PERTAMA
BAB I
DASAR-DASAR
DAN KETENTUAN-KETENTUAN POKOK
Pasal 1
(1) Seluruh
wilayah Indonesia adalah kesatuan tanah-air dari seluruh rakyat Indonesia yang
bersatu sebagai bangsa Indonesia.
(2) Seluruh
bumi, air dan ruang angkasa, termasuk kekayaan alam yang terkandung didalamnya
dalam wilayah Republik Indonesia, sebagai karunia Tuhan Yang Maha
Esa adalah bumi, air dan ruang angkasa bangsa Indonesia dan merupakan kekayaan
nasional.
(3) Hubungan
antara bangsa Indonesia dan bumi, air serta ruang angkasa
termaksud
dalam ayat (2) pasal ini adalah hubungan yang bersifat abadi.
(4) Dalam
pengertian bumi, selain permukaan bumi, termasuk pula tubuh bumi dibawahnya
serta yang berada dibawah air.
(5) Dalam
pengertian air termasuk baik perairan pedalaman maupun laut
wilayah
Indonesia.
(6) Yang
dimaksud dengan ruang angkasa ialah ruang diatas bumi dan air
tersebut
pada ayat (4) dan (5) pasal ini.
PENJELASAN
PASAL 1
Dijelaskan dalam Penjelasan Umum (II angka 1). Dalam Undang-Undang Pokok
Agraria diadakan perbedaan antara pengertian "bumi" dan
"tanah", sebagai yang dirumuskan dalam pasal 1 ayat 3 dan pasal 4
ayat 1. Yang dimaksud dengan "tanah" ialah permukaan bumi.
Perluasan pengertian "bumi" dan "air" dengan ruang
angkasa adalah bersangkutan dengan kemajuan tehnik dewasa ini dan
kemungkinan-kemungkinannya dalam waktu-waktu yang akan datang.
Pasal 2.
(1) Atas
dasar ketentuan dalam pasal 33 ayat (3) Undang-Undang Dasar dan hal-hal sebagai
yang dimaksud dalam pasal 1, bumi, air dan ruang angkasa, termasuk kekayaan alam
yang terkandung didalamnya itu pada tingkatan tertinggi dikuasai oleh Negara,
sebagai organisasi kekuasaan seluruh rakyat.
(2) Hak
menguasai dari Negara termaksud dalam ayat (1) pasal ini
memberi
wewenang untuk :
a.mengatur dan menyelenggarakan peruntukan,
penggunaan,persediaan dan pemeliharaan bumi, air dan ruang angkasatersebut;
b.menentukan dan mengatur
hubungan-hubungan hukum antaraorang-orang dengan bumi, air dan ruang angkasa,
c.menentukan dan mengatur
hubungan-hubungan hukum antaraorang-orang dan perbuatan-perbuatan hukum yang
mengenai bumi, air dan ruang
angkasa.
(3)Wewenang
yang bersumber pada hak menguasai dari Negara tersebut
pada ayat (2)
pasal ini digunakan untuk mencapai sebesar-besarkemakmuran rakyat, dalam arti
kebahagiaan, kesejahteraan dan kemerdekaan dalam masyarakat dan Negara hukum
Indonesia yangmerdeka berdaulat, adil dan makmur.
(4)Hak
menguasai dari Negara tersebut diatas pelaksanaannya dapat dikuasakankepada
daerah-daerah Swatantra dan masyarakat-masyarakat hukum adat, sekedar
diperlukan dan tidak bertentangan dengan kepentingan nasional, menurut
ketentuan-ketentuan PeraturanPemerintah.
PENJELASAN
PASAL 2
Sudah
diuraikan dalam Penjelasan Umum (II angka 2).
Ketentuan dalam ayat 4 adalah bersangkutan dengan azas ekonomi dan
medebewind dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah. Soal agraria menurut
sifatnya dan pada azasnya merupakan tugas Pemerintah Pusat (pasal 33 ayat 3
Undang-Undang Dasar). Dengan demikian maka pelimpahan wewenang untuk
melaksanakan hak penguasaan dari Negara atas tanah itu adalah merupakan
medebewind. Segala sesuatunya akan diselenggarakan menurut keperluannya dan
sudah barang tentu tidak boleh bertentangan dengan kepentingan nasional.
Wewenang dalam bidang agraria dapat merupakan sumber keuangan bagi daerah itu.
Dengan
mengingat ketentuan-ketentuan dalam pasal 1 dan 2pelaksanaan hak ulayat dan
hak-hak yang serupa itu dari masyarakat-masyarakat hukum adat, sepanjang
menurut kenyataannya. masih ada,harus sedemikian rupa sehingga sesuai dengan
kepentingan nasional danNegara, yang berdasarkan atas persatuan bangsa serta
tidak bolehbertentangan dengan Undang-Undang dan peraturan-peraturan lain
yanglebih tinggi.
PENJELASAN
PASAL 3
Yang
dimaksud dengan "hak ulayat dan hak-hak yang serupa itu" ialah apa
yang didalam perpustakaan hukum adat disebut "beschikkingsrecht".
Selanjutnya lihat Penjelasan Umum (II angka 3).
Pasal 4.
(1)Atas
dasar hak menguasai dari Negara sebagai yang dimaksud dalam
pasal 2
ditentukan adanya macam-macam hak atas permukaan bumi,yang disebuttanah, yang
dapat diberikan kepada dan dipunyai olehorang-orang, baik sendiri maupun
bersama-sama dengan orang-oranglain serta badanbadan hukum.
(2)Hak-hak
atas tanah yang dimaksud dalam ayat (1) pasal ini memberiwewenang untuk
mempergunakan tanah yang bersangkutan, demikianpula tubuh bumi dan air serta
ruang yang ada diatasnya, sekedardiperlukan untuk kepentingan yang langsung
berhubungan denganpenggunaan tanah itu dalam batas-batas menurut Undang-Undang
inidan peraturan-peraturan hukum lain yang lebih tinggi.
(3)Selain
hak-hak atas tanah sebagai yang dimaksud dalam ayat (1)pasal ini ditentukan
pula hak-hak atas air dan ruang angkasa.
PENJELASAN
PASAL 4
Sudah
dijelaskan dalam Penjelasan Umum (II angka 1).
Pasal 5.
Hukum
agraria yang berlaku atas bumi, air dan ruang angkasa ialahhukum adat,
sepanjang tidak bertentangan dengan kepentingan nasional danNegara, yang
berdasarkan atas persatuan bangsa, dengan sosialismeIndonesia serta dengan
peraturan-peraturan yang tercantum dalam Undang-
Undang ini
dan dengan peraturan perundangan lainnya, segala sesuatu
dengan mengindahkan
unsur-unsur yang bersandar pada hukum agama.
PENJELASAN
PASAL 5
Penegasan,
bahwa hukum adat dijadikan dasar dari hukum agraria yang baru. Selanjutnya
lihat Penjelasan Umum (III angka 1).
Pasal 6.
Semua hak
atas tanah mempunyai fungsi sosial.
PENJELASAN
PASAL 6
Tidak hanya
hak milik tetapi semua hak atas tanah mempunyai fungsi sosial. Hal ini telah
diuraikan dalam Penjelasan Umum (II angka 4).
Untuk tidak
merugikan kepentingan umum maka pemilikan dan penguasaan tanah yang melampaui
batas tidak diperkenankan.
PENJELASAN
PASAL 7
Azas yang
menegaskan dilarangnya "groot-grondbezit" sebagai yang telah
diuraikan dalam Penjelasan Umum (II angka 7). Soal pembatasan itu diatur lebih
lanjut dalam pasal 17. Terhadap azas ini tidak ada pengecualiannya
Pasal 8.
Atas dasar
hak menguasai dari Negara sebagai yang dimaksud dalam pasal 2 diatur pengambilan kekayaan alam yang
terkandung dalam bumi, air
dan ruang
angkasa.
PENJELASAN
PASAL 8
Karena
menurut ketentuan dalam pasal 4 ayat 2 hak-hak atas tanah itu hanya memberi hak
atas permukaan bumi saja, maka wewenang-wewenang yang bersumber daripadanya
tidaklah mengenai kekayaan-kekayaan alam yang terkandung didalam tubuh bumi,
air dan ruang angkasa. Oleh karena itu maka pengambilan kekayaan yang
dimaksudkan itu memerlukan pengaturan tersendiri. Ketentuan ini merupakan
pangkal bagi perundang-undangan pertambangan dan lain-lainnya.
Pasal 9.
(1) Hanya
warga-negara Indonesia dapat mempunyai hubungan yang sepenuhnya dengan bumi,
air dan ruang angkasa, dalam batas-batas ketentuan pasal 1 dan 2.
(2)
Tiap-tiap warga-negara Indonesia, baik laki-laki maupun wanita mempunyai
kesempatan yang sama untuk memperoleh sesuatu hak atas tanah serta untuk
mendapat manfaat dari hasilnya, baik bagi diri sendiri maupun keluarganya.
PENJELASAN
PASAL 9
Ayat 1 telah
dijelaskan dalam Penjelasan Umum (II angka 5). Ketentuan dalam ayat 2 adalah
akibat daripada ketentuan dalam pasal 1 ayat (1) dan (2).
Pasal 10.
(1) Setiap
orang dan badan hukum yang mempunyai sesuatu hak atas tanah
pertanian
pada azasnya diwajibkan mengerjakan atau mengusahakannya sendiri secara aktif,
dengan mencegah cara-cara pemerasan.
(2)
Pelaksanaan dari pada ketentuan dalam ayat (1) pasal ini akan diatur lebih
lanjut dengan peraturan perundangan.
(3)
Pengecualian terhadap azas tersebut pada ayat (1) pasal ini diatur
dalam
peraturan perundangan.
PENJELASAN
PASAL 10
Sudah
dijelaskan didalam Penjelasan Umum (II angka 7). Kata-kata "pada
azasnya" menunjuk pada kemungkinan diadakannya pengecualian-pengecualian
sebagai yang disebutkan sebagai misal didalam Penjelasan Umum itu. Tetapi
pengecualian-pengecualian itu perlu diatur didalam peraturan perundangan
(Bandingkan penjelasan pasal Penggunaan tanah milik oleh bukan pemiliknya masih
dimungkinkan oleh pasal 24, tetapi dibatasi dan akan diatur.
Pasal 11.
(1) Hubungan
hukum antara orang, termasuk badan hukum, dengan bumi, air dan ruang angkasa
serta wewenang-wewenang yang bersumber pada hubungan hukum itu akan diatur,
agar tercapai tujuan yang disebut dalam pasal 2 ayat (3) dan dicegah penguasaan
atas kehidupandan pekerjaan orang lain yang melampaui batas.
rakyat
dimana perlu dan tidak bertentangan dengan kepentingan nasional diperhatikan,
dengan menjamin perlindungan terhadap kepentingan golongan yang ekonomis lemah.
PENJELASAN
PASAL 11
Pasal ini
memuat prinsip perlindungan kepada golongan yang ekonomis lemah terhadap yang
kuat. Golongan yang ekonomis lemah itu bisa warganegara asli keturunan asing.
Demikian pula sebaliknya. Lihat Penjelasan Umum (III angka 2).
Pasal 12.
(1) Segala
usaha bersama.dalam lapangan agraria didasarkan atas kepentingan bersama dalam
rangka kepentingan nasional, dalam bentuk koperasi atau bentuk-bentuk
gotong-royong lainnya.
(2) Negara
dapat bersama-sama dengan pihak lain menyelenggarakan usaha bersama dalam
lapangan agraria.
PENJELASAN
PASAL 12
Ketentuan
dalam ayat (1) bersangkutan dengan ketentuan-ketentuan dalam pasal 11 ayat (1).
Bentuk usaha bersama yang sesuai dengan ketentuan ini adalah bentuk koperasi dan
bentuk-bentuk gotong-royong lainnya. Ketentuan dalam ayat 2 memberi kemungkinan
diadakannya suatu "usaha bersama" antara Negara dan Swasta dalam
bidang agraria. Yang dimaksud dengan "fihak lain" itu ialah
pemerintah daerah, pengusaha swasta yang bermodal nasional atau swasta dengan
"domestic capital" yang progresip.
Pasal 13.
(1)
Pemerintah berusaha agar supaya usaha-usaha dalam lapangan agraria diatur
sedemikian rupa, sehingga meninggikan produksi dan kemakmuran rakyat sebagai
yang dimaksud dalam pasal 2 ayat 3 serta menjamin bagi setiap warga-negara
Indonesia derajat hidup yang sesuai dengan martabat manusia, baik bagi diri
sendiri maupun keluarganya.
(2)
Pemerintah mencegah adanya usah-usaha dalam lapangan agraria dari
organisasi-organisasi dan perseorangan yang bersifat monopoli swasta.
(3)
Usaha-usaha Pemerintah dalam lapangan agraria yang bersifat monopoli hanya
dapat diselenggarakan dengan Undang-Undang.
(4)
Pemerintah berusaha untuk memajukan kepastian dan jaminan sosial,
termasuk
bidang perburuhan, dalam usaha-usaha dilapangan agraria.
PENJELASAN
PASAL 13
Ayat 1, 2
dan 3.
Sudah
dijelaskan dalam Penjelasan Umum (II angka 6).
Ketentuan
dalam ayat 4 adalah pelaksanaan daripada azas keadilan sosial yang
berperikemanusiaan dalam bidang agraria.
Pasal 14.
(1) Dengan
mengingat ketentuan-ketentuan dalam pasal 2 ayat (2) dan (3) , pasal 9 ayat (2)
serta pasal 10 ayat (1) dan (2) Pemerintah dalam rangka sosialisme Indonesia,
membuat suatu rencana umum mengenai persediaan, peruntukan dan penggunaan bumi,
air dan ruang angkasa serta kekayaan alam yang terkandung didalamnya:
a. untuk keperluan Negara,
b. untuk keperluan peribadatan dan
keperluan suci lainnya, sesuai dengan dasar Ketuhanan Yang Maha Esa;
c. untuk keperluan pusa-pusat
kehidupan masyarakat, sosial, kebudayaan dan lain-lain kesejahteraan;
d. untuk
keperluan memperkembangkan produksi pertanian, peternakan dan perikanan serta
sejalan dengan itu;
e. untuk keperluan memperkembangkan
industri, transmigrasi dan
pertambangan.
(2)
Berdasarkan rencana umum tersebut pada ayat (1) pasal ini dan mengingat
peraturan-peraturan yang bersangkutan, Pemerintah Daerah mengatur persediaan, peruntukan
dan penggunaan bumi, air serta ruang angkasa untuk daerahnya, sesuai dengan
keadaan daerah masing-masing.
(3)
Peraturan Pemerintah Daerah yang dimaksud dalam ayat (2) pasal ini berlaku
setelah mendapat pengesahan, mengenai Daerah Tingkat I dari Presiden, Daerah
Tingkat II dari, Gubernur/Kepala Daerah yang bersangkutan dan Daerah Tingkat
III dari Bupati/Walikota/Kepala Daerah yang bersangkutan.
PENJELASAN
PASAL 14
Pasal ini
mengatur soal perencanaan persediaan, peruntukan dan penggunaan bumi, air dan
ruang angkasa sebagai yang telah dikemukakan dalam penjelasan umum (II angka
8). Mengingat akan corak perekonomian Negara dikemudian hari dimana industri
dan pertambangan akan mempunyai peranan yang penting, maka disamping
perencanaan untuk pertanian perlu diperhatikan, pula keperluan untuk industri
dan pertambangan (ayat 1 huruf d dan e). Perencanaan itu tidak saja bermaksud
menyediakan tanah untuk pertanian, peternakan, perikanan, industri dan
pertambangan, tetapi juga ditujukan untuk memajukannya. Pengesahan peraturan
Pemerintah Daerah harus dilakukan dalam rangka rencana umum yang dibuat oleh
Pemerintah Pusat dan sesuai dengan kebijaksanaan Pusat.
Pasal 15.
Memelihara
tanah, termasuk menambah kesuburannya serta mencegah kerusakannya adalah
kewajiban tiap-tiap orang, badan hukum atau instansi yang mempunyai hubungan
hukum dengan tanah itu, dengan memperhatikan pihak yang ekonomis lemah.
PENJELASAN
PASAL 15
Sudah
dijelaskan dalam Penjelasan Umum (II angka 4). Tanah wajib dipelihara dengan
baik, yaitu dipelihara menurut cara-cara yang lazim dikerjakan didaerah yang
bersangkutan, sesuai dengan petunjuk-petunjuk dari Jawatan-Jawatan yang
bersangkutan.
BAB II
HAK-HAK ATAS
TANAH, AIR DAN RUANG ANGKASA SERTA PENDAFTARAN TANAH.
Bagian 1.
Ketentuan-ketentuan
umum.
Pasal 16.
(1) Hak-hak
atas tanah sebagai yang dimaksud dalam pasal 4 ayat (1) ialah:.
a.hak milik,
b.hak guna-usaha,
c.hak guna-bangunan,
d.hak pakai,
e.hak sewa,
f.hak membuka tanah,
g.hak memungut-hasil hutan,
h.hak-hak
lain yang tidak termasuk dalam hak-hak tersebut diatas yang akan
ditetapkan dengan Undang-Undang serta hak-hak yang sifatnya sementara sebagai
yang disebutkan dalam pasal 53.
(2) Hak-hak
atas air dan ruang angkasa sebagai yang dimaksud dalam
pasal 4 ayat
(3) ialah:
a.hak guna air,
b.hak pemeliharaan dan penangkapan
ikan,
c.hak guna ruang angkasa.
PENJELASAN
PASAL 16
Pasal ini
adalah pelaksanaan dari pada ketentuan dalam pasal 4. Sesuai dengan azas yang
diletakkan dalam pasal 5, bahwa hukum pertanahan yang Nasional didasarkan atas
hukum adat, maka penentuan hak-hak atas tanah dan air dalam pasal ini
didasarkan pula atas sistematik dari hukum adat. Dalam pada itu hak guna-usaha
dan hak-guna-bangunan diadakan untuk memenuhi keperluan masyarakat modern
dewasa ini. Perlu kiranya ditegaskan, bahwa hak-guna usaha bukan hak erfpacht
dari Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. Hak guna-bangunan bukan hak opstal.
Lembaga erfpacht dan opstal ditiadakan dengan dicabutnya ketentuan-ketentuan
dalam Buku ke II Kitab Undang-Undang Hukum Perdata.
Dalam pada
itu hak-hak adat yang sifatnya bertentangan dengan ketentuan-ketentuan
Undang-Undang ini (pasal 7 dan 10), tetapi berhubung dengan keadaan masyarakat
sekarang ini belum dapat dihapuskan diberi sifat sementara dan akan diatur
(ayat 1 huruf h yo pasal 53).
Pasal 17.
(1) Dengan
mengingat ketentuan dalam pasal 7 maka untuk mencapai tujuan yang dimaksud
dalam pasal 2 ayat (3) diatur luas maksimum dan/atau minimum tanah yang boleh
dipunyai dengan sesuatu hak tersebut dalam pasal 16 oleh satu keluarga atau
badan hukum.
(2)
Penetapan batas maksimum termaksud dalam ayat (1) pasal ini dilakukan dengan
peraturan perundangan didalam waktu yang singkat.
(3)
Tanah-tanah yang merupakan kelebihan dari batas maksimum termaksud dalam ayat
(2) pasal ini diambil oleh Pemerintah dengan ganti kerugian, untuk selanjutnya
dibagikan kepada rakyat yang membutuhkan menurut ketentuan-ketentuan dalam
Peraturan Pemerintah.
(4)
Tercapainya batas minimum termaksud dalam ayat (1) pasal ini, yang akan
ditetapkan dengan peraturan perundangan, dilaksanakan secara berangsur-angsur.
PENJELASAN
PASAL 17
Ketentuan
pasal ini merupakan pelaksanaan dari apa yang ditentukan dalam pasal 7.
Penetapan batas luas maksimum akan dilakukan didalam waktu yang singkat dengan
peraturan perundangan. Tanah-tanah yang merupakan kelebihan dari batas maksimum
itu tidak akan disita, tetapi akan diambil oleh Pemerintah dengan
ganti-kerugian. Tanah-tanah tersebut selanjutnya akan dibagi-bagikan kepada
rakyat yang membutuhkannya. Ganti kerugian kepada bekas pemilik tersebut diatas
pada azasnya harus dibayar oleh mereka yang memperoleh bagian tanah itu. Tetapi
oleh karena mereka itu umumnya tidak mampu untuk membayar harga tanahnya
didalam waktu yang singkat, maka oleh Pemerintah akan disediakan kredit dan
usaha-usaha lain supaya pra bekas pemilik tidak terlalu lama menunggu uang
ganti-kerugian yang dimaksudkan itu.
Ditetapkannya
batas minimum tidaklah berarti bahwa orang-orang yang mempunyai, tanah kurang
dari itu akan dipaksa untuk melepaskan tanahnya. Penetapan batas minimum itu
pertama-tama dimaksudkan untuk mencegah pemecah-belahan
("versplintering") tanah lebih lanjut. Disamping itu akan diadakan
usaha-usaha misalnya: transmigrasi, pembukaan tanah besar-besaran diluar Jawa
dan industrialisasi, supaya batas minimum tersebut dapat dicapai secara
berangsur-angsur.
Yang
dimaksud dengan "keluarga" ialah suami, isteri serta anak-anaknya
yang belum kawin dan menjadi tanggungannya dan yang jumlahnya berkisar sekitar
7 orang. Baik laki-laki maupun wanita dapat menjadi kepala keluarga.
Pasal 18.
Untuk
kepentingan umum, termasuk kepentingan bangsa dan Negara serta kepentingan
bersama dari rakyat, hak-hak atas tanah dapat dicabut, dengan memberi ganti
kerugian yang layak dan menurut cara yang diatur dengan Undang-Undang.
PENJELASAN
PASAL 18
Pasal ini
merupakan jaminan bagi rakyat mengenai hak-haknya atas tanah. Pencabutan hak
dimungkinkan, tetapi diikat dengan syarat-syarat, misalnya harus disertai
pemberian ganti-kerugian yang layak.
Pendaftaran
Tanah
Pasal 19
(1) Untuk
menjamin kepastian hukum oleh Pemerintah diadakan pendaftaran tanah diseluruh
wilayah Republik Indonesia menurut ketentuan-ketentuan yang diatur dengan
Peraturan Pemerintah.
(2)
Pendaftaran tersebut dalam ayat (1) pasal ini meliputi:
a.pengukuran perpetaan dan pembukuan
tanah;
b.pendaftaran hak-hak atas tanah dan
peralihan hak-hak tersebut;
c.pemberian surat-surat tanda bukti
hak, yang berlaku sebagai alat pembuktian yang kuat.
(3)
Pendaftaran tanah diselenggarakan dengan mengingat keadaan Negara dan
masyarakat, keperluan lalu-lintas sosial ekonomi serta kemungkinan
penyelenggaraannya, menurut pertimbangan Menteri Agraria.
(4) Dalam
Peraturan Pemerintah diatur biaya-biaya yang bersangkutan
dengan
pendaftaran termaksud dalam ayat (1) diatas, dengan ketentuan bahwa rakyat yang
tidak mampu dibebaskan dari pembayaran biaya-
biaya
tersebut.
PENJELASAN
PASAL 19
Pendaftaran
tanah ini akan diselenggarakan dengan cara yang sederhana dan mudah dimengerti
serta dijalankan oleh rakyat yang bersangkutan (Lihat Penjelasan Umum IV).
Bagian III
Hak Milik
Pasal 20
(1) Hak
milik adalah hak turun-menurun, terkuat dan terpenuh yang dapat dipunyai orang
atas tanah, dengan mengingat ketentuan dalam pasal 6.
(2) Hak
milik dapat beralih dan dialihkan kepada pihak lain.
PENJELASAN
PASAL 20
Dalam pasal
ini disebutkan sifat-sifat daripada hak milik yang membedakannya dengan hak-hak
lainnya. Hak milik adalah hak yang "terkuat dan terpenuh" yang dapat
dipunyai orang atas tanah. Pemberian sifat ini tidak berarti, bahwa hak itu
merupakan hak yang mutlak, tak terbatas dan tidak dapat diganggu-gugat"
sebagai hak eigendom menurut pengertiannya yang asli dulu. Sifat yang demikian
akan terang bertentangan dengan sifat hukum-adat dan fungsi sosial dari
tiap-tiap hak. Kata-kata "terkuat dan terpenuh" itu bermaksud untuk
membedakannya dengan hak guna-usaha, hak guna-bangunan, hak pakai dan
lain-lainnya, yaitu untuk menunjukkan, bahwa diantara hak-hak atas tanah yang
dapat dipunyai orang hak miliklah yang "ter" (artinya : paling)-kuat
dan terpenuh.
Pasal 21.
(1) Hanya
warga-negara Indonesia dapat mempunyai hak milik.
(2) Oleh
Pemerintah ditetapkan badan-badan hukum yang dapat mempunyai hak milik dan
syarat-syaratnya.
hak milik
karena pewarisan tanpa wasiat atau percampuran harta karena perkawinan,
demikian pula warga-negara Indonesia yang mempunyai hak milik dan setelah
berlakunya Undang-Undang ini kehilangan kewarga-
negaraannya
wajib melepaskan hak itu didalam jangka waktu satu tahun sejak diperolehnya hak
tersebut atau hilangnya kewarga-negaraan itu. Jika sesudah jangka waktu
tersebut lampau hak milik itu dilepaskan, maka hak tersebut hapus karena hukum
dan tanahnya jatuh pada Negara, dengan ketentuan bahwa hak-hak pihak lain yang
membebaninya tetap berlangsung.
(4) Selama
seseorang disamping kewarga-negaraan Indonesianya mempunyai kewarganegaraan
asing maka ia tidak dapat mempunyai
tanah dengan
hak milik dan baginya berlaku ketentuan dalam ayat (3) pasal ini.
PENJELASAN
PASAL 21
Ayat (1) dan
(2) sudah diuraikan dalam Penjelasan Umum (II angka 5).
Dalam ayat
(3) hanya disebut 2 cara memperoleh hak milik karena lain-lain cara dilarang
oleh pasal 26 ayat (2). Adapun cara-cara yang diserbut dalam ayat ini adalah
cara-cara memperoleh hak tanpa melakukan
suatu tindakan positip yang sengaja ditujukan pada terjadinya peralihan hak
itu.
Sudah
selayaknyalah kiranya bahwa selama orang-orang warganegara membiarkan diri
disamping kewarganegaraan Indonesianya mempunyai kewarganegaraan Negara lain,
dalam hal pemilikan tanah ia dibedakan dri warganegara Indonesia lainnya.
Pasal 22
(1)
Terjadinya hak milik menurut hukum adat diatur dengan Peraturan Pemerintah.
(2) Selain
menurut cara sebagai yang dimaksud dalam ayat (1)pasal ini hak milik terjadi
karena :
a.penetapan Pemerintah, menurut cara
dan syarat-syarat yang ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah;
b.ketentuan Undan-Undang.
PENJELASAN
PASAL 22
Sebagai
misal dari cara terjadinya hak milik menurut hukum adat ialah pembukaan tanah.
Cara-cara itu akan diatur supaya tidak terjadi hal-hal yang merugikan
kepentingan umum dan Negara.
Pasal 23
(1) Hak
milik, demikian pula setiap peralihan, hapusnya dan pembebanannya dengan
hak-hak lain harus didaftarkan menurut ketentuan-ketentuan yang dimaksud dalam
pasal 19.
(2)
Pendaftaran termaksud dalam ayat (1) merupakan alat pembuktian yang kuat
mengenai hapusnya hak milik serta sahnya peralihan dan pembebanan hak tersebut.
PENJELASAN
PASAL 23
Sudah
dijelaskan dalam Penjelasan Umum (angka IV).
Pasal 24
Penggunaan
tanah milik oleh bukan pemiliknya dibatasi dan diatur dengan peraturan
perundangan.
PENJELASAN
PASAL 24
Sebagai
pengecualian dari azas yang dimuat dalam pasal 10. Bentuk-bentuk hubungan
antara pemilik dan penggarap/pemakai itu ialah misalnya : sewa, bagi-hasil,
pakai atau hak guna-bangunan.
Hak milik
dapat dijadikan jaminan utang dengan dibebani hak tanggungan.
PENJELASAN
PASAL 25
Tanah milik
yang dibebani hak tanggungan ini tetap ditangan pemiliknya. Pemilik tanah yang
memerlukan uang dapat pula (untuk sementara) menggadaikan tanahnya menurut
ketentuan-ketentuan dalam pasal 53. Didalam hal ini maka tanahnya beralih pada
pemegang gadai.
Pasal 26
(1)
Jual-beli, penukaran, penghibahan, pemberian dengan wasiat, pemberian menurut
adat dan perbuatan-perbuatan lain yang. dimaksudkan untuk memindahkan hak milik
serta pengawasannya diatur dengan Peraturan Pemerintah.
(2) Setiap
jual-beli, penukaran, penghib
ahan,
pemberian dengan wasiat dan perbuatan-perbuatan lain yang dimaksudkan untuk
langsung atau tidak langsung memindahkan hak milik kepada orang asing, kepada
seorang warganegara yang disamping kewarganegaraan Indonesianya mempunyai
kewarganegaraan asing atau kepada suatu badan hukum kecuali yang ditetapkan
oleh Pemerintah termaksud dalam pasal 21 ayat (2), adalah batal karena hukum
dan tanahnya
jatuh kepada
Negara, dengan ketentuan, bahwa hak-hak pihak lain yang membebaninya tetap
berlangsung serta semua pembayaran yang telah diterima oleh pemilik tidak dapat
dituntut kembali.
PENJELASAN
PASAL 26
Ketentuan
dalam ayat (1) sudah dijelaskan dalam Penjelasan Umum (II angka 6) dengan
tujuan untuk melindungi fihak yang ekonomis lemah. Dalam Undang-Undang Pokok
ini perbedaannya tidak lagi diadakan antara warganegara asli dan tidak asli,
tetapi antara yang ekonomis kuat dan lemah. Fihak yang kuat itu bisa
warganegara yang asli maupun tidak asli. Sedang apa yang disebut dalam ayat (2)
adalah akibat daripada ketentuan dalam pasal 21 mengenai siapa yang tidak dapat
memiliki tanah.
Pasal 27
Hak milik
hapus bila:
a.tanahnya
jatuh kepada negara,
1.karena pencabutan hak berdasarkan
pasal 18;
2.karena penyerahan dengan sukarela
oleh pemiliknya;
3.karena diterlantarkan;
4.karena ketentuan pasal 21 ayat (3) dan 26 ayat (2).
b.tanahnya
musnah.
PENJELASAN
PASAL 27
Tanah
diterlantarkan kalau dengan sengaja tidak dipergunakan sesuai dengan keadaannya
atau sifat dan tujuan daripada haknya.
Bagian IV
Hak Guna-Usaha
Pasal 28
(1) Hak
guna-usaha adalah hak untuk mengusahakan tanah yang dikuasai
langsung
oleh Negara, dalam jangka waktu sebagaimana tersebut dalam pasal 29, guna
perusahaan pertanian, perikanan atau peternakan.
(2) Hak
guna-usaha diberikan atas tanah yang luasnya paling sedikit 5 hektar, dengan
ketentuan bahwa jika luasnya 25 hektar atau lebih harus memakai investasi modal
yang layak dan tehnik perusahaan yang baik, sesuai dengan perkembangan zaman.
(3)Hak guna-usaha
dapat beralih dan dialihkan kepada pihak lain.
PENJELASAN
PASAL 28
Hak ini
adalah hak yang khusus untuk mengusahakan tanah yang bukan miliknya sendiri
guna perusahaan pertanian, perikanan dan peternakan. Bedanya dengan hak pakai
ialah bahwa hak guna usaha ini hanya dapat diberikan untuk keperluan diatas itu
dan atas tanah yang luasnya paling sedikit 5 hektar. Berlainan dengan hak pakai
maka hak guna-usaha dapat beralih dan dialihkan kepada fihak lain dan dapat
dibebani dengan hak tanggunan. Hak guna-usaha pun tidak dapat diberikan kepada
orang-orang asing, sedang kepada badan-badan hukum yang bermodal asing hanya
mungkin dengan pembatasan yang disebutkan dalam pasal 55.
Untuk
mendorong supaya pemakaian dan pengusahaan tanahnya dilakukan secara yang tidak
baik, karena didalam hal yang demikian hak guna-usahanya dapat dicabut (pasal
34).
Pasal 29
(1) Hak
guna-usaha diberikan untuk waktu paling lama 25 tahun.
(2) Untuk
perusahaan yang memerlukan waktu yang lebih lama dapat diberikan hak guna-usaha
untuk waktu paling lama 35 tahun.
(3) Atas
permintaan pemegang hak dan mengingat keadaan perusahaannya jangka waktu yang dimaksud
dalam ayat (1) dan (2) pasal ini dapat diperpanjang dengan waktu yang paling
lama 25 tahun.
PENJELASAN
PASAL 29
Menurut
sifat dan tujuannya hak guna-usaha adalah hak yang waktu berlakunya terbatas.
Jangka waktu 25 atau 35 tahun dengan kemungkinan memperpanjang dengan 25 tahun
dipandang sudah cukup lama untuk keperluan pengusahaan tanaman-tanaman yang
berumur panjang. Penetapan jangka-waktu 35 tahun misalnya mengingat pada
tanaman kelapasawit
Pasal 30
(1) Yang
dapat mempunyai hak guna-usaha ialah.
a. warga-negara Indonesia;
b. badan hukum yang didirikan
menurut hukum Indonesia dan berkedudukan di Indonesia.
(2) Orang
atau badan hukum yang mempunyai hak guna-usaha dan tidak
lagi
memenuhi syarat-syarat sebagai yang tersebut dalam ayat (1) pasal ini dalam
jangka waktu satu tahun wajib melepaskan atau mengalihkan hak itu kepada pihak
lain yang memenuhi syarat. Ketentuan ini berlaku juga terhadap pihak yang memperoleh
hak guna-usaha, jika ia tidak memenuhi syarat tersebut. Jika hak guna-usaha,
yang bersangkutan tidak dilepaskan atau dialihkan dalam jangka waktu tersebut
maka hak itu hapus karena hukum, dengan ketentuanbahwa hak-hak pihak lain akan
diindahkan, menurut ketentuan-ketentuan yang ditetapkan dengan Peraturan
Pemerintah.
PENJELASAN PASAL 30
Hak
guna-usaha tidak dapat dipunyai oleh orang asing. Badan hukum yang dapat
mempunyai hak itu, hanyalah badan-badan hukum yang bermodal nasional yang
progressip, baik asli maupun tidak asli. Bagi badan-badan hukum yang bermodal
asing hak guna-usaha hanya dibuka kemungkinannya untuk diberikan jika hal itu
diperlukan oleh Undang-undang yang mengatur pembangunan nasional semesta
berencana (pasal 55).
Pasal 31
Hak guna-usaha
terjadi karena penetapan Pemerintah.
PENJELASAN
PASAL 31
Tidak
memerlukan penjelasan. Mengenai ketentuan dalam pasal 32 sudah dijelaskan dalam
Penjelasan Umum (angka IV).
(1)Hak
guna-usaha, termasuk syarat-syarat pemberiannya, demikian juga setiap peralihan
dan penghapusan hak tersebut, harus didaftarkan menurut ketentuan-ketentuan
yang dimaksud dalampasal 19.
(2)
Pendaftaran termaksud dalam ayat (1) merupakan alat pembuktian yang kuat
mengenai peralihan serta hapusnya hak guna usaha, kecuali dalam hal hak itu
hapus karena jangka waktunya berakhir.
PENJELASAN
PASAL 32
Tidak
memerlukan penjelasan. Mengenai ketentuan dalam pasal 32 sudah dijelaskan dalam
Penjelasan Umum (angka IV).
Pasal 33
Hak
guna-usaha dapat dijadikan jaminan utang dengan dibebani hak tanggungan.
PENJELASAN
PASAL 33
Tidak
memerlukan penjelasan. Mengenai ketentuan dalam pasal 32 sudah dijelaskan dalam
Penjelasan Umum (angka IV).
Pasal 34
Hak
guna-usaha hapus karena:
a. jangka waktunya berakhir;
b. dihentikan sebelum jangka
waktunya berakhir karena sesuatu syarat tidak dipenuhi;
c. dilepaskan oleh pemegang haknya
sebelum jangka waktunya berakhir;
d. dicabut untuk kepentingan umum;
e. diterlantarkan;
f. tanahnya musnah;
g. ketentuan dalam pasal 30 ayat
(2).
PENJELASAN
PASAL 34
Tidak
memerlukan penjelasan. Mengenai ketentuan dalam pasal 32 sudah dijelaskan dalam
Penjelasan Umum (angka IV).
Bagian V
Hak
Guna-Bangunan
Pasal 35
(1) Hak
guna-bangunan adalah hak untuk mendirikan dan mempunyai
bangunan-bangunan
atas tanah yang bukan miliknya sendiri, dengan jangka waktu paling lama 30
tahun.
(2) Atas
permintaan pemegang hak dan dengan mengingat keperluan serta keadaan
bangunan-bangunannya, jangka waktu tersebut dalam ayat (1) dapat diperpanjang
dengan waktu paling lama 20 tahun.
(3) Hak
guna-bangunan dapat beralih dan dialihkan kepada pihak lain.
PENJELASAN
PASAL 35
Berlainan
dengan hak guna-usaha maka hak guna-bangunan tidak mengenai tanah pertanian.
Oleh karena itu selain atas tanah yang dikuasai langsung oleh Negara dapat pula
diberikan atas tanah milik seseorang.
Pasal 36
(1) Yang
dapat mempunyai hak guna-bangunan ialah
a. warga-negara Indonesia;
b.badan hukum yang didirikan menurut
hukum Indonesia dan berkedudukan di Indonesia.
(2) Orang
atau badan hukum yang mempunyai hak guna-bangunan dan tidak lagi memenuhi
syarat-syarat yang tersebut dalam ayat (1) pasal ini dalam jangka waktu 1 tahun
wajib melepaskan atau mengalihkan hak itu kepada pihak lain yang memenuhi
syarat. Ketentuan ini berlaku juga terhadap pihak yang memperoleh hak
guna-bangunan, jika ia tidak memenuhi syarat-syarat tersebut. Jika hak
guna-bangunan yang bersangkutan tidak dilepaskan atau dialihkan dalam jangka
waktu tersebut, maka hak itu hapus karena hukum, dengan ketentuan, bahwa
hak-hak pihak lain akan diindahkan, menurut
ketentuan-ketentuan
yang ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.
PENJELASAN
PASAL 36
Penjelasannya
sama dengan pasal 30.
Hak
guna-usaha tidak dapat dipunyai oleh orang asing. Badan hukum yang dapat
mempunyai hak itu, hanyalah badan-badan hukum yang bermodal nasional yang
progressip, baik asli maupun tidak asli. Bagi badan-badan hukum yang bermodal
asing hak guna-usaha hanya dibuka kemungkinannya untuk diberikan jika hal itu
diperlukan oleh Undang-undang yang mengatur pembangunan nasional semesta
berencana (pasal 55).
Pasal 37
Hak
guna-bangunan terjadi:
a.mengenai
tanah yang dikuasai langsung oleh Negara; karena penetapan Pemerintah;
b.mengenai
tanah milik; karena perjanjian yang berbentuk otentik antara pemilik tanah yang
bersangkutan dengan pihak yang akan memperoleh hak guna bangunan itu, yang
bermaksud menimbulkan hak tersebut.
PENJELASAN
PASAL 37
Tidak
memerlukan penjelasan. Mengenai apa yang ditentukan dalam pasal 38 sudah
dijelaskan didalam Penjelasan Umum (angka IV).
Pasal 38
(1) Hak
guna-bangunan, termasuk syarat-syarat pemberiannya, demikian
juga setiap
peralihan dan hapusnya hak tersebut harus didaftarkan menurut
ketentuan-ketentuan yang dimaksud dalampasal 19.
(2)
Pendaftaran termaksud dalam ayat (1) merupakan alat pembuktian
yang kuat
mengenai hapusnya hak guna-bangunan serta sahnya peralihan hak tersebut,
kecuali dalam hal hak itu hapus karena jangka waktunya berakhir.
PENJELASAN
PASAL 38
Tidak
memerlukan penjelasan. Mengenai apa yang ditentukan dalam pasal 38 sudah
dijelaskan didalam Penjelasan Umum (angka IV).
Pasal 39
Hak
guna-bangunan dapat dijadikan jaminan utang dengan dibebani hak tanggungan.
PENJELASAN
PASAL 39
Tidak
memerlukan penjelasan. Mengenai apa yang ditentukan dalam pasal 38 sudah
dijelaskan didalam Penjelasan Umum (angka IV).
Hak
guna-bangunan hapus karena:
a.jangka waktunya berakhir;
b.dihentikan sebelum jangka waktunya
berakhir karena sesuatu syarat tidak dipenuhi;
c.dilepaskan oleh pemegang haknya
sebelum jangka waktunya berakhir;
d.dicabut untuk kepentingan umum;
e.diterlantarkan;
f.tanahnya musnah;
g.ketentuan dalam pasal 36 ayat (2).
PENJELASAN
PASAL 40
Tidak
memerlukan penjelasan. Mengenai apa yang ditentukan dalam pasal 38 sudah
dijelaskan didalam Penjelasan Umum (angka IV).
Bagian VI
Hak Pakai
Pasal 41
(1) Hak
pakai adalah hak untuk menggunakan dan/atau memungut hasil dari tanah yang
dikuasai langsung oleh Negara atau tanah milik orang lain, yang memberi
wewenang dan kewajiban yang ditentukan dalam keputusan pemberiannya oleh
pejabat yang berwenang memberikannya atau dalam perjanjian dengan pemilik
tanahnya, yang bukan perjanjian sewa-menyewa atau perjanjian pengolahan tanah,
segala sesuatu asal tidak bertentangan dengan jiwa dan ketentuan-ketentuan
Undang-Undang ini.
(2) Hak
pakai dapat diberikan:
a.selama jangka waktu yang tertentu
atau selama tanahnya dipergunakan untuk keperluan yang tertentu;
b.dengan cuma-cuma, dengan
pembayaran atau pemberian jasa berupa apapun.
(3)
Pemberian hak pakai tidak boleh disertai syarat-syarat yang mengandung
unsur-unsur pemerasan.
PENJELASAN
PASAL 41
Hak pakai
adalah suatu "kumpulan pengertian" dari pada hak-hak yang dikenal
dalam hukum pertanahan dengan berbagai nama, yang semuanya dengan sedikit
perbedaan berhubung dengan keadaan daerah sedaerah, pada pokoknya memberi
wewenang kepada yang mempunyai sebagai yang disebutkan dalam pasal ini. Dalam
rangka usaha penyederhanaan sebagai yang dikemukakan dalam Penjelasan Umum,
maka hak-hak tersebut dalam hukum agraria yang baru disebut dengan satu nama
saja.
Untuk
gedung-gedung kedutaan Negara-negara Asing dapat diberikan pula hak pakai, oleh
karena hak ini dapat berlaku selama tanahnya dipergunakan untuk itu.
Orang-orang dan badan-badan hukum asing dapat diberi hak-pakai, karena hak ini
hanya memberi wewenang yang terbatas.
Pasal 42
Yang dapat
mempunyai hak pakai ialah
a.warga-negara
Indonesia;
b.orang
asing yang berkedudukan di Indonesia;
c.badan
hukum yang didirikan menurut hukum Indonesia dan berkedudukan di Indonesia;
PENJELASAN
PASAL 42
Hak pakai
adalah suatu "kumpulan pengertian" dari pada hak-hak yang dikenal
dalam hukum pertanahan dengan berbagai nama, yang semuanya dengan sedikit
perbedaan berhubung dengan keadaan daerah sedaerah, pada pokoknya memberi
wewenang kepada yang mempunyai sebagai yang disebutkan dalam pasal ini. Dalam
rangka usaha penyederhanaan sebagai yang dikemukakan dalam Penjelasan Umum,
maka hak-hak tersebut dalam hukum agraria yang baru disebut dengan satu nama
saja.
Untuk
gedung-gedung kedutaan Negara-negara Asing dapat diberikan pula hak pakai, oleh
karena hak ini dapat berlaku selama tanahnya dipergunakan untuk itu.
Orang-orang dan badan-badan hukum asing dapat diberi hak-pakai, karena hak ini
hanya memberi wewenang yang terbatas.
Pasal 43
(1) Sepanjang
mengenai tanah yang dikuasai langsung oleh Negara maka
hak pakai
hanya dapat dialihkan kepada pihak lain dengan izin pejabat yang berwenang.
(2) Hak pakai
atas tanah-milik hanya dapat dialihkan kepada pihak lain, jika hal itu
dimungkinkan dalam perjanjian yang bersangkutan.
PENJELASAN
PASAL 43
Tidak
memerlukan penjelasan.
Bagian VII
Hak Sewa
Untuk Bangunan
Pasal 44
(1)
Seseorang atau suatu badan hukum mempunyai hak sewa atas tanah,
apabila ia
berhak mempergunakan tanah-milik orang lain untuk keperluan bangunan, dengan
membayar kepada pemiliknya sejumlah uang sebagai sewa.
(2)
Pembayaran uang sewa dapat dilakukan
a.satu kaliatau pada tiap-tiap waktu
tertentu;
b.sebelum atau sesudah tanahnya
dipergunakan.
(3)
Perjanjian sewa tanah yang dimaksudkan dalam pasal ini tidak boleh disertai
syaratsyarat yang mengandung unsur-unsur pemerasan.
PENJELASAN
PASAL 44
Oleh karena
hak sewa merupakan hak pakai yang mempunyai sifat-sifat khusus maka disebut
tersendiri. Hak sewa hanya disediakan untuk bangunan-bangunan berhubung dengan
ketentuan pasal 10 ayat 1. Hak sewa tanah pertanian hanya mempunyai sifat
sementara (pasal 16 yo 53). Negara tidak dapat menyewakan tanah, karena Negara
bukan pemilik tanah.
Pasal 45
Yang dapat
menjadi pemegang hak sewa ialah:
a.warga-negara
Indonesia;
b.orang
asing yang berkedudukan di Indonesia;
c.badan
hukum yang didirikan menurut hukum Indonesia dan berkedudukan di Indonesia;
d.badan
hukum asing yang mempunyai perwakilan di Indonesia.
PENJELASAN
PASAL 45
Oleh karena
hak sewa merupakan hak pakai yang mempunyai sifat-sifat khusus maka disebut
tersendiri. Hak sewa hanya disediakan untuk bangunan-bangunan berhubung dengan
ketentuan pasal 10 ayat 1. Hak sewa tanah pertanian hanya mempunyai sifat
sementara (pasal 16 yo 53). Negara tidak dapat menyewakan tanah, karena Negara
bukan pemilik tanah.
Bagian VIII
Hak Membuka
Tanah dan Memungut Hasil Hutan
Pasal 46
(1) Hak
membuka tanah dan memungut hasil hutan hanya dapat dipunyai oleh warga-negara
Indonesia dan diatur dengan Peraturan Pemerintah.
(2) Dengan
mempergunakan hak memungut hasil hutan secara sah tidak dengan sendirinya
diperoleh hak milik atas tanah itu.
PENJELASAN
PASAL 46
Hak membuka
tanah dan hak memungut hasil hutan adalah hak-hak dalam hukum adat yang
menyangkut tanah. Hak-hak ini perlu diatur dengan Peraturan Pemerintah demi
kepentingan umum yang lebih luas daripada kepentingan orang atau masyarakat
hukum yang bersangkutan.
Bagian IX
Hak Guna
Air, Pemeliharaan dan Penangkapan Ikan
Pasal 47
(1) Hak guna
air ialah hak memperoleh air untuk keperluan tertentu dan/atau mengalirkan air
itu diatas tanah orang lain.
(2) Hak
guna-air serta pemeliharaan dan penangkapan ikan diatur dengan Peraturan
Pemerintah.
PENJELASAN
PASAL 47
Hak guna-air
dan hak pemeliharaan dan penangkapan ikan adalah mengenai air yang tidak berada
diatas tanah miliknya sendiri. Jika mengenai air yang berada diatas tanah
miliknya sendiri maka hal-hal itu sudah termasuk dalam isi daripada hak milik
atas tanah.
Hak guna-air
ialah hak akan memperoleh air dari sungai, saluran atau mata air yang berada
diluar tanah miliknya sendiri maka hal-hal itu sudah termasuk dalam isi
daripada hak milik atas tanah.
Hak guna-air
ialah hak akan memperoleh air dari sungai, saluran atau mata air yang berada
diluar tanah miliknya, misalnya untuk keperluan mengairi tanahnya, rumah tangga
dan lain sebagainya. Untuk itu maka sering kali air yang diperlukan itu perlu
dialirkan (didatangkan) melalui tanah orang lain dan air yang tidak diperlukan
seringkali perlu dialirkan pula (dibuang) melalui tanah orang yang lain lagi.
Orang-orang tersebut tidak boleh menghalang-halangi pemilik tanah itu untuk
mendatangkan dan membuang air tadi melalui tanahnya masing-masing.
Bagian X
Hak Guna
Ruang Angkasa
Pasal 48
(1) Hak guna
ruang angkasa memberi wewenang untuk mempergunakan
tenaga dan
unsur-unsur dalam ruang angkasa guna usaha-usaha memelihara dan
memperkembangkan kesuburan bumi, air serta kekayaan alam yang terkandung
didalamnya dan hal-hal lain yang bersangkutan dengan itu.
(2)Hak guna
ruang angkasa diatur dengan Peraturan Pemerintah.
PENJELASAN
PASAL 48
Hak
guna-ruang-angkasa diadakan mengingat kemajuan tehnik dewasa ini dan
kemungkinan-kemungkinannya dikemudian hari.
Bagian XI
Hak-Hak
Tanah Untuk Keperluan Suci dan Sosial
Pasal 49
(1) Hak
milik tanah badan-badan keagamaan dan sosial sepanjang dipergunakan untuk usaha
dalam bidang keagamaan dan sosial, diakui dan dilindungi. Badan-badan tersebut
dijamin pula akan memperoleh tanah yang cukup untuk bangunan dan usahanya dalam
bidang keagamaan dan sosial.
(2) Untuk
keperluan peribadatan dan keperluan suci lainnya sebagai dimaksud dalam pasal14
dapat diberikan tanah yang dikuasai langsung oleh Negara dengan hak pakai.
PENJELASAN
PASAL 49
Untuk
menghilangkan keragu-raguan dan kesangsian maka pasal ini memberi ketegasan,
bahwa soal-soal yang bersangkutan dengan peribadatan dan keperluan-keperluan
suci lainnya dalam hukum agraria yang baru akan mendapat perhatian sebagaimana
mestinya. Hubungan pula dengan ketentuan dalam pasal 5 dan pasal 14 ayat 1
hurub b.
Bagian XII
Ketentuan-Ketentuan
Lain
Pasal 50
(1)
Ketentuan-ketentuan lebih lanjut mengenai hak milik diatur dengan Undang-Undang.
(2)
Ketentuan-ketentuan lebih lanjut mengenai hak guna-usaha, hak guna-
bangunan,
hak pakai dan hak sewa untuk bangunan diatur dengan peraturan perundangan.
PENJELASAN
PASAL 50
Sebagai
konsekwensi, bahwa dalam undang-undang ini hanya dimuat pokok-pokoknya saja
dari hukum agraria yang baru.
Pasal 51
Hak
tanggungan yang dapat dibebankan pada hak milik, hak guna-usaha dan hak
guna-bangunan tersebut dalam pasal 25, 33 dan 39 diatur dengan Undang-Undang.
PENJELASAN
PASAL 51
Sebagai
konsekwensi, bahwa dalam undang-undang ini hanya dimuat pokok-pokoknya saja
dari hukum agraria yang baru.
BAB III
KETENTUAN
PIDANA
Pasal 52
(1)Barangsiapa
dengan sengaja melanggar ketentuan dalam pasal 15 dipidana dengan hukuman
kurungan selama-lamanya 3 bulan dan/atau denda setinggi-tingginya Rp. 10.000,-
(2)Peraturan
Pemerintah dan peraturan perundangan yang dimaksud dalam pasal 19, 22, 24, 26,
ayat (1), 46, 47, 48, 49, ayat (3) dan 50 ayat (2) dapat memberikan ancaman
pidana atas pelanggaran peraturannya dengan hukuman kurungan selama-lamanya 3
bulan dan/atau denda setinggi-tingginya Rp. 10.000,-.
(3 Tindak
pidana dalam ayat (1) dan (2) pasal ini adalah pelanggaran.
PENJELASAN
PASAL 52
Untuk
menjamin pelaksanaan yang sebaik-baiknya daripada peraturan-peraturan serta
tindakan-tindakan yang merupakan pelaksanaan dari Undang-undang Pokok Agraria
maka diperlukan adanya sangsi pidana sebagai yang ditentukan dalam pasal
ini.
BAB IV
KETENTUAN-KETENTUAN
PERALIHAN
Pasal 53
(1) Hak-hak
yang sifatnya sementara sebagai yang dimaksud dalam pasal
16 ayat (1)
huruf h, ialah hak gadai, hak usaha bagi hasil, hak menumpang
dan hak sewa tanah pertanian diatur untuk membatasi sifat-sifatnya yang
bertentangan dengan Undang-Undang ini dan hak-hak tersebut diusahakan hapusnya
didalam waktu yang singkat.
(2)
Ketentuan dalam pasal 52 ayat (2) dan (3) berlaku terhadap peraturan-
peraturan
yang dimaksud dalam ayat (1) pasal ini.
PENJELASAN
PASAL 53
Sudah
dijelaskan dalam penjelasan pasal 16.
Pasal 54
Berhubung
dengan ketentuan-ketentuan dalam pasal 21 dan 26, maka jika seseorang yang
disamping kewarganegaraan Indonenesianya mempunyai kewarganegaraan Republik
Rakyat Tiongkok, telah menyatakan menolak kewarganegaraan Republik Rakyat
Tiongkok itu yang disahkan menurut peraturan perundangan yang bersangkutan, ia dianggap
hanya berkewarganegaraan Indonesia saja menurut pasal 21 ayat (1).
PENJELASAN
PASAL 54
Pasal ini
diadakan berhubung dengan ketentuan dalam pasal 21 dan 26. Seseorang yang telah
menyatakan menolak kewarganegaraan R.R.C. tetapi pada tanggal mulai berlakunya
undang-undang ini belum mendapat pengesahan akan terkena oleh ketentuan
konversi pasal I ayat 3, pasal II ayat 2 dan pasal VIII. Tetapi setelah
pengesahan penolakan itu diperolehnya maka baginya terbuka kemungkinan untuk
memperoleh hak atas tanah sebagai seorang yang berkewarganegaraan Indonesia
tunggal. Hal itu berlaku juga bagi orang-orang yang disebutkan didalam pasal 12
Peraturan Pemerintah Nomor 20 tahun 1959, yaitu sebelumnya diperoleh pengesahan
dari instansi yang berwenang.
Pasal 55
(1) Hak-hak
asing yang menurut ketentuan konversi pasal I, II, III, IV dan V dijadikan hak
usaha-usaha dan hak guna-bangunan hanya berlaku untuk sementara selama sisa
waktu hak-hak tersebut, dengan jangka waktu paling lama 20 tahun.
(2) Hak
guna-usaha dan hak guna-bangunan hanya terbuka kemungkinannya untuk diberikan
kepada badan-badan hukum yang untuk sebagian atau seluruhnya bermodal asing, jika
hal itu diperlukan oleh Undang-Undang yang mengatur pembangunan nasional
semesta berencana.
PENJELASAN
PASAL 55
Sudah
dijelaskan dalam penjelasan pasal 30.
Ayat 1
mengenai modal asing yang sekarang sudah ada, sedang ayat 2 menunjuk pada modal
asing baru. Sebagaimana telah ditegaskan dalam penjelasan pasal 30 pemberian
hak baru menurut ayat 2 ini hanya dimungkinkan kalau hal itu diperlukan oleh
undang-undang pembangunan Nasional semesta berencana.
K e d u a :
Hak-hak yang ada sekarang ini menurut ketentuan konversi ini semuanya menjadi
hak-hak baru menurut Undang-undang Pokok Agraria.
Hak
guna-usaha dan hak guna-bangunan yang disebut dalam pasal I, II, III, IV dan V
berlangsung dengan syarat-syarat umum yang ditetapkan dalam Peraturan yang
dimaksud dalam pasal 50 ayat 2 dan syarat-syarat khusus yang bersangkutan
dengan keadaan tanahnya dan sebagai yang disebutkan dalam akta haknya yang
dikonversi itu, sepanjang tidak bertentangan dengan peraturannya yang baru.
K e t i g a
: Perubahan susunan pemerintahan desa perlu diadakan untuk menjamin pelaksanaan
yang sebaik-baiknya daripada perombakan hukum agraria menurut Undang-undang
ini. Pemerintah desa akan merupakan pelaksana yang mempunyai peranan yang
sangat penting.
K e e m p a
t : Ketentuan ini bermaksud menghapuskan hak-hak yang masih bersifat feodal dan
tidak sesuai dengan ketentuan undang-undang ini.
Termasuk Lembaran-Negara
Nomor 104 tahun 1960.
Pasal 56
Selama
Undang-Undang mengenai hak milik sebagai tersebut dalam pasal 50 ayat (1) belum
terbentuk, maka yang berlaku adalah ketentuan-ketentuan hukum adat setempat dan
peraturan-peraturan lainnya mengenai hak-hak atas tanah yang memberi wewenang
sebagaimana atau mirip dengan yang dimaksud dalam pasal 20, sepanjang tidak
bertentangan dengan jiwa dan ketentuan-ketentuan Undang-Undang ini.
Pasal 57
Selama
Undang-Undang mengenai hak tanggungan tersebut dalam pasal 51 belum terbentuk,
maka yang berlaku ialah ketentuan-ketentuan mengenai hypotheek tersebut dalam
Kitab Undang-Undang Hukum Perdata Indonesia dan Credietverband
tersebut dalam Staatsblad .1908 No. 542 sebagai yang telah diubah dengan
Staatsblad 1937 No. 190.
Pasal 58
Selama
peraturan-peraturan pelaksanaan Undang-Undang ini belum terbentuk, maka
peraturan-peraturan baik yang tertulis maupun yang tidak
tertulis
mengenai bumi dan air sertakekayaan alam yang terkandung didalamnya dan hak-hak
atas tanah, yang ada pada mulai berlakunya Undang-Undang ini, tetap berlaku
sepanjang tidak bertentangan dengan jiwa
dari
ketentuan-ketentuan dalam Undang-Undang ini serta diberi tafsiran yang
sesuai
dengan itu.
0 comments:
Post a Comment