Category

Welcome Guys

Pages

Send Quick Massage

Name

Email *

Message *

ads

Saturday, October 31, 2015

MAKALAH Angka morbiditas dan mortalitas ibu dan bayi di Indonesi

by Unknown  |  in ARTIKEL at  10:43 PM


BAB I
PENDAHULUAN

1.1   LATAR BELAKANG
Angka morbiditas dan mortalitas ibu dan bayi di Indonesia masih sangat tinggi, khususnya di Indramayu sendiri masih belum mampu menangani seratus persen walau sudah berbagai cara dan usaha dilakukan, bahkan tenaga kesehatan khususnya bidan di Indonesia sangat banyak, dsini kita harus lebih maksimal lagi. Untuk para calon bidan yang sekarang sedang berjuang, ingatlah masih banyak hal yang harus kita pelajari dan kita pahami tentang profesi yang kelak kita emban, ada berjuta-juta calon-calon ibu dan ibu di sana yang menanti kita, menanti bakti kita semoga Allah menjadikan kita wanita-wanita tangguh yang selalu tulus mengemban kewajiban kita amin..Ya Rabb..
Salah satu penyumbang morbiditas dan mortalitas ibu dan bayi adalah disebabkan oleh infeksi sitomegalovirus, Kebanyakan orang sehat yang terinfeksi oleh HCMV setelah lahir tidak memiliki gejala. dengan demam berkepanjangan, dan hepatitis ringan. Sakit tenggorokan adalah umum. Setelah infeksi, virus tetap laten dalam tubuh untuk sisa hidup orang tersebut. Penyakit yang jelas jarang terjadi kecuali kekebalan ditekan baik oleh obat-obatan, infeksi atau usia tua. HCMV awal infeksi, yang sering asimtomatik diikuti oleh infeksi, berkepanjangan tanpa gejala di mana virus berada dalam sel tanpa menyebabkan kerusakan terdeteksi atau penyakit klinis.
Infeksi CMV bisa ditumpahkan dalam cairan tubuh dari setiap orang yang terinfeksi, dan dapat ditemukan dalam urin, air liur, darah, air mata, air mani, dan ASI. Penumpahan virus dapat terjadi sebentar-sebentar, tanpa terdeteksi tanda-tanda atau gejala.


1.2   TUJUAN
1.2.1        Tujuan Umum
Tujuan umum dari makalah ini adalah untuk mengetahui dan memahami tentang infeksi sitomegalovirus secara luas.
1.2.2        Tujuan Khusus
Tujuan khusus dari makalah ini adalah :
·         Mengetahui lebih luas tentang definisi sitomegalovirus
·         Mengetahui tentang penyebaran, gejala dan diagnosis infeksi sitomegalovirus
·         Mengetahui tentang infeksi sitomegalovifus pada ibu hamil dan bayi baru lahir














BAB II
PEMBAHASAN

2.1   DEFINISI SITOMEGALOVIRUS
Sitomegalovirus (berasal dari bahasa Yunani, yaitu :  cyto-, "sel", dan -mega-, "besar") adalah virus yang masuk kedalam famili grup Herpesviridae: pada tubuh manusia, virus ini umumnya diketahui sebagai virus herpes manusia 5. Sitomegalovirus masuk kedalam  subfamili  Betaherpesvirinae  dari  Herpesviridae, yang juga termasuk virus Roseola, juga diketahui sebagai virus herpes manusia 6. Alphaherpesvirinae berisi virus herpes simplex tipe 1 dan 2, dan virus varicella-zoster (yang menyebabkan cacar air). Virus Epstein-Barr  masuk kedalam subfamili Gammaherpesvirinae. Virus herpes berbagi kemampuan karakteristik tersembunyi pada tubuh melalui periode yang panjang.
Sitomegalovirus adalah herpesvirus yang terdapat di mana-mana dan merupakan penyebab umum penyakit manusia. Virus sitomegalia (cytomegalovirus/CMV) adalah infeksi virus oportunistik.
Infeksi Sitomegalovirus adalah infeksi virus yang bisa didapat sebelum lahir atau setelah lahir.
Spesies sitomegalovirus
Nama
ABV.
Tuan rumah
''Cercopithecine herpesvirus 5''
(CeHV-5)
Monyet hijau Afrika
''Cercopithecine virus herpes 8''
(CeHV-8)
Monyet rhesus
''Manusia herpesvirus 5''
(HHV-5)
Manusia
''Pongine herpes 4''
(PoHV-4)
?
''1''Aotine herpes
(AoHV-1)
(Spesies Tentatif)
''Aotine herpes 3''
(AoHV-3)
(Spesies Tentatif)
2.2   PENYEBAB
Sitomegalovirus, virus ini terdapat dimana-mana. Orang yang terinfeksi aktif, akan mengeluarkan virus dalam air kemih atau air ludahnya selama berbulan-bulan. Virus ini juga dikeluarkan bersama lendir leher, air mani, tinja dan ASI.
Anak-anak dalam satu sekolah atau di tempat perawatan, sering satu sama lain saling menularkan virus ini. Virus ini juga ditularkan diantara laki-laki homoseksual.
Infeksi sitomegalovirus bisa terjadi pada orang yang menerima darah terinfeksi atau jaringan cangkokan yang terinfeksi, misalnya ginjal.
Bila sitomegalovirus masuk ke dalam tubuh, bisa menimbulkan atau bisa juga tidak menimbulkan penyakit aktif. Di dalam tubuh, virus bisa tertidur selama beberapa tahun dan bisa menjadi aktif dan menyebabkan penyakit kapan saja.
Sekitar 60-90% orang dewasa mengalami infeksi sitomegalovirus, meskipun tanpa gejala.
Infeksi serius biasanya terjadi pada penderita gangguan sistem kekebalan, misalnya penerima cangkok sumsum tulang atau penderita AIDS.
2.3   GEJALA
Infeksi sitomegalovirus sebelum lahir, bisa menyebabkan keguguran, lahir mati atau kematian pada bayi baru lahir. Kematian disebabkan oleh perdarahan, anemia maupun kerusakan hati atau otak yang berat. Kebanyakan orang yang mendapatkan infeksi setelah lahir dan menyimpan virus dalam tubuhnya, tidak menunjukkan gejala. Tetapi orang sehat yang terinfeksi bisa merasa sangat sakit dan mengalami demam.
Jika seseorang menerima darah yang terinfeksi sitomegalovirus, gejala-gejalanya bisa dimulai dalam waktu 2-4 minggu kemudian. Gejalanya berupa demam selama 2-3 minggu dan kadang-kadang peradangan hati (hepatitis), mungkin disertai sakit kuning. Jumlah limfosit bisa meningkat. Kadang-kadang timbul ruam-ruam.
Penderita gangguan sistem kekebalan yang terinfeksi virus ini, sering mengalami infeksi yang berat, bahkan beberapa diantaranya menjadi sangat sakit dan meninggal.
Pada penderita AIDS, sitomegalovirus sering mengenai retina mata dan menyebabkan kebutaan. Infeksi pada otak (ensefalitis) atau borok pada usus atau kerongkongan juga bisa terjadi.
2.4   DIAGNOSA
Diagnosis ditegakkan berdasarkan adanya gejala-gejala pada penderita gangguan sistem kekebalan.
Dilakukan pemeriksaan terhadap air kemih dan cairan tubuh atau jaringan tubuh lainnya, untuk menemukan virus ini. Karena virus bisa tetap berada dalam cairan tubuh selama berbulan-bulan bahkan bertahun-tahun setelah infeksi teratasi, ditemukannya virus tidak menunjukkan suatu infeksi yang aktif. Adanya kadar antibodi terhadap virus yang meningkat, merupakan bukti kuat bahwa virus inilah penyebab infeksinya. Bila infeksi mengenai mata (retinitis), dokter akan dapat menemukan kelainan pada pemeriksaan dengan oftalmoskop.
2.5   PENGOBATAN
Infeksi sitomegalovirus yang ringan biasanya tidak memerlukan pengobatan, dan akan sembuh dengan sendirinya. Jika infeksi mengancam kehidupan atau penglihatan penderita, bisa diberikan obat anti-virus seperti Ganciclovir , Valganciclovir , Foscarnet , Cidofovir . Ada beberapa obat yang ditambahkan untuk mengatasi sitomegalovirus , seperti maribavir , leflunomide
2.6   INFEKSI SITOMEGALOVIRUS DALAM KEHAMILAN
Sitomegalovirus merupakan organisme yang ada di mana-­mana serta pada hakekatnya menginfeksi sebagian besar manusia, bukti adanya infeksi janin ditemukan di antara 0,5 –2% dari semua neonatus. Sesudah terjadinya infeksi primer yang biasanya asimtomatik, 10 % infeksi pada janin menimbulkan simtomatik saat kelahiran dan 5-25% meninggalkan sekuele. Pada beberapa negara infeksi CMV 1 % didapatkan infeksi in utro dan 10-15 % pada masa prenatal  Virus tersebut menjadi laten dan terdapat reaktivasi periodik dengan pelepasan virus meskipun ada antibodi di dalam serum. Antibodi humoral diproduksi, namun imunitas yang diperanta­rai oleh sel tampaknya merupakan mekanisme primer untuk terjadinya kesembuhan, dan keadaan kekebalan yang terganggu baik terjadi secara alami maupun akibat pemakaian obat-obatan akan meningkatkan kecenderungan timbulnya infeksi sitomegalovirus yang serius. Diperkirakan bahwa berkurangnya surveilans imun yang diperantarai oleh sel, menyebabkan janin-bayi tersebut berada dalam risiko yang tinggi untuk terjadinya sekuele pada infeksi ini.



2.6.1   Infeksi Maternal
Tidak ada bukti yang menunjukkan bahwa kehamilan meningkatkan risiko terjadinya infeksi sitomegalovirus maternal. Infeksi kebanyakan asimptomatik, tetapi 15% mempunyai mononucleosis like syndrome dengan gejala: demam, paringitis, limpodenopathy, dan polyartritis. Jadi, infeksi primer yang ditularkan kepada janin pada sekitar 40 persen kasus, lebih sering berkaitan dengan morbiditas parah (Stagno dkk., 1986). Meskipun infeksi transplasental tidak universal, janin yang terinfeksi lebih besar kemungkinannya disertai dengan infcksi maternal selama paruh-pertama kehamilan. Sebagaimana virus herpes lainnya, imunitas maternal terhadap sitomegalovirus tidak mencegah timbulnya rekurensi (reaktivasi) dan juga tidak mencegah terjadinya infeksi  kongenital. Dalam kenyataannya, mengingat sebagian besar infeksi selama kehamilan bersifat rekuren, mayoritas neonatus yang terinfeksi secara kongenital dilahirkan dari wa­nita-wanita ini. Untungnya, infeksi kongenital yang terjadiakibat infeksi rekuren lebih jarang disertai dengan sekuele yang terlihat secara klinis dari pada infeksi kongenital yang disebabkan oleh infcksi primer.
2.6.2   Infeksi Kongenital
Infeksi sitomegalovirus kongenital yang disebut penyakit inklusi sitomegalik, menimbulkan suatu sindrom yang mencakup berat badan lahir rendah, mikrosefalus, kalsifikasi intrakranial, korioretinitis, retardasi mental serta motorik, gangguan sensorineural, hepatosplenomegali, ikterus, anemia hemolitik dan purpura trombositopenik.  Angka mortalitas di antara bayi yang terinfeksi secara kongenital ini dapat mencapai 20 – 30 %, dan lebih 90 % bayi yang berhasilhidup ternyata mendcrita retardasi mental, gangguan pendengaran, gangguan perkembangan psikoniotorik, epilepsy atau pun gangguan sistern saraf pusat lainnya (Pass dkk., 1980).
2.6.3   Diagnosis
Prenatal diagnosis efek infeksi pada janin dapat deteksi dengan USG dan Magnetic Resonace Imaging  dengan ditemukan mikrosephal, vetriculomegali dan serebral kalsifikasi.. Gold standar diagnosis infeksi CMV adalah kutur virus. Diagnosis infeksi primer dibuat berdasarkan peningkatan titer IgG sebesar empat kali lipat pada serum, baik dalam keadaan akut maupun konvalesensi yang diukur sekaligus, atau dibuat dengan mendeteksi antibodi 1gM terhadap sitomegalovirus di dalam serum maternal. Sayangnya, tidak satupun di antara kedua metode ini yang benar-benar akurat dalam memastikan infeksi maternal. Celakanya tidak ada metode yang handal untuk memeriksa efek dari infeksi janin tersebut, termasuk pemeriksaan sonografi atau kultur cairan amnion untuk menemukan sitomegalovirus.
USG dapat digunakan untuk mendiagnosis infeksi CMV tetapi terbatas dimana janin sudah mengalami gejala yang berat
2.6.4   Gejala
Hanya pada individu dengan penurunan daya tahan dan pada masa pertumbuhan janin sitomegalovirus menampakkan virulensinya pada manusia. Pada wanita normal sebagian besar adalah asimptomatik atau subklinik., tetapi bila menimbulkan gejala akan tampak gejala antara lain:
·         Mononukleosis-like syndrome yaitu demam yang tidak teratur selama 3 minggu. Secara klinis timbul gejala lethargi, malaise dan kelainan hematologi yang sulit dibedakan dengan infeksi mononukleosis (tanpa tonsilitis atau faringitis dan limfadenopati servikal). Kadang-kadang tampak gambaran seperti hepatitis dan limfositosis atipik. Secara klinis infeksi sitomegalovirus juga mirip dengan infeksi virus Epstein-Barr dan dibedakan dari hasil tes heterofil yang negatif. Gejala ini biasanya self limitting tetapi komplikasi serius dapat pula terjadi seperti hepatitis, pneumonitis, ensefalitis, miokarditis dan lain-lain. Penting juga dibedakan dengan toksoplasmosis dan hepatitis B yang juga mempunyai gejala serupa.
·         Sindroma post transfusi. Viremia terjadi 3 – 8 minggu setelah transfusi. Tampak gambaran panas kriptogenik, splenomegali , kelainan biokimia dan hematologi. Sindroma ini juga dapat terjadi pada transplantasi ginjal.
·         Penyakit sistemik luas antara lain pneumonitis yang mengancam jiwa yang dapat terjadi pada pasien dengan infeksi kronis dengan thymoma atau pasien dengan kelainan sekunder dari proses imunologi ( seperti HIV tipe 1 atau 2 ).
·         Hepatitis anikterik yang terutama terjadi pada anak-anak.
Tidak seperti virus rubella, sitomegalovirus dapat menginfeksi hasil konsepsi setiap saat lan. Bila infeksi terjadi pada masa organogenesis ( trimester I ) atau selama periode pertumbuhan dan perkembangan aktif ( trimester II ) dapat terjadi kelainan yang serius. Juga didapatkan bukti adanya korelasi antara lamanya infeksi intrauterin dengan embriopati.
Pada trimester I infeksi kongenital sitomegalovirus dapat menyebabkan prematur, mikrosefali, IUGR, kalsifikasi intrakranial pada ventrikel lateral dan traktus olfaktorius, sebagian besar terdapat korioretinitis, juga terdapat retardasi mental, hepatosplenomegali, ikterus, purpura trombositopeni, DIC.
Infeksi pada trimester III berhubungan dengan kelainan yang bukan disebabkan karena kegagalan pertumbuhan somatik atau pembentukan psikomotor. Bayi cenderung normal tetapi tetap berisiko terjadinya kurang pendengaran atau retardasi psikomotor. Meskipun infeksi sitomegalovirus merupakan infeksi yang paling sering terjadi yaitu 1 % dari seluruh persalinan tetapi hanya 5 – 10 % yang menunjukkan gejala tersebut diatas pada saat kelahiran.
Mortalitas infeksi kongenital cukup tinggi yaitu sebesar 20 – 30 % dan dari yang bertahan hidup 90 % akan menderita komplikasi lambat seperti retardasi mental, buta, defisit psikomotor, tuli dan lain-lain. Gejala lambat juga timbul pada 5 – 15 % dari mereka yang lahir asimptomatik seperti gangguan pendengaran tipe sensorik sebelum tahun kedua.
2.7   INFEKSI SITOMEGALOVIRUS PADA BAYI BARU LAHIR
Infeksi Sitomegalovirus pada bayi baru lahir adalah suatu penyakit virus yang bisa menyebabkan kerusakan otak dan kematian pada bayi baru lahir.
2.7.1        Penyebab
Sitomegalovirus kongenitalis terjadi jika virus dari ibu yang terinfeksi menular kepada janin yang dikandungnya melalui plasenta (ari-ari). Infeksi pada ibu mungkin tidak menimbulkan gejala sehingga ibu tidak menyadari bahwa dia sedang menderita infeksi sitomegalovirus.
Sesudah lahir, bayi bisa tertular oleh infeksi sitomegalovirus melalui ASI atau transfusi darah.
Bayi cukup umur yang ibunya terinfeksi sitomegalovirus, tidak menimbulkan gejala dan bayi yang diberi ASI terlindung oleh antibodi yang terkandung di dalam ASI.
Bayi prematur yang tidak mendapatkan ASI dan menjalani transfusi darah yang terkontaminasi, akan menderita infeksi yang berat karena mereka tidak memiliki antibodi.
2.7.2        Gejala
Kebanyakan bayi yang menderita sitomegalovirus kongenitalis tidak menunjukkan gejala. Hanya 10% yang menunjukkan gejala-gejala berikut:
·         Berat badan lahir rendah
·         Mikrosefalus (kepala kecil)
·         Kejang
·         Ruam kulit (peteki/bintik-bintik kecil berwarna keunguan)
·         Jaundice (sakit kuning)
·         Ubun-ubun menonjol
·         Pembesaran hati dan limpa (hepatosplenomegali)
·         Peradangan retina
·         Kalsifikasi intrakranial (pengendapan mineral di dalam otak).
30% dari bayi tersebut meninggal.Lebih dari 90% bayi yang selamat dan 10% dari bayi yang tidak menunjukkan gejala, di kemudian hari akan mengalami kelainan saraf dan otak (diantaranya tuli, keterbelakangan mental dan gangguan penglihatan).
Bayi yang terinfeksi setelah lahir bisa menderita pneumonia, pembesaran dan peradangan hati serta pembesaran limpa.
2.7.3        Diagnosa
Diagnosis ditegakkan berdasarkan gejala dan hasil pemeriksaan fisik serta riwayat infeksi sitomegalovirus pada ibu ketika hamil. Untuk memperkuat diagnosis bisa dilakukan pembiakan terhadap contoh air kemih atau darah.
Pemeriksaan yang biasa dilakukan:
·         Analisa air kemih untuk mencari badan inklusi virus
·         Titer antibodi terhadap sitomegalovirus pada ibu dan bayi
·         Rontgen kepala (menunjukkan adanya kalsifikasi intrakranial)
·         Kadar bilirubin (untuk menilai beratnya jaundice dan kerusakan hati)
·         Funduskopi (bisa menunjukkan adanya korioretinitis)
·         Hitung darah lengkap (bisa menunjukkan adanya anemia)
·         Rontgen dada (untuk menunjukkan pneumonia).

2.7.4        Pengobatan
Tidak ada pengobatan khusus untuk infeksi sitomegalovirus pada bayi.
Anti-virus gancyclovir tidak diberikan karena memiliki efek samping yang berbahaya bagi bayi. Pengobatan ditujukan kepada terapi fisik dan pemilihan sekolah khusus untuk anak-anak yang menderita keterbelakangan psikomotorik.
2.7.5        Prognosis
Jika tidak terbentuk kalsifikasi di dalam otak, maka kecil kemungkinannya akan terjadi keterbelakangan mental. Adanya kalsifikasi menunjukkan kemungkinan terjadinya keterbelakangan psikomotor.














0 comments:

Proudly Powered by Blogger.