juta rupiah)
Pasal 201
(1) Dalam
hal tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 190 ayat (1) Pasal 191, dan
Pasal 196, Pasal 197, Pasal 198, Pasal 199, dan Pasal 200 dilakukan oleh
korporasi, selain pidana yang dapat diajukan terhadap pengurusnya, pidana yang
dapat dijatuhkan terhadap korporasi berupa pidana denda dengan pemberatan 3
(tiga) kali dari pidana denda sebagaimana diaksud dalam Pasal 190 ayat (1),
Pasal 191, Pasal 192, Pasal 196, Pasal 197, Pasal 198, Pasal 199, dan Pasal
200.
(2) Selain
pidana denda sebagaimana dimaksud pada ayat (1) korporasi dapat dijatuhi pidana
tambah berupa :
a. Pencabutan
izin usaha; dan /atau
b. Pencabutan
status badan hokum.
BAB XXI
KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 202
Peraturan
Perundang – undang sebagai pelaksanaan Undang – undang ini ditetapkan paling
lambat 1 (satu) tahun sejak tanggal pengudangan undang – undang ini.
Pasal 203
Pada
saat Undang – undang ini berlaku, semua peraturan pelaksanaan Undang – undang
Nomor 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan dinyatakan masih tetap berlaku sepanjang
tidak bertentangan dengan ketentuan dalam Undang – undang ini.
BAB XXII
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 204
Pada
saat Undang – undang ini berlaku, Undang – undang Nomor 23 tahun 1992 tentang
Kesehatan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1992 Nomor 100, Tambahan
Lembaran Negara republic Indonesia Tahun Nomor 3495) disebut dan dinyatakan
tidak berlaku
BAB
III
PENUTUP
3.1
Kesimpulan
Setiap orang berkewajiban untuk ikut serta dalam
memelihara dan meningkatkan derajat kesehatan perseorangan, keluarga dan
lingkungan. Untuk mencapai kesehatan yang optimal perlu sekali adanya upaya
Peningkatan kesehatan, pencegahan penyakit, penyembuhan penyakit dan pemulihan
kesehatan secara berkesinambungan.
3.2
Saran
Semoga dalam penulisan masalah ini dapat berguna
bagi penulis khususnya, dan bagi pembaca mungkin dalam penyususnan makalah ini
penulis masih banyak kekurangan karena keterbatasan ruang lingkup, waktu,
situasi kondisi dan ilmu yang penulis miliki. Untuk itu penulis mengharapkan
kritik dan saran yang sifatnya membangun demi perbaikan penulis makalah ini di
masa yang akan dating, jadi setiap manusia hendaknya bersyukur atas segala
rahmat Allah SWT.
DAFTAR PUSTAKA
Undang
– undang RI Nomor 36 Tahun 2009 Terntang Kesehatan
Http://www.nuuraqso.blogspot.com
KATA
PENGANTAR
Assalamu’alaikum
Wr.Wb........
Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan
rakhmat dan hidayah-Nya sehinggga kami dapat menyelesaikan makalah ini dengan
baik. Tak lupa shalawat serta salam senantiasa tercurah kepada Nabi Muhamad SAW
beserta para sahabat dan pengikutnya.
Kami menyadari makalah ini masih jauh dari sempurna,
karena keterbatasan pengetahuan kami. Oleh karena itu dengan segala kerendahan
hati kami mengharapkan kritik dan saran dari semua pihak demi kesempurnaan
makalah ini. Semoga makalah yang sederhana ini dapat bermanfaat dan memberi
pengetahuan kepada para pembaca.
Wassalamu’alaikum
Wr.Wb.......
Indramayu, Desember 2013
Penyusun
|
DAFTAR
ISI
Kata Pengantar............................................................................................. i
Daftar Isi...................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang........................................................................ 1
1.2
Tujuan Penulisan..................................................................... 2
BAB II PEMBAHASAN
2.1 Ketentuan Umum.................................................................... 3
BAB III PENUTUP
3.1 Kesimpulan............................................................................. 20
3.2 Saran....................................................................................... 20
DAFTAR
PUSTAKA
|
0 comments:
Post a Comment