BAB
I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Kesehatan telah
menjadi kebutuhan utama bagi setiap manusia di dunia dalam menjalankan
aktivitas hidup. Berdasarkan pengertiannya bahawa keadaan sehat merupakan
kondisi dimana seorang, sejahtera secara fisik, mental dan sosial yang
memungkinkan hidup produktif secara sosial dan ekonomi. Artinya apabila salah
satu dari ketiga unsur tersebut tidak dalam kondisi yang baik (dengan kata lain sehat) maka akan timbul suatu
masalah atau gangguan kesehatan. Hal ini akan sangat merugikan penderita karena
akan menurunkan produktifitas terhadap kehidupan pribadi dan negaranya. Dengan demikian perlu
adanya suatu usaha-usaha untuk meningkatkan derajat kesehatan.
Menanggapi hal
tersebut, Hippocrates (460-377 SM) muncul sebagai Bapak kedokteran yang
menangani kasus kejadian sakit yang menitik beratkan pada kuratif atau metode
pengobatan dan penyembuhan. Penyembuhan ini dilakukan setelah terjadi insiden
sakit. Akan tetapi setelah perkembangan zaman, penyembuhan melalui bidang
kedokteran saja tidak cukup berhasil dalam menyelesaikan masalah kesehatan di
masyarakat. Setelah itu muncullah metode preventif yang mengedepankan
upaya-upaya pencegahan penyakit. Hal ini dilakukan karena berdasarkan ilmu
Epidemiologi atau ilmu pengetahuan yang mengenai distribusi, frekuensi dan
determinan masalah kesehatan yang terjadi di masyarakt serta aplikasinya dalam
memecahkan masalah kesehatan masyarakat.
Bidang
epidemiologi lebih fokus pada pencegahan dan pengendalian penyakit bukan pada
teknik pengobatan sekunder dan tersier yang ada dalam ilmu pengobatan
tradisional. Pengertian
pencegahan secara umum adalah mengambil tindakan terlebih dahulu sebelum
kejadian. Dalam mengambil langkah-langkah pencegahan, haruslah didasarkan pada
data atau keterangan yang bersumber dari hasil analisis dari epidemiologi.
Pencegahan penyakit berkembang secara terus menerus dan pencegahan tidak
hanya ditujukan pada penyakit infeksi saja, tetapi pencegahan penyakit
non-infeksi, seperti yang dianjurkan oleh James Lind yaitu makanan sayur dan
buah segar untuk mencegah penyakit scorbut. Bahkan pada saat ini pencegahan
dilakukan pada fenomena non-penyakit seperti pencegahan terhadap ledakan
penduduk dengan keluarga berencana.
Usaha pencegahan penyakit secara umum dikenal berbagai strategi
pelaksanaan yang tergantung pada jenis, sasaran serta tingkat pencegahan. Dalam
strategi penerapan ilmu kesehatan masyarakat dengan prinsip tingkat pencegahan
seperti tersebut di atas, sasaran kegiatan diutamakan pada peningkatan derajat
kesehatan individu dan masyarakat, perlindungan terhadap ancaman dan
gangguan kesehatan, penanganan dan pengurangan gangguan serta masalah
kesehatan, serta usaha rehabilisasi lingkungan.
Tujuan pencegahan penyakit adalah menghalangi
perkembangan penyakit dan kesakitan sebelum sempat berlanjut. Sehingga
diharapkan upaya pencegahan penyakit ini mampu menyelesaikan masalah kesehatan
di masyarakat dan menghasilkan derajat kesehatan yang setinggi-tingginya.
B.
Tujuan
Berdasarkan
permasalahan yang telah terpapar diatas maka tujuan pembuatan makalah ini
adalah untuk menambah pengetahuan mengenai pencegahan penyakit dan memahami
tingkatan pencegahan serta memahami bagaimana cara dan upaya pencegahan
penyakit.
BAB
II
PEMBAHASAN
Epidemiologi
merupakan ilmu dasar pencegahan dengan sasaran utama adalah mencegah dan
menanggulangi penyakit dalam masyarakat. Secara umum, pencegahan yaitu
mengambil tindakan terlebih dahulu sebelum kejadian. Tujuan utama pencegahan
penyakit adalah menghalangi perkembangan penyakit dan kesakitan sebelum sempat
berlanjut kearah yang lebih parah. Konsep pencegahan meluas, mencakup
langkah-langkah untuk mengganggu atau memperlambat penyakit atau kelainan.
2.1 Pengertian Pencegahan
Pencegahan adalah mengambil suatu tindakan yang diambil
terlebih dahulu sebelum kejadian, dengan didasarkan pada data/keterangan yang
bersumber dari hasil analisis epidemiologi atau hasil pengamatan/penelitian
epidemiologi (Nasry, 2006). Pencegahan merupakan komponen yang paling penting
dari berbagai aspek kebijakan publik (sebagai contoh pencegahan kejahatan,
pencegahan penyalahgunaan anak, keselamatan berkendara), banyak juga yang
berkontribusi secara langsung maupun tidak langsung untuk kesehatan. Konsep
pencegahan adalah suatu bentuk upaya sosial untuk promosi, melindungi, dan
mempertahankan kesehatan pada suatu populasi tertentu (National Public Health
Partnership, 2006).
2.2
Tingkat
pencegahan
Salah satu kegunaan pengetahuan tentang riwayat alamiah
penyakit adalah untuk dipakai dalam merumuskan dan melakukan upaya pencegahan.
Artinya, dengan mengetahui perjalanan penyakit dari waktu ke waktu serta
perubahan yang terjadi di setiap masa/fase tersebut, dapat dipikirkan
upaya-upaya pencegahan apa yang sesuai dan dapat dilakukan sehingga penyakit
itu dapat dihambat perkembangannya sehingga tidak menjadi lebih berat, bahkan
dapat disembuhkan. Upaya pencegahan yang dapat dilakukan akan sesuai dengan
perkembangan patologis penyakit itu dari waktu ke waktu, sehingga upaya
pencegahan itu di bagi atas berbagai tingkat sesuai dengan perjalanan penyakit.
Dalam
epidemiologi dikenal ada empat tingkat utama pencegahan penyakit, yaitu:
1.
Pencegahan tingkat awal (Priemodial Prevention)
2.
Pencegahan tingkat pertama (Primary Prevention)
3.
Pencegahan tingkat kedua (Secondary Prevention)
4.
Pencegahan tingkat ketiga (Tertiary Prevention)
Pencegahan tingkat awal dan pertama berhubungan dengan
keadaan penyakit yang masih dalam tahap prepatogenesis, sedangkan pencegahan
tingkat kedua dan ketiga sudah berada dalam keadaan pathogenesis atau penyakit
sudah tampak. Bentuk-bentuk upaya pencegahan yang dilakukan pada setiap tingkat
itu meliputi 5 bentuk upaya pencegahan sebagai berikut :
1.
Pencegahan tingkat awal (primodial prevention)
·
Pemantapan
status kesehatan (underlying condition)
2.
Pencegahan tingkat pertama (Primary Prevention)
·
Promosi
kesehatan (health promotion)
·
Pencegahan
khusus
3.
Pencegahan tingkat kedua (Secondary Prevention)
·
Diagnosis
awal dan pengobatan tepat (early diagnosis and prompt treatment)
·
Pembatasan
kecacatan (disability limitation)
4.
Pencegahan tingkat ketiga (Tertiary Prevention)
·
Rehabilitasi
(rehabilitation)
Tingkat pencegahan dan kelompok targetnya menurut fase
penyakit
Tingkat pencegahan
|
Fase penyakit
|
Kelompok target
|
Primordial
|
Kondisi
normal kesehatan
|
Populasi
total dan kelompok terpilih
|
Primary
|
Keterpaparan
factor penyebab khusus
|
Populasi
total dan kelompok terpilih dan individu sehat
|
Secondary
|
Fase
patogenesitas awal
|
Pasien
|
Tertiary
|
Fase
lanjut (pengobatan dan rehabilitasi)
|
Pasien
|
Sumber : Beoglehole, WHO 1993
Hubungan kedudukan riwayat perjalanan penyakit, tingkat
pencegahan dan upaya pencegahan
Riwayat penyakit
|
Tingkat pencegahan
|
Upaya pencegahan
|
Pre-patogenesis
|
Primordial
prevention
Primary
prevention
|
Underlying
condition
Health
promotion
Specific
protection
|
Patogenesis
|
Secondary
prevention
Tertiary
prevention
|
Early
diagnosis and prompt treatment
Disability
limitation
Rehabilitation
|
Sumber : Beoglehole, WHO 1993
Salah satu teori
public health yang berkaitan dengan pencegahan timbulnya penyakit dikenal
dengan istilah 5 Level Of Prevention
Against Diseases. Leavel dan Clark dalam bukunya Preventive Medicine For The Doctor In His Community mengemukakan
adanya dua tingkatan dalam proses pencegahan terhadap timbulnya suatu penyakit.
Kedua tingkatan utama tersebut meliputi hal-hal sebagai berikut :
1)
Fase sebelum sakit
Fase
pre-pathogenesis dengan tingkat
pencegahan yang disebut pencegahan primer (primary
prevention). Fase ini ditandai dengan adanya keseimbangan antara agent (kuman penyakit/ penyebab), host (pejamu) dan environtment (lingkungan).
2)
Fase selama proses sakit
Fase
pathogenesis, terbagi dalam 2
tingkatan pencegahan yang disebut pencegahan sekunder (secondary prevention) dan pencegahan tersier (tertiary prevention). Fase
ini dimulai dari pertama kali seorang terkena sakit yang pada akhirnya memiliki
kemungkinan sembuh atau mati.
Pada dasarnya
ada 4 tingkat pencegahan penyakit secara umum, yakni pencegahan tingkat dasar (primordial prevention), pencegahan tingkat
pertama (primary prevention) yang
meliputi promosi kesehatan dan pencegahan khusus, pencegahan tingkat kedua (secondary prevention) yang meliputi
diagnosis dini serta pengobatan yang tepat, dan pencegahan tingkat ketiga (tertiary prevention) yang meliputi
pencegahan terhadap terjadinya cacat dan terakhir adalah rehabilitasi. Keempat
tingkat pencegahan tersebut saling berhubungan erat sehingga dalam
pelaksanaannya sering dijumpai keadaan yang tumpang tindih.
1.
Pencegahan tingkat Dasar (Primordial Prevention)
Pencegahan
tingkat dasar merupakan usaha mencegah terjadinya risiko atau mempertahankan
keadaan risiko rendah dalam masyarakat terhadap penyakit secara umum.
Tujuan primordial prevention ini adalah untuk menghindari
terbentuknya pola hidup social-ekonomi dan cultural yang mendorong peningkatan
risiko penyakit . upaya ini terutama sesuai untuk ditujukan kepada masalah
penyakit tidak menular yang dewasa ini cenderung menunjukan
peningkatannya.
Pencegahan ini
meliputi usaha memelihara dan mempertahankan kebiasaan atau pola hidup yang
sudah ada dalam masyarakat yang dapat mencegah meningkatnya risiko terhadap
penyakit dengan melestarikan pola atau kebiasaan hidup sehat yang dapat
mencegah atau mengurangi tingkat risiko terhadap penyakit tertentu atau terhadap
berbagai penyakit secara umum. Contohnya seperti memelihara cara makan,
kebiasaan berolahraga, dan kebiasaan lainnya dalam usaha mempertahankan tingkat
risiko yang rendah terhadap berbagai penyakit tidak menular.
Selain itu
pencegahan tingkat dasar ini dapat dilakukan dengan usaha mencegah timbulnya
kebiasaan baru dalam masyarakat atau mencegah generasi yang sedang tumbuh untuk
tidak melakukan kebiasaan hidup yang dapat menimbulkan risiko terhadap berbagai
penyakit seperti kebiasaan merokok, minum alkhohol dan sebagainya. Sasaran
pencegahan tingkat dasar ini terutama kelompok masyarakat usia muda dan remaja
dengan tidak mengabaikan orang dewasa dan kelompok manula. Dengan demikian, dapat dikatakan
bahwa pencegahan awal ini diarahkan kepada mempertahankan kondisi dasar atau
status kesehatan masyarakat yang bersifat positif yang dapat mengurangi
kemungkinan suatu penyakit atau factor risiko dapat berkembang atau memberikan
efek patologis. Factor-faktor itu tampaknya banyak bersifat social atau berhubungan
dengan gaya hidup atau pola makan. Upaya awal terhadap tingkat pencegahan
primordial ini merupakan upaya mempertahankan kondisi kesehatan yang positif
yang dapat melindungi masyarakat dari gangguan kondisi kesehatan yang sudah
baik. Dari uraian diatas dapat dimengerti
bahwa usaha pencegahan primordial ini sering kali disadari pentingnya apabila
sudah terlambat. Oleh karena itu, epidemiologi sangat penting dalam upaya
pencegahan penyakit.
2.
Pencegahan Tingkat Pertama (Primary Prevention)
Pencegahan tingkat pertama merupakan
upaya untuk mempertahankan orang yang sehat agar tetap sehat atau mencegah
orang yang sehat menjadi sakit (Eko budiarto, 2001). Pencegahan tingkat pertama (primary
prevention) dilakukan dengan dua cara : (1) menjauhkan agen agar tidak dapat
kontak atau memapar penjamu, dan (2) menurunkan kepekaan penjamu. Intervensi
ini dilakukan sebelum perubahan patologis terjadi (fase prepatogenesis). Jika
suatu penyakit lolos dari pencegahan primordial, maka giliran pencegahan
tingkat pertama ini digalakan. Kalau lolos dari upaya maka penyakit itu akan
segera dapat timbul yang secara epidemiologi tercipta sebagai suatu penyakit
yang endemis atau yang lebih berbahaya kalau tumbuldalam bentuk KLB.
Pencegahan
tingkat pertama merupakan suatu usaha pencegahan penyakit melalui usaha-usaha
mengatasi atau mengontrol faktor-faktor risiko dengan sasaran utamanya orang
sehat melalui usaha peningkatan derajat kesehatan secara umum (promosi
kesehatan) serta usaha pencegahan khusus terhadap penyakit tertentu. Tujuan pencegahan
tingkat pertama adalah mencegah agar penyakit tidak terjadi dengan
mengendalikan agent dan faktor determinan. Pencegahan tingkat pertama ini
didasarkan pada hubungan interaksi antara pejamu (host), penyebab (agent
atau pemapar), lingkungan (environtment)
dan proses kejadian penyakit.
Pejamu (host) :
|
perbaikan
status gizi, status kesehatan dan pemberian imunisasi.
|
Penyebab (agent) :
|
menurunkan
pengaruh serendah mungkin seperti dengan
penggunaan desinfeksi, pasteurisasi, sterilisasi, penyemprotan
insektisida yang dapat memutus rantai penularan.
|
Lingkungan (environment):
|
perbaikan
lingkungan fisik yaitu dengan perbaikan air bersih, sanaitasi lingkungan dan
perumahan.
|
Usaha pencegahan
penyakit tingkat pertama secara garis besarnya dapat dibagi dalam usaha
peningkatan derajat kesehatan dan usaha pencegahan khusus. Usaha peningkatan
derajat kesehatan (health promotion)
atau pencegahan umum yakni meningkatkan derajat kesehatan perorangan dan
masyarakat secara optimal, mengurangi peranan penyebab dan derajat risiko serta
meningkatkan lingkungan yang sehat secara optimal. contohnya makan makanan
bergizi seimbang, berperilaku sehat, meningkatkan kualitas lingkungan untuk
mencegah terjadinya penyakit misalnya, menghilangkan tempat berkembang biaknya
kuman penyakit, mengurangi dan mencegah polusi udara, menghilangkan tempat
berkembang biaknya vektor penyakit misalnya genangan air yang menjadi tempat
berkembang biaknya nyamuk Aedes atau
terhadap agent penyakit seperti
misalnya dengan memberikan antibiotic untuk membunuh kuman.
Adapun usaha
pencegahan khusus (specific protection)
merupakan usaha yang ter-utama ditujukan kepada pejamu dan atau pada penyebab
untuk meningkatkan daya tahan maupun untuk mengurangi risiko terhadap penyakit
tertentu. Contohnya yaitu imunisasi atau proteksi bahan industry berbahaya dan
bising, melakukan kegiatan kumur-kumur dengan larutan Flour untuk mencegah
terjadinya karies pada gigi. Sedangkan terhadap kuman penyakit misalnya mencuci
tangan dengan larutan antiseptic sebelum operasi untuk mencegah infeksi,
mencuci tangan dengan sabun sebelum makan untuk mencegah penyakit diare. Terdapat
dua macam strategi pokok dalam usaha pencegahan primer, yakni : (1) strategi
dengan sasaran populasi secara keseluruhan dan (2) strategi dengan sasaran
hanya terbatas pada kelompok risiko tinggi. Strategi pertama memiliki sasaran
lebih luas sehingga lebih bersifat radikal, memiliki potensi yang besar pada
populasi dan sangat sesuai untuk sasaran perilaku. Sedangkan pada strategi
kedua, sangat mudah diterapkan secara individual, motivasi subjek dan pelaksana
cukup tinggi serta rasio antara manfaat dan tingkat risiko cukup baik.
Pencegahan
pertama dilakukan pada masa sebelum sakit yang dapat berupa :
a)
Penyuluhan kesehatan yang intensif.
b)
Perbaikan gizi dan penyusunan pola menu
gizi yang adekuat.
c)
Pembinaan dan pengawasan terhadap
pertumbuhan balita khususnya anak-anak, dan remaja pada umumnya.
d)
Perbaikan perumahan sehat.
e)
Kesempatan memperoleh hiburan yang sehat
untuk memungkinkan pengembangan kesehatan mental maupu sosial.
f)
Nasihat perkawinan dan pendidikan seks
yang bertanggung jawab.
g)
Pengendalian terhadap faktor lingkungan
yang dapat mempengaruhi timbulnya suatu penyakit.
h)
Perlindungan terhadap bahaya dan
kecelakaan kerja.
Pencegahan
primer merupakan upaya terbaik karena dilakukan sebelum kita jatuh sakit dan
ini adalah sesuai dengan “konsep sehat” yang kini dianut dalam kesehatan
masyarakat modern.
3.
pencegahan tingkat kedua (secondary prevention)
Sasaran utama pada mereka yang baru
terkena penyakit atau yang terancam akan menderita penyakit tertentu melalui
diagnosis dini untuk menemukan status patogeniknya serta pemberian pengobatan
yang cepat dan tepat. Tujuan utama pencegahan tingkat kedua ini, antara lain
untuk mencegah meluasnya penyakit menular dan untuk menghentikan proses
penyakit lebih lanjut, mencegah komplikasi hingga pembatasan cacat. Usaha
pencegahan penyakit tingkat kedua secara garis besarnya dapat dibagi dalam
diagnosa dini dan pengobatan segera (early
diagnosis and promt treatment) serta pembatasan cacat.
Tujuan utama dari diagnosa dini
ialah mencegah penyebaran penyakit bila penyakit ini merupakan penyakit
menular, dan tujuan utama dari pengobatan segera adalah untuk mengobati dan
menghentikan proses penyakit, menyembuhkan orang sakit dan mencegah terjadinya
komplikasi dan cacat. Cacat yang terjadi diatasi terutama untuk mencegah
penyakit menjadi berkelanjutan hingga mengakibatkan terjadinya kecacatan yang
lebih baik lagi.
Salah
satu kegiatan pencegahan tingkat kedua adalah menemukan penderita secara aktif
pada tahap dini. Kegiatan ini meliputi : (1) pemeriksaan berkala pada kelompok
populasi tertentu seperti pegawai negeri, buruh/ pekerja perusahaan tertentu,
murid sekolah dan mahasiswa serta kelompok tentara, termasuk pemeriksaan
kesehatan bagi calon mahasiswa, calon pegawai, calon tentara serta bagi mereka
yang membutuhkan surat keterangan kesehatan untuk kepentingan tertentu ; (2)
penyaringan (screening) yakni
pencarian penderita secara dini untuk penyakit yang secara klinis belum tampak
gejala pada penduduk secara umum atau pada kelompok risiko tinggi ; (3)
surveilans epidemiologi yakni melakukan pencatatan dan pelaporan sacara teratur
dan terus-menerus untuk mendapatkan keterangan tentang proses penyakit yang ada
dalam masyarakat, termasuk keterangan tentang kelompok risiko tinggi. Selain
itu, pemberian pengobatan dini pada mereka yang dijumpai menderita atau
pemberian kemoprofilaksis bagi mereka yang sedang dalam proses patogenesis
termasuk mereka dari kelompok risiko tinggi penyakit menular tertentu.
4.
pencegahan tingkat ketiga (tertiary prevention)
Pencegahan
pada tingkat ketiga ini merupakan pencegahan dengan sasaran utamanya adalah
penderita penyakit tertentu, dalam usaha mencegah bertambah beratnya penyakit
atau mencegah terjadinya cacat serta program rehabilitasi. Tujuan utamanya
adalah mencegah proses penyakit lebih lanjut, seperti pengobatan dan perawatan
khusus penderita kencing manis, tekanan darah tinggi, gangguan saraf dan
lain-lain serta mencegah terjadinya cacat maupun kematian karena penyebab tertentu,
serta usaha rehabilitasi. Rehabilitasi merupakan usaha pengembalian fungsi
fisik, psikologis dan sosial seoptimal mungkin yang meliputi rehabilitasi
fisik/medis (seperti pemasangan protese), rehabilitasi mental (psychorehabilitation) dan rehabilitasi
sosial, sehingga setiap individu dapat menjadi anggota masyarakat yang
produktif dan berdaya guna.
Metode
Determinan Penyakit
2.3 Determinan Intrinsik Penyakit
Determinan
Faktor Intrinsik pada Penyakit erat hubungan dengan Segitiga Epidemiologi yang
dikemukakan oleh Gordon dan La Richt (1950) dalam Timreck (2004), yang
menyebutkan bahwa timbul atu tidaknya penyakit pada organisme dipengaruhi oleh
tiga faktor, yaitu host, agent dan environment. Gordon dan La Richt
mengemukakan bahwa :
a. Penyakit
timbul karena ketidakseimbangan antara agent (penyebab) dan host (organisme
hidup)
b. Keadaan
keseimbangan bergantung pada sifat alami dan karakteristik agent dan host (baik
individu maupun kelompok)
c. Karakteristik
agent dan host akan mengadakan interaksi, dalam interaksi tersebut akan
berhubungan langsung pada keadaan alami pada lingkungan (lingkungan sosial,
fisik, ekonomi dan biologis
1. Determinan
agen
Agen penyakit
dapat berupa benda hidup atau mati dan faktor mekanis. kadang-kadang, untuk
penyakit tertentu, penyebabnya tidak diketahui seperti penyakit ulkus peptiku,
coronaryheart diseases, dan lain-lain. Menurut Bustan (2006), Agen penyakit
dapat diklasifikasikan menjadi lima kelompok yaitu:
1. Agen Biologis
Virus, bakteri,
fungi, riketsia, protozoa, dan metazoan.
2. Agen Nutrisi
Protein, lemak,
karbohidrat, vitamin, mineral, dan air.
3. Agen Fisik
Panas, radiasi,
dingin, kelembaban, tekanan.
4. Agen Kimiawi
Dapat bersifat
endogenous seperti asidosis, diabetes (hiperglikimia), uremia, dan eksogenous
seperti zat kimia, allergen, gas, debu, dan lain-lain.
5. Agen Mekanis
Gesekan,
benturan, pukulan yang dapat menimbulkan kerusakan jaringan tubuh.
2.4 Agen
Proses
Perjalanan suatu penyakit bermula dari adanya gangguan keseimbangan antara agen
penyakit, host dan lingkungan, sehingga menimbulkan gejala penyakit. Agen
penyakit merupakan faktor awal proses terjadinya penyakit, sehingga faktor agen
penyakit ini merupakan hal yang sangat penting untuk dipelajari, agar setiap
organisme dapat melakukan pencegahan lebih awal terhadap timbulnya suatu
penyakit.
Menurut Rajab
(2009), menyebutkan bahwa ukuran yang menunjukkan kemampuan agen penyakit untuk
mempengaruhi riwayat alamiah penyakit sebagai berikut: (1) infektivitas, (2)
patogenesitas, dan (3) virulensi.
1. Infektivitas
: kemampuan agen penyakit untuk menyebabkan terjadinya infeksi. Dihitung dari
jumlah individu yang terinfeksi dibagi dengan jumlah individu yang terpapar.
2. Patogenesitas
: kemampuan agen penyakit untuk menyebabkan penyakit klinis. Dihitung dari
jumlah kasus klinis dibagi dengan jumlah individu yang terinfeksi.
3. Virulensi :
kemampuan penyakit untuk menyebabkan kematian. Indikator ini menunjukkan
kemampuan agen infeksi menyebabkan keparahan (severety) penyakit. Dihitung dari
jumlah kasus yang mati dibagi dengan jumlah kasus klinis
2.5 Hubungan antara infeksi dengan penyakit
Menurut
Bustan (2006), mengemukan bahwa Infeksi dan penyakit mempunyai hubungan satu
sama lain disebut juga sebuah proses interaksi. Proses terjadinya penyakit
disebabkan adanya interaksi antara agen yang merupakan faktor penyebab
penyakit, manusia sebagai penjamu atau lebih dikenal dengan Host, dan faktor
lingkungan yang mendukung proses interaksi.
Selanjutnya
Bustan (2007), mengemukan bahwa Proses interaksi ini dapat terjadi secara
individu atau kelompok, karena adanya mikroorganisme yang kontak baik secara
langsung maupn tidak secara langsung dengan manusia sebagai penjamu yang
rentan, daya tahan tubuh yang rendah dan lingkungan yang tidak sehat yang
menyebabkan sakit pada host.
Pada sebuah
penelitian tentang kesehatan anak, Mubarak, dkk (1995) mengemukakan bahwa,
Infeksi mempunyai konstribusi terhadap defisiensi energi, protein dan zat gizi
lainnya karena menurunnya nafsu makan sehingga asupan makan menjadi berkurang.
Kebutuhan energi pada saat infeksi bisa mencapai dua kali dari kebutuhan normal
karena meningkatnya kebutuhan metabolisme basal.
Dalam riwayat
alamiah penyakit infeksi, proses terjadinya infeksi, penyakit klinis, maupun
kematian dari suatu penyakit tergantung dari berbagai determinan, baik
intrinsik maupun ekstrinsik, yang mempengaruhi penjamu maupun agen kausal.
Tergantung tingkat kerentanan (atau imunitas), individu sebagai penjamu yang
terpapar oleh agen kausal dapat tetap sehat, atau mengalami infeksi (jika
penyakit infeksi) dan mengalami perubahan patologi yang ireversibel.
Dalam
epidemiologi penyakit infeksi, individu yang terpapar belum tentu terinfeksi.
Hanya jika agen kausal penyakit infeksi terpapar pada individu lalu memasuki
tubuh dan sel (cell entry), lalu melakukan multiplikasi dan maturasi, dan
menimbulkan perubahan patologis yang dapat dideteksi secara laboratoris atau
terwujud secara klinis, maka individu tersebut dikatakan mengalami infeksi.
1.3. Metode
Transmisi/Penularan Agen Penyakit
Ketiga faktor (
Host, Agen dan Lingkungan ) terus menerus dalam keadaan berinteraksi satu sama
lain. Bila interaksi seimbang terciptalah keadaan sehat, bila terjadi gangguan
kesimbangan, muncul penyakit.
Menurut Chandra
(2009), mengemukakan bahwa masuknya agent (bibit penyakit) yang dapat
menimbulkan penyakit pada host disebabkan oleh agent melalui beberapa macam
jalur penularan, sebagai berikut :
1. Inhalasi :
Yaitu masuknya
agent dengan perantaraan udara (air borne transmission). Misalnya, terhirup
zat-zat kimia berupa gas, uap, debu, mineral, partikel (golongan a-biotik) atau
berupa kontak dengan penderita TB (golongan biotik).
2. Ditelan :
Yaitu masuknya
agent melalui saluran pencernaan dengan cara memakan atau tertelan. Misalnya
minuman keras, obat-obatan, keracunan logam berat.
3. Melalui Kulit
:
Yaitu masuknya
agent melalui kontak langsung dengan kulit. Misalnya keracunan oleh bahan
kosmetika tumbuh-tumbuhan dan binatang.
2. Determinan
Host
Menurut Rajab
(2009), dijelaskan bahwa faktor pejamu (host) adalah semua faktor yang terdapat
pada manusia yang dapat mempengaruhi timbulnya suatu perjalanan penyakit. Host
erat hubungannya dengan manusia sebagai makhluk biologis dan manusia makhluk
sosial sehingga manusia dalam hidupnya mempunyai dua keadaan dalam timbulnya
suatu penyakit yaitu manusia kemungkinan terpajan dan kemungkinan
rentan/resisten.
Faktor-faktor
yang memegang peranan penting dalam proses kejadian penyakit pada pejamu (host)
adalah sebagai berikut :
1. Faktor
Keturunan. Ada beberapa penyakit keturunan yang dapat ditularkan dari kedua
orang tua (misalnya penyakit asma dan diabetes mellitus).
2. Mekanisme
Kekebalan Tubuh/Imunitas. Daya tahan tubuh seseorang tidaklah sama, namun
faktor imunitas sangat berperan dalam proses terjadinya penyakit. Imunitas
dibagi dalam beberapa kategori, yaitu : Imunitas alamiah, Imunitas didapat dan
Kekebalan kelompok.
3. Usia
4. Jenis Kelamin
5. Ras
6. Sosial
ekonomi
7. Status
Perkawinan
8. Penyakit
Terdahulu
9. Nutrisi
2.8 Determinan Ekstrinsik Penyakit
Determinan
Faktor Ekstrinsik pada Penyakit adalah faktor ketiga atau semua faktor luar
dari suatu individu yang dapat berupa lingkungan fisik, biologik dan sosial
sebagai penunjang terjadinya penyakit. Faktor ini disebut juga faktor
ekstrinsik.
1. Iklim
Penularan
beberapa penyakit menular sangat dipengaruhi oleh faktor iklim. Menurut
Brisbois, dkk (2010), menyebutkan bahwa Parasit dan vektor penyakit sangat peka
terhadap faktor iklim, khususnya suhu, curah hujan, kelembaban, permukaan air,
dan angin.2 Begitu juga dalam hal distribusi dan kelimpahan dari organisme
vektor dan host intermediate. Penyakit yang tersebar melalui vektor (vector
borne disease) seperti malaria dan Demam Berdarah Dengue (DBD) perlu diwaspadai
karena penularan penyakit seperti ini akan makin meningkat dengan perubahan
iklim. Di banyak negara tropis penyakit ini merupakan penyebab kematian utama.
Iklim dapat berpengaruh terhadap pola penyakit infeksi
karena agen penyakit baik virus, bakteri atau parasit, dan vekor bersifat
sensitif terhadap suhu, kelembaban, dan kondisi lingkungan ambien lainnya.
Selain itu, WHO juga menyatakan bahwa penyakit yang ditularkan melalui nyamuk
seperti DBD berhubungan dengan kondisi cuaca yang hangat. (Sitorus, 2003)
2. Tanah
Tanah adalah
merupakan lingkungan biologis semua makluk hidup yang berada disekitar manusia
yaitu flora dan fauna, termasuk juga manusia. Misalnya, wilayah dengan flora
yang berbeda akan mempunyai pola penyakit yang berbeda. Faktor ini adalah
faktor yang baik untuk tumbuh dan berkembangnya bakteri dan virus sebagai
penyebab sakit.
3. Peran Manusia
Tahap ini
digambarkan sebagai interaksi manusia dengan lingkungan, dimana suatu keadaan
terpengaruhnya manusia secara langsung oleh lingkungannya dan terjadi pada saat
pra-patogenesis (Periode sebelum manusia sakit terdapat interaksi antara
faktor-faktor host, agent dan environment yang berlangsung terus menerus) suatu
penyakit, misalnya udara dingin, hujan dan kebiasaan membuat/menyediakan
makanan. Akibatnya faktor tersebut akan mempengaruhi agen penyakit, host dan
lingkungan secara serentak, sehingga akan mempengaruhi agen penyakit untuk
masuk ke dalam tubuh manusia, misalnya pencemaran air sumur oleh kotoran
manusia yang akan menyebabkan muntaber (Rajab, 2009).
2.8. GAMBARAN
KEJADIAN PENYAKIT PADA POPULASI
Perkembangan
alamiah suatu penyakit penting artinya untuk menggambarkan perjalanan suatu
penyakit, terutama yang berkaitan dengan perkembangan penyakit yang berhubungan
dengan keadaan waktu, tempat, dan orang. Maka akan dapat dilakukan berbagai
upaya untuk mencegah atau menghentikan perjalanan penyakit tersebut.
Semua individu yang berisiko terhadap
penyakit/kejadian yang diteliti di dalam suatu kelompok yang diteliti.
Contohnya untuk mengukur kejadian penyakit mastitis, population at risk adalah
sapi betina produktif, sedangkan sapi jantan, pedet dan sapi betina yang tidak
produktif tidak termasuk ke dalamnya karena tidak berisiko terkena mastitis.
Dengan mengetahui faktor – faktor resiko yang
dilakukan dalam penyelidikan epidemiologi, maka dapat direncanakan program
pengembangan pemberantasan penyakit dan usaha–usaha penaggulangan masalah
kesehatan secara keseluruhan.
1. Diagnosis
Penyakit
Dewasa ini
berkembang berbagai macam gangguan kesehatan atau penyakit, baik penyakit
menular maupun penyakit tidak menular. Misalnya saja penyakit menular. Penyakit
menular dapat saja menjadi kejadian luar biasa atau wabah dalam suatu
masyarakat di suatu daerah karena banyak sekali faktor-faktor yang mempengaruhi
penyebaran atau penularan suatu penyakit sehingga menjadi suatu kejadian luar
biasa. Adanya kejadian luar biasa menjadikan banyak dinas kesehatan di berbagai
daerah kewalahan dalam menghadapi hal ini. Oleh sebab itu diadakanlah suatu
penyelidikan dan pengumpulan data dengan berbagai tujuan yang dapat diperoleh
dan dapat menyelesaikan fenomena yang dihadapi. Diagnosis penyakit dilakukan untuk mendeteksi suatu
penyakit, untuk memberikan gambaran menyeluruh tentang penyakit yang ada di
masyarakat, agar masyarakat dapat segera diobati dan tidak menjadi kronis apalagi
menular (Chandra, 2009) Pengetahuan
tentang diagnosis penyakit tersebut pada sebuah populasi berguna untuk
menciptakan lingkungan fisik, sosial, ekonomi, kultural, politik, yang dapat
meningkatkah status kesehatan dan kesejahteraan populasi secara keseluruhan.
2. Distribusi
kejadian penyakit pada waktu dan daerah tertentu
Distribusi
penyakit adalah penyebaran penyakit pada sebuah populasi atau daerah tertentu.
Distribusi penyebaran penyakit ini harus dianalisa secara seksama tentang siapa
yang terjangkit, kapan terjadinya dan dimana terjadinya penyakit tersebut
(Rajab, 2009). Selanjutnya,
Rajab, 2009 menggambarkan bahwa seseorang dapat sakit atau terjangkit suatu
penyakit sengaja atau tidak sengaja mengadakan penyakit. Proses ini melalui
tahapan. Dalam proses ini terdapat enam komponen yang dapat menimbulkan
terjadinya penyakit, yaitu : Penyebab penyakit. Bibit penyakit yang dapat menyebabkan penyakit
disebut patogen. Reservoar
dari agen penyebab adalah habitat normal tempat agen penyakit hidup, tumbuh dan
berkembang biak. Cara
keluarnya penyebab penyakit dari penjamu (melalui saluran nafas, saluran kemih,
pencernaan, kulit dan transplansental). Cara penularan agen ke pejamu baru melalui metode
kontak langsung dan droplet (tetes ludah) dan metode tidak langsung, yaitu melalui
perantara (seperti nyamuk). Tempat masuk ke dalam pejamu umum sama antara tempat masuk dan
keluarnya. Kerentanan/kepekaan
pejamu. Faktor imunitas, faktor ketahanan tubuh, malnutrisi, dan sistem imunologi.
BAB
III
PENUTUP
Kesimpulan : Upaya
pencegahan yang dapat dilakukan akan sesuai dengan perkembangan patologis
penyakit itu dari waktu ke waktu, sehingga upaya pencegahan itu di bagi atas
berbagai tingkat sesuai dengan perjalanan penyakit.
Dalam epidemiologi dikenal ada empat tingkat utama
pencegahan penyakit, yaitu :
·
Pencegahan
tingkat awal (Priemodial Prevention)
·
Pencegahan
tingkat pertama (Primary Prevention)
·
Pencegahan
tingkat kedua (Secondary Prevention)
·
Pencegahan
tingkat ketiga (Tertiary Prevention)
penanggulangan penyakit menular (control) adalah upaya untuk
menekan peristiwa penyakit menular dalam masyarakat serendah mungkin sehingga
tidak merupakan gangguan kesehatan bagi masyarakat tersebut. Penanggulangan
penyakit menular dapat pula dikelompokan pada tiga kelompok sesuai dengan
sasaran utamanya yang meliputi: sasaran langsung melawan sumber penularan atau
reservoir, sasaran ditunjukan pada cara penularan penyakit, dan sasaran yang
ditunjukan terhadap pejamu dengan menurunkan kepekaan pejamu.
0 comments:
Post a Comment