BAB
I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Kesehatan
reproduksi adalah kesejahteraan fisik, mental dan sosial yang utuh dan bukan
hanya tidak adanya penyakit atau kelemahan, dalam segala hal yang berhubungan
dengan sistem reproduksi dan fungsi-fungsinya serta prosesprosesnya.
Oleh
karena itu, kesehatan reproduksi berarti orang dapat mempunyai kehidupan seks
yang memuaskan dan aman, dan bahwa mereka memiliki kemapuan untuk bereproduksi
dan kebebasan untuk menentukan apakah mereka ingin melakukannya, bilamana dan
seberapa seringkah. Termasuk terakhir ini adalah hak pria dan wanita untuk
memperoleh informasi dan mempunyai akses terhadap cara - cara keluarga
berencana yang aman, efektif dan terjangkau, pengaturan fertilitas yang tidak
melawan hukum, hak memperoleh pelayanan pemeliharaan kesehatan kesehatan yang
memungkinkan para wanita dengan selamat menjalani kehamilan dan melahirkan
anak, dan memberikan kesempatan untuk memiliki bayi yang sehat. Sejalan dengan
itu pemeliharaan kesehatan reproduksi merupakan suatu kumpulan metode, teknik
dan pelayanan yang mendukung kesehatan dan kesejahteraan reproduksi melalui
pencegahan dan penyelesaian masalah kesehatan reproduksi. Ini juga mencakup
kesehatan seksual, yang bertujuan meningkatkan status kehidupan dan hubungan-hubungan
perorangan, dan bukan semata-mata konseling dan perawatan yang bertalian dengan
reproduksi dan penyakit yang ditularkan melalaui hubungan seks.
1.2
Tujuan dan Maksud
Mahasiswa
mengetahui perawatan kesehatan reproduksi
BAB
II
PEMBAHASAN
2.1
Pengertian
Kesehatan
reproduksi menurut WHO adalah kesejahteraan fisik, mental dan sosial yang utuh
bukan hanya bebas dari penyakit atau kecatatan, dalam segala aspek yang
berhubungan dengan sistem reproduksi, fungsi serta prosesnya.
ini mencakup tentang
hal-hal sebagai berikut:
1) Hak
seseorang untuk dapat memperoleh kehidupan seksual yang aman dan memuaskan
serta mempunyai kapasitas untuk bereproduksi;
2) Kebebasan
untuk memutuskan bilamana atau seberapa banyak melakukannya;
3) Hak
dari laki-laki dan perempuan untuk memperoleh informasi serta memperoleh
aksebilitas yang aman, efektif, terjangkau baik secara ekonomi maupun kultural;
Oleh
karena itu, kesehatan reproduksi berarti orang dapat mempunyai kehidupan seks
yang memuaskan dan aman, dan bahwa mereka memiliki kemapuan untuk bereproduksi
dan kebebasan untuk menentukan apakah mereka ingin melakukannya, bilamana dan
seberapa seringkah. Termasuk terakhir ini adalah hak pria dan wanita untuk
memperoleh informasi dan mempunyai akses terhadap cara - cara keluarga
berencana yang aman, efektif dan terjangkau, pengaturan fertilitas yang tidak
melawan hukum, hak memperoleh pelayanan pemeliharaan kesehatan kesehatan yang
memungkinkan para wanita dengan selamat menjalani kehamilan dan melahirkan
anak, dan memberikan kesempatan untuk memiliki bayi yang sehat.
Agar
dapat melaksanakan fungsi reproduksi secara sehat, dalam pengertian fisik,
mental maupun sosial, diperlukan beberapa prasyarat :
1) agar
tidak ada kelainan anatomis dan fisiologis baik pada perempuan maupun
laki-laki. Antara lain seorang perempuan harus memiliki rongga pinggul yang
cukup besar untuk mempermudah kelahiran bayinya kelak. Ia juga harus memiliki
kelenjar-kelenjar penghasil hormon yang mampu memproduksi hormon-horman yang
diperlukan untuk memfasilitasi pertumbuhan fisik dan fungsi sistem dan organ
reproduksinya. Perkembangan-perkembangan tersebut sudah berlangsung sejak usia
yang sangat muda. Tulang pinggul berkembang sejak anak belum menginjak remaja
dan berhenti ketika anak itu mencapai usia 18 tahun. Agar semua pertumbuhan itu
berlangsung dengan baik, ia memerlukan makanan dengan mutu gizi yang baik dan
seimbang. Hal ini juga berlaku bagi laki-laki. Seorang lakilaki memerlukan gizi
yang baik agar dapat berkembang menjadi laki-laki dewasa yang sehat.
2) baik laki-laki maupun perempuan memerlukan
landasan psikis yang memadai agar perkembangan emosinya berlangsung dengan
baik. Hal ini harus dimulai sejak sejak anak-anak, bahkan sejak bayi. Sentuhan
pada kulitnya melalui rabaan dan usapan yang hangat, terutama sewaktu menyusu
ibunya, akan memberikan rasa terima kasih, tenang, aman dan kepuasan yang tidak
akan ia lupakan sampai ia besar kelak. Perasaan semacam itu akan menjadi dasar
kematangan emosinya dimasa yang akan datang.
3) setiap
orang hendaknya terbebas dari kelainan atau penyakit yang baik langsung maupun
tidak langsung mengenai organ reproduksinya. Setiap lelainan atau penyakit pada
organ reproduksi, akan dapat pula menggangu kemampuan seseorang dalam
menjalankan tugas reproduksinya. Termasuk disini adalah penyakit yang
ditularkan melalui hubungan seksual-misalnya AIDS dan Hepatitis B, infeksi lain
pada organ reproduksi, infeksi lain yang mempengaruhi perkembangan janin,
dampak pencemaran lingkungan, tumor atau kanker pada organ reproduksi, dan
ganguan hormonal terutama hormon seksual.
4) seorang
perempuan hamil memerlukan jaminan bahwa ia akan dapat melewati masa tersebut dengan aman. Kehamilan bukanlah
penyakit atau kelainan. Kehamilan adalah sebuah proses fisiologis. Meskipun
demikian, kehamilan dapat pula mencelakai atau mengganggu kesehatan perempuan
yang mengalaminya. Kehamilan dapat menimbulkan kenaikan tekanan darah tinggi,
pendarahan, dan bahkan kematian.
Meskipun
ia menginginkan datangnya kehamilan tersebut, tetap saja pikirannya penuh
dengan kecemasan apakah kehamilan itu akan mengubah penampilan tubuhnya dan
dapat menimbulkan perasaan bahwa dirinya tidak menarik lagi bagi suaminya. Ia
juga merasa cemas akan menghadapi rasa sakit ketika melahirkan, dan cemas
tentang apa yang terjadi pada bayinya. Adakah bayinya akan lahir cacat, atau
lahir dengan selamat atau hidup. Perawatan kehamilan yang baik seharusnya
dilengkapi dengan konseling yang dapat menjawab berbagai kecemasantersebut.
Secara garis besar dapat
dikelompokkan empat golongan faktor yang dapat berdampak buruk bagi kesehatan
reproduksi
yaitu :
1. Faktor sosial-ekonomi dan demografi
(terutama kemiskinan, tingkat pendidikan yang rendah, dan ketidaktahuan tentang
perkembangan seksual dan proses reproduksi, serta lokasi tempat tinggal yang
terpencil).
2. Faktor budaya dan lingkungan
(misalnya, praktek tradisional yang berdampak buruk pada kesehatan reproduksi,
kepercayaan banyak anak banyak rejeki, informasi tentang fungsi reproduksi yang
membingungkan anak dan remaja karena saling berlawanan satu dengan yang lain,
dsb).
3. Faktor psikologis (dampak pada
keretakan orang tua pada remaja, depresi karena ketidakseimbangan hormonal,
rasa tidak berharga wanita pada pria yang membeli kebebasannya secara materi,
dsb).
4. Faktor biologis (cacat sejak lahir,
cacat pada saluran reproduksi pasca penyakit menular seksual, dsb).
2.2 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kesehatan Reproduksi
Secara garis besar
dapat dikelompokkan empat golongan faktor yang dapat berdampak buruk bagi
keseshatan reproduksi:
a) Faktor
sosial-ekonomi dan demografi (terutama kemiskinan, tingkat pendidikan yang rendah
dan ketidaktahuan tentang perkembangan seksual dan proses reproduksi, serta
lokasi tempat tinggal yang terpencil);
b) Faktor
budaya dan lingkungan (misalnya, praktek tradisional yang berdampak buruk pada
kesehatan reproduksi, kepercayaan banyak anak banyak rejeki, informasi tentang
fungsi reproduksi yang membingungkan anak dan remaja karena saling berlawanan
satu dengan yang lain, dsb);
c) Faktor
psikologis (dampak pada keretakan orang tua pada remaja, depresi karena
ketidakseimbangan hormonal, rasa tidak berharga wanita terhadap pria yang
membeli kebebasannya secara materi, dsb);
d) Faktor
biologis (cacat sejak lahir, cacat pada saluran reproduksi pasca penyakit
menular seksual, dsb).
Pengaruh
dari semua faktor diatas dapat dikurangi dengan strategi intervensi yang tepat
guna, terfokus pada penerapan hak reproduksi wanita dan pria dengan dukungan
disemua tingkat administrasi, sehingga dapat diintegrasikan kedalam berbagai
program kesehatan, pendidikan, sosial dam pelayanan non kesehatan lain yang
terkait dalam pencegahan dan penanggulangan masalah kesehatan reproduksi.
2.3
Tujuan Kesehatan Reproduksi
A. Tujuan
Utama
Sehubungan
dengan fakta bahwa fungsi dan proses reproduksi harus didahului oleh hubungan
seksual, tujuan utama program kesehatan reproduksi adalah meningkatkan
ksesadaran kemandiriaan wanita dalam mengatur fungsi dan proses reproduksinya,
termasuk kehidupan seksualitasnya, sehingga hak-hak reproduksinya dapat
terpenuhi, yang pada akhirnya menuju peningkatan kualitas hidupnya.
B. Tujuan
Khusus
Dari tujuan umum
tersebut dapat dijabarkan empat tujuan khusus yaitu :
1) Meningkatnya
kemandirian wanita dalam memutuskan peran dan fungsi reproduksinya;
2) meningkatnya
hak dan tanggung jawab sosial wanita dalam menentukan kapan hamil, jumlah dan
jarak kehamilan;
3) meningkatnya
peran dan tanggung jawab sosial pria terhadap akibat dari perilaku seksual dan
fertilitasnya kepada kesehatan dan kesejahteraan pasangan dan anak-anaknya;
4) dukungan
yang menunjang wanita untuk menbuat keputusan yang berkaitan dengan proses reproduksi,
berupa pengadaan informasi dan pelayanan yang dapat memenuhi kebutuhan untuk
mencapai kesehatan reproduksi secara optimal.
Tujuan
diatas ditunjang oleh undang-undang No. 23/1992, bab II pasal 3 yang
menyatakan: “Penyelenggaraan upaya kesehatan bertujuan untuk meningkatkan
derajat kesehatan yang optimal bagi masyarakat”, dalam bab III pasal 4 “Setiap
orang menpunyai hak yang sama dalam memperoleh derajat kesehatan yang optimal.
2.4
Sasaran Kesehatan Reproduksi
Indonesia
menyetujui ke -tujuh sasaran reproduksi WHO untuk masa 1993-2001, karena masih
dalam jangkauan sasaran Repelita VI, yaitu:
a) Penurunan
33% angka prevalensi anemia pada wanita (usia 15-49 tahun)
b) Penurunan
angka kematian ibu hingga 59%;semua wanita hamil mendapatkan akses pelayanan
prenatal, persalinan oleh tenaga terlatih dan kasus kehamilan resiko tinggi
serta kegawatdaruratan kebidanan, dirujuk kekapasilitas kesehatan
c) peningkatan
jumlah wanita yang bebas dari kecacatan/gangguan sepanjang hidupnya sebesar 15%
diseluruh lapisan masyarakat;
d) Penurunan
proporsi bayi berat lahir rendah (<2,5kg) menjadi kurang dari 10 %;
e) Pemberantasan
tetanus neonatarum (angka insiden diharapkan kurang dari satu kasus per 1000
kelahiran hidup) disemua kabupaten;
f) Semua
individu dan pasangan mendapatkan akses informasi dan pelayanan pencegahan
kehamilan yang terlalu dini, terlalu dekat jaraknya, terlalu tua, dan telalu
banyak
g) Proporsi
yang memanfaatkan pelayanan kesehatan dan pemeriksaan danpengobatan PMS minimal
mencapai 70% (WHO/SEARO,1995)
2.5
Ruang Lingkup Masalah Kesehatan Reproduksi
Isu-isu
yang berkaitan dengan kesehatan reproduksi kadang merupakan isu yang pelik dan
sensitif, seperti hak-hak reproduksi, kesehatan seksual, penyakit menular
seksual (PMS) termasuk HIV/AIDS, kebutuhan khusus remaja, dan perluasan
jangkauan pelayanan kelapisan masyarakat kurang manpu atau meraka yang
tersisih. Karena proses reproduksi nyatanya terjadi terjadi melalui hubungan
seksual, defenisi kesehatan reproduksi mencakup kesehatan seksual yang mengarah
pada peningkatan kualitas hidup dan hubungan antar individu, jadi bukan hanya
konseling dan pelayanan untuk proses reproduksi dan PMS. Dalam wawasan
pengembagan kemanusiaan. Merumuskan pelayanan kesehatan reproduksi yang sangat
penting mengingat dampaknya juga terasa pada kualitas hidup generasi
berikutnya. Sejauh mana seseorang dapatmenjalankan fungsi dan proses
reproduksinya secara aman dan sehat sesungguhnya tercermin dari kondisi
kesehatan selama siklus kehidupannya, mulai dari saat konsepsi, masa anak,
remaja, dewasa, hingga masa pasca usia reproduksi.
Menurut
program kerja WHO ke IX (1996-2001), masalah kesehatan reproduksi ditinjau dari
pendekatan siklus kehidupan keluarga, meliputi :
a. Praktek
tradisional yang berakibat buruk semasa anak-anak (seperti mutilasi, genital,
deskri minasi nilai anak, dsb);
b. Masalah
kesehatan reproduksi remaja (kemungkinan besar dimulai sejak masa kanak-kanak
yang seringkali muncul dalam bentuk kehamilan remaja, kekerasan/pelecehan
seksual dan tindakan seksual yang tidak aman);
c. Tidak
terpenuhinya kebutuhan ber-KB, biasanya terkait dengan isu aborsi tidak aman;
d. Mortalitas
dan morbiditas ibu dan anak (sebagai kesatuan) selama kehamilan, persalian dan
masa nifas, yang diikuti dengan malnutrisi, anemia, berat bayi lahir rendah;
e. Infeksi
saluran reproduksi, yang berkaitan dengan penyakit menular seksual;
f. Kemandulan,
yang berkaitan erat dengan infeksi saluran reproduksi dan penyakit menular
seksual;
g. Sindrom
pre dan post menopause dan peningkatan resiko kanker organ reproduksi;
Kekurangan
hormon yang menyebabkan osteoporosis dan masalah ketuaan lainnya. Masalah
kesehatan reproduksi mencakup area yang jauh lebih luas, dimana masalah
tersebut dapat kita kelompokkan sebagai berikut:
a)
Masalah
reproduksi
Kesehatan,
morbiditas (gangguan kesehatan) dan kematian peremp uan yang berkaitan denga
kehamilan. Termasuk didalamnya juga maslah gizi dan anemia dikalangan
perempuan, penyebab serta komplikasi dari kehamilan, masalah kemandulan dan
ketidaksuburan;
1. Peranan
atau kendali sosial budaya terhadap masalah reproduksi. Maksudnya bagaimana
pandangan masyarakat terhadap kesuburan dan kemandulan, nilai anak dan
keluarga, sikap masyarakat terhadap perempuan hamil;
2. Intervensi
pemerintah dan negara terhadap masalah reproduksi. Misalnya program KB,
undang-undang yang berkaitan dengan masalah genetik, dan lain sebagainya;
3. Tersediannya
pelayanan kesehatan reproduksi dan keluarga berencana, serta terjangkaunya
secara ekonomi oleh kelompok perempuan dan anak-anak;
4. Kesehatan
bayi dan anak-anak terutama bayi dibawah umur lima tahun;
5. Dampak
pembangunan ekonomi, industrialisasi dan perubahan lingkungan terhadap
kesehatan reproduksi.
b)
Masalah
gender dan seksualitas
Pengaturan
negara terhadap masalah seksualitas. Maksudnya adalah peraturan dan kebijakan
negara mengenai pornografi, pelacuran dan pendidikan seksualitas;
1. Pengendalian
sosio -budaya terhadap masalah seksualitas, bagaimana normanorma sosial yang
berlaku tentang perilaku seks, homoseks, poligami, dan perceraian;
2. Seksualitas
dikalangan remaja;
3. Status
dan peran perempuan;
4. Perlindunagn
terhadap perempuan pekerja.
c)
Masalah
kekerasan dan perkosaan terhadap perempuan
1. Kencenderungan
penggunaan kekerasan secara sengaja kepada perempuan, perkosaan, serta
dampaknya terhadap korban;
2. Norma
sosial mengenai kekerasan dalam rumah tangga, serta mengenai berbagai tindak
kekerasan terhadap perempuan;
3. Sikap
masyarakat mengenai kekerasan perkosaan terhadap pelacur;
4. Berbagai
langkah untuk mengatasi masalah- masalah tersebut.
d)
Masalah
penyakit yang ditularkan melalui hubungan seksual
1. Masalah
penyakit menular seksual yang lama, seperti sifilis, dan gonorhea;
2. Masalah
penyakit menular seksual yang relatif baru seperti chlamydia, dan herpes;
3. Masalah
HIV/AIDS (Human Immunodeficiency Virus/Acguired immunodeficiency Syndrome);
4. Dampak
sosial dan ekonomi dari penyakit menular seksual;
5. Kebijakan
dan progarm pemerintah dalam mengatasi maslah tersebut (termasuk penyediaan
pelayanan kesehatan bagi pelacur/pekerja seks komersial);
6. Sikap
masyarakat terhadap penyakit menular seksual.
e)
Masalah
pelacuran
1.
Demografi pekerja seksual komersial atau
pelacuran;
2.
Faktor-faktor yang mendorong pelacuran
dan sikap masyarakat terhadapnnya;
3.
Dampaknya terhadap kesehatan reproduksi,
baik bagi pelacur itu sendiri maupun bagi konsumennya dan keluarganya
f)
Masalah
sekitar teknologi
1. Teknologi
reproduksi dengan bantuan (inseminasi buatan dan bayi tabung);
2. Pemilihan
bayi berdasarkan jenis kelamin (gender fetal screening);
3. Pelapisan
genetik (genetic screening);
4. Keterjangkauan
dan kesamaan kesempatan;
5. Etika
dan hukum yang berkaitan dengan masalah teknologi reproduksi ini.
2.6
Pelayanan Kesehatan Reproduksi
Sesuai
dengan rekomendasi strategi regional WHO untuk negara-negara anggota di Asia
Tenggara, dua peket pelayanan kesehatan reproduksi telah dirumuskan oleh
wakil-wakil sektor dan inter-program dalam beberapa pertemuan koordinasi
pralokakarya nasional di Jakarta. Lima kelompok kerja telah sepakat untuk
melaksankan pelayanan dasar berikut sebagai strategi intervensi nasional.
Penanggulangan
masalah kesehatan reproduksi di Indonesia:
A. Paket
Kesehatan Reproduksi Esensial ;
1. Kesejahteraan
Ibu dan Bayi
2. Keluarga
Berencana
3. Pencegahan
dan penanganan ISR/PMS/HIV
4. Kesehatah
Reproduksi Remaja
B. Paket
Kesehatan Reproduksi Komprehensip
1. Pencegahan
dan penanganan masalah usia lanjut, selain paket esensial diatas.
Perilaku
seseorang tidak akan berubah jika makna dan manfaat perubahan perilaku tersebut
tidak dimengerti terlebih dahulu. Jadi, langkah pertama adalah meningkatkan
kepedulian masyarakat dan menciptakan kepedulian masyarakat dan menciptakan
peminatan keluarga akan materi pelayanan kesehatan reproduksi. Bahan-bahan KIE
perlu dikembangkan sesuai kebutuhan untuk mendukung konsep kesehatan
reproduksi. Sebaiknya digunakan bahasa agama, sosial-politik, dan juga bahasa
remaja dalam memasyarakatkan arti kesehatan reproduksi, yang merupakan suatu
konsep pendekatan baru. Karena itu diperlukan pendekatan multi-sektoral
terpadu, dimana berbagai intervensi dilaksanakan sekaligus oleh berbagai sector
Tetapi
dengan tujuan umum yang sama sehingga dampaknya le bih nyata. Karena perubahan
perilaku tidak hanya akan membutuhkan waktu, tetapi juga memerlukan alokasi
sumber daya dan sumber dana yang besar. Diterimanya gagasan kesehatan
reproduksi secara nasional diseluruh jajaran perencanaan program merupakan lagkah
pertama keterpaduaan dalam menjawab tantangan pelaksanaan tahapan yang lebih
komprehensif kelak. Persamaan persepsi
Ditingkat
nasional akan menciptakan kondisi lingkungan yang memungkinkan opersionalisasi
dari perencanaan ditingkat propinsi dan kabupaten. Gagasan dasarnya adlah “Perubahan
tingkah laku reproduksi adalah tanggung jawab setiap orang”. Program
pemerintah mempunyai keterbatasan sumber daya dalam memikul beban masalah
reproduksi yang dihadapi seseorang sepanjang siklus kehidupannya.
Kunci
penyelesaian adalah saling berbagi tanggung jawab antara keluarga dan
masyarakat. Jika program menginginkan keluarga dan masyarakat juga terlibat dan
merasa bertanggung jawab untuk memperbaiki perilaku reproduksinya, pelaksanaan
pelayanan harus mampu memuaskan kebutuhan klien. Jika tidak, walau klien
(keluarga atau masyarakat) mengetahui keberadaan program pun mereka tidak
merasa perlu untuk mengubah perilaku atau memanfaatkan pelayanan tersebut.
Strategi kesehatan
reproduksi menurut komponen pelayaanan kesehatan reproduksi komprehensif dapat
diuraikan sebagai berikut:
1. Komponen
Kesejahteraan Ibu dan Anak
Peristiwa
kehamilan, persalinan dan masa nifas merupakan kurun kehidupan wanita yang
paling tinggi resikonya karena dapat membawa kematian, dan makna kematian
seorang ibu bukan hanya satu anggota keluarga tetapi hilangnya kehidupan sebuah
keluarga. Peran ibu sebagai wakil pimpinan rumah tangga sulit digantikan. Untuk
mengurangi terjadinya kematian ibu karena
kehamilan
dan persalinan, harus dilakukaun pemantauan sejak dini agar dapat mengambil
tindakan yangcepat dan tepat sebelum berlanjut pada keadaan kebidanan darurat.
Upaya intervensi dapat berupa pelayanan ante natal, pelayanan persalinan/partus
dan pelayanan postnatal atau masa nifas. Informasi yang akurat perlu diberikan
atas ketidaktahuan bahwa hubungan seks yang dilakukan, akan mengakibatkan
kehamilan, dan bahwa tanpa menggunakan
kotrasepsi
kehamilan yang tidak diinginkan bisa terjadi. Dengan demikian tidak perlu
dilakukan pengguguran yang dapat mengancam jiwa.
2. Komponen
Keluarga Berencana
Promosi
KB dapat ditujukan pada upaya peningkatan kesejahteraan ibu sekaligus
kesejahteraan keluarga. Calon suami-istri agar merencanakan hidup berkeluarga
atas dasar cinta kasih, serta pertimbangan rasional tentang masa depan yang
baik bagi kehidupan suami istri dan anak-anak mereka serta masyarakat. Keluarga
berencana bukan hanya sebagai upaya/strategi kependudukan dalam menekan
pertumbuhan penduduk agar sesuai dengan daya dukung lingkungan tetapi juga
merupakan strategi bidang kesehatan dalam upaya peningkatan kesehatan ibu
melalui pengaturan jarak dan jumlah kelahiran. Pelayanan yang berkualitas juga
perlu ditingkatkan dengan lebih memperhatikan pandangan klien atau pengguna
pelayanan.
3. Komponen
Pencegahan dan Penanganan Infeksi Saluran Reproduksi (ISR),
Termasuk
Penyakit Menular Seksual dan HIV/AIDS Pencegahan dan penanganan infeksi
ditujukan pada penyakit dan gangguan yang berdampak pada saluran reproduksi.
Baik yang disebabkan penyakit infeksi yang non PMS. Seperti Tuberculosis,
Malaria, Filariasis, dsb; maupun penyakit
Infeksi yang tergolong PMS (penyalit menular
seksual), seperti gonorrhoea, sifilis,herpes genital, chlamydia, dsb; ataupun
kondisi infeksi yang berakibat infeksi rongga panggul (pelvic inflammatory
diseases/ PID) seperti alat kontrasepsi dalam rahim (AKDR), yang dapat
berakibat seumur hidup pada wanita maupun pria, misalnya kemandulan, hal mana
akan menurunkan kualitas hidupnya. Salah satu yang juga sangat mendesak saat
ini adalah upaya pencegahan PMS yang fatal yaitu infeksi virus HIV (Human
Immunodeficiency Virus).
4.
Komponen Kesehatan Reproduksi Remaja
Upaya
promosi dan pencegahan masalah kesehatan reproduksi juga perlu diarahkan pada
masa remaja, dimana terjadi peralihan dari masa anak menjadi dewasa, dan
perubahan-perubahan dari bentuk dan fungsi tubuh terjadi dalam waktu relatif
cepat. Hal ini ditandai dengan berkembangnya tanda seks sekunder dan
berkembangnya jasmani secara pesat, menyebabkan remaja secara fisik mampu
melakukan fungsi proses reproduksi tetapi belum dapat mempertanggungjawabkan
akibat dari proses reproduksi tersebut. Informasi dan penyuluhan, konseling dan
pelayanan klinis perlu ditingkatkan untuk mengatasi masalah kesehatan
reproduksi remaja ini.
5. Komponen
Usia Lanjut
Melengkapi
siklus kehidupan keluarga, komponen ini akan mempromosikan peningkatan kualitas
penduduk usia lanjut pada saat menjelang dan setelah akhir kurun usia
reproduksi (menopouse/adropause). Upaya pencegahan dapat dilakukan melalui
skrining keganansan organ reproduksi misalnya kan ker rahim pada wanita, kanker
prostat pada pria serta pencegahan defesiensi hormonal dan akibatnya seperti
kerapuhan tulang dan lain-lain.
Hasil
akhir yang diharapkan dai pelaksanaan kesehatan reproduksi yang dimodifikasikan
dari rekomendasi WHO tersebut adalah peningkatan akses :
1) Informasi
secara menyeluruh mengenai seksualitas dan reproduksi, masalah kesehatan
reproduksi, manfaat dan resiko obat, alat, perawatan, tindakan intervensi, dan
bagaimana kemampuan memilih dengan tepat sangat diperlukan.
2) Paket
pelayanan kesehatan reproduksi yang berkualitas yang menjawab kebutuhan wanita
maupun pria.
3) Kontrasepsi
(termasuk strerilisasi) yang aman dan efektif
4) Kehamilan
dan persalinan yang direncanakan dan aman
5) Pencegahan
dan penanganan tindakan pengguguran kandungan tida k aman.
6) Pencegahan
dan penanganan sebab-sebab kemandulan (ISR/PMS).
7) Informasi
secara menyeluruh termasuk dampak terhadap otot dan tulang, libido, dan
perlunya skrining keganasan (kanker) organ reproduksi.
Pengukuran
perubahan-perubahan yang positif terhadap hasil akhir diatas akan menunjukkan
kemajuan pencapaian tujuan akhir; pelayanan kesehatan dasar yang menjawab
kebutuhan kesehatan reproduksi individu,suami-istri dan keluarga, hal mana
menjadi dasar yang kokoh untuk mengatasi kesehatan reproduksi yang dihadapi
seseorang dalam kurun siklus reproduksinya.
Penelitian Pengembangan Model
Pelayanan Kesehatan Reproduksi Remaja bertujuan untuk mengembangkan model
pelayanan kesehatan reproduksi remaja secara komprehensif (pro-motif,
preventif, kuratif dan rehabilitatif) secara terpadu di Puskesmas.
Tujuan khususnya adalah:
1) Menganalisa kebutuhan kesehatan
reproduksi remaja;
2) Mengembangkan model promosi
kesehatan reproduksi remaja;
3) Mengembangkan model pe-latihan (peer
groups training) untuk petugas kesehatan Puskesmas dan remaja;
4) Mengembangkan model konseling
kesehatan reproduksi remaja di Puskesmas;
5) Mengembangkan sistem rujukan
kese-hatan reproduksi remaja;
6) Mengembangkan sistem kerja sama
lintas sektor, lintas program dan kemitraan dengan lembaga swadaya masyarakat;
7) Mengembangkan unit pelayanan
kesehatan repro-duksi terpadu (teen clinic) dan crisis center di Pusat
Penelitian dan Pengembangan Pelayanan Kesehatan di Surabaya.
Penelitian
ini meliputi 3 tahap yaitu:
1) Tahun pertama pengumpulan data awal
berupa analisa kebutuhan kesehatan reproduksi remaja dan fasilitas pelayanan
serta sumberdaya yang tersedia pada saat ini baik pemerintah maupun swasta
/LSM; pengembangan draft model pelayanan kesehatan reproduksi remaja; penyusunan
instrumen intervensi (paket KIE dan Konseling kesehatan reproduksi remaja,
paket KIE dan pelayanan PMS/AIDS; paket KIE dan pelayanan kehamilan remaja;
kerjasama lintas sektor dan kemitraan dengan LSM serta organisasi remaja dan
lembaga keagamaan untuk upaya promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif;
2) Tahun kedua akan dilakukan
intervensi berupa penerapan draft model pelayanan kesehatan reproduksi remaja,
pemantauan dan penyempurnaan;
3) Tahun ketiga akan dilakukan
pengumpulan data akhir dan analisa terhadap perubahan yang terjadi di daerah
intervensi dan di daerah kontrol, dengan menggunakan varibel dan indikator yang
sama seperti pada pengumpulan data awal.
2.7 Meningkatkan Pelayanan Kesehatan
Reproduksi
- Prioritas
keprihatinan
- Penawaran
layanan esensial
- Reproduksi dan
kesehatan seksual merupakan keprihatinan masyarakat
UNFPA mendukung gender dan pendekatan berbasis hak dan kesehatan reproduksi seksual,
salah satu yang memberdayakan perempuan sepanjang hidup mereka.
Hak reproduksi menjadi nyata, namun
hanya ketika layanan kesehatan reproduksi yang menawarkan tinggi kualitas pelayanan yang dibuat tersedia secara luas.
Ketersediaan mencakup keterjangkauan dan kemudahan, yang umumnya menyiratkan
berbagai layanan di bawah satu atap.
Pentingnya kesehatan reproduksi
telah disepakati pada tingkat tertinggi pada KTT Dunia 2005. Pada pertemuan itu,-pernah pertemuan terbesar para pemimpin
dunia diakui bahwa kesehatan reproduksi sangat penting untuk pencapaian Millenium Development Goals. Mereka menegaskan kembali perlunya
menjaga kesehatan reproduksi tinggi pada agenda pembangunan, dan untuk membuat
akses universal terhadap kesehatan reproduksi pada tahun 2015 menjadi
kenyataan.
UNFPA memberikan prioritas untuk
menyediakan pelayanan kesehatan dasar reproduksi untuk kaum muda, wanita hamil, dan sulit mencapai
populasi, termasuk yang mengungsi oleh krisis kemanusiaan . Menghubungkan
layanan kesehatan reproduksi terhadap HIV dan AIDS pencegahan, pengobatan dan perawatan
semakin dilihat sebagai strategi penting untuk memperluas akses untuk kedua
jenis perawatan.Dalam pengakuan bahwa laki-laki merupakan bagian integral
kesehatan reproduksi, Dana juga memperluas dukungan untuk layanan yang dapat
membuat pria sehat dan lebih bertanggung jawab pasangan seksual .
Baik pria maupun wanita memerlukan
akses terhadap pelayanan kesehatan informasi dan sesuai sepanjang hidup mereka.
Informasi tersebut dan layanan harus sensitif gender dan memungkinkan:
- Semua
individu untuk membuat pilihan informasi tentang seksualitas dan
reproduksi, dan memiliki kehidupan seksual yang aman dan memuaskan, bebas
dari kekerasan dan pemaksaan
- Perempuan
untuk pergi dengan aman melalui kehamilan dan persalinan
- Pasangan
memiliki kesempatan terbaik untuk memiliki bayi yang sehat
- Perempuan
untuk menghindari kehamilan yang tidak diinginkan dan untuk mengatasi
konsekuensi dari aborsi yang tidak aman
- Akses
ke pencegahan, pengobatan dan perawatan untuk infeksi menular seksual , termasuk HIV .
Hampir semua perjuangan negara
program untuk memperluas akses ke layanan. Karena sumber daya yang terbatas,
banyak negara awalnya menawarkan paket inti dari pelayanan dasar, yang dapat
dikembangkan sebagai sumber daya menjadi tersedia. Untuk kenyamanan pengguna,
dan perampingan manajemen, pelayanan kesehatan reproduksi dan seksual harus
terintegrasi dalam suatu sistem yang menawarkan perawatan kesehatan dasar dan
rujukan untuk kebutuhan yang lebih khusus.
Sebuah paket lengkap kesehatan
seksual dan reproduksi meliputi:
- Pelayanan
keluarga berencana melahirkan jarak /
- Perawatan
antenatal, kehadiran terampil saat melahirkan, dan seusai lahir
- Manajemen
komplikasi obstetri dan neonatal dan keadaan darurat
- Pencegahan
aborsi dan pengelolaan komplikasi akibat aborsi yang tidak aman
- Pencegahan
dan pengobatan infeksi saluran reproduksi dan infeksi menular seksual
termasuk HIV / AIDS
- Diagnosis
dini dan pengobatan untuk payudara dan kanker leher rahim
- Promosi,
pendidikan dan dukungan untuk ASI eksklusif
- Pencegahan
dan pengobatan yang tepat sub-kesuburan dan ketidaksuburan
- Aktif
keputusasaan praktek-praktek yang berbahaya seperti pemotongan alat kelamin
perempuan
- Remaja
seksual dan reproduksi kesehatan
- Pencegahan
dan pengelolaan kekerasan berbasis gender
Reproduksi dan kesehatan seksual
adalah masalah sosial - tidak hanya tanggung jawab sektor kesehatan. Hal ini
penting untuk membangun kemitraan dengan sektor publik dan swasta lainnya,
serta dengan masyarakat sipil.
pelayanan kesehatan yang efektif
dapat dicapai dengan:
- Kemitraan
dengan masyarakat sipil
- Keterlibatan
masyarakat
- Integrasi
layanan
- Inklusi
kegiatan promosi kesehatan
- Advokasi
untuk kesehatan seksual dan reproduksi dan hak-hak
- Koordinasi
lintas jasa, sektor, kementerian
Masyarakat dapat memainkan peran
penting dalam membangun sesuai permintaan untuk pelayanan kesehatan reproduksi.
Misalnya, mereka dapat memobilisasi dan membangun kesadaran pada tingkat lokal
tentang isu-isu kesehatan reproduksi. Mereka dapat mengatur sumber daya kolam
dalam skema asuransi mikro. Mereka secara kolektif dapat memberikan tekanan
lebih untuk perbaikan pelayanan kesehatan masyarakat daripada individu. Upaya
tersebut dapat sangat efektif dan tepat waktu sebagai reformasi kesehatan dan
desentralisasi sedang berlangsung di banyak negara. pendekatan inovatif dan
partisipatif diperlukan untuk memastikan bahwa isu-isu kesehatan reproduksi
mendapat perhatian yang memadai selama masa transisi ini. UNFPA-didukung kuat Voices proyek adalah contoh yang baik
tentang bagaimana ini dapat bekerja
BAB
III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Kesehatan
reproduksi menurut WHO adalah kesejahteraan fisik, mental dan sosial yang utuh
bukan hanya bebas dari penyakit atau kecatatan, dalam segala aspek yang
berhubungan dengan sistem reproduksi, fungsi serta prosesnya. Persoalan
kesehatan reproduksi bukan hanya mencakup persoalan kesehatan reproduksi wanita
secara sempit dengan mengaitkannya pada masalah seputar perempuan usia subur
yang telah menikah, kehamilan dan persalinan, pendekatan baru dalam program
kependudukan memperluas pemahaman persoalan kesehatan reproduksi.
Dimana
seluruh tingkatan hidup perempuan merupakan fokus persoalan kesehatan
reproduksi. Secara tematik, ada lima kelompok masalah yang diperhatikan dalam
kesehatan reproduksi, yaitu kesehatan reproduksi itu sendiri, keluarga
berencana, PMS dan pencegahan HIV/AIDS, seksualitas hubungan manusia dan
hubungan gender, dan remaja. Secara lebih spesifik, berbagai masalah dalam
kesehatan reproduksi adalah perawatan kehamilan, pertolongan persalinann,
infertilitas, menopause, penggunann kontrasepsi, kehamilan tidak dikehendaki
dan aborsi baik pada remaja maupun pasangan yang telah menikah, PMS dan
HIV?AIDS (berkaitan dengan prostitusi, homoseksualitas, gaya hidup dan praktek tradisional),
pelecehan dan kekerasan pada perempuan, pekosaan, dan layanan dan informasi
pada remaja. Berfungsinya sistem reproduksi wanita dipengaruhi oleh aspek-aspek
dan proses-proses yang terkait pada setiap tahap dalam lingkungan hidup. Masa
kanakkanak, remaja pra -nikah, reprodukstif baik menikah maupun lajang, dan
menopause akan dilalui oleh setiap perempuan, dan pada masa- masa tersebut akan
terjadi perubahan dalam sistem reproduksi. Pada saat yang bersamaan dimungkinkan adanya
faktor-faktor non klinis yang menyertai perubahan itu, seperti faktor sosial,
faktor budaya dan faktor politik yang berkaitan dengan kebijakan pemerintah. Berperannya
berbagai faktor dalam kesehatan reproduksi ini selanjutnya menberikan pemahaman
akan keterlibatan subjek atau pelaku, diluar kelompok perempuan itu sendiri.
Salah satu subjek terdekat dan langsung berkaitan dengan masalah reproduksi
perempuan adalah kelompok laki-laki. Laki-laki dalam hal ini berperan pent ing
sesuai dengan statusnya terhadap perempuan, baik sebagai suami, saudara, ayah,
teman, atasan maupun critical person dalam penentuan kebijakan.
0 comments:
Post a Comment