Category

Welcome Guys

Pages

Send Quick Massage

Name

Email *

Message *

ads

Sunday, October 25, 2015

MAKALAH STATUS ASMATIKUS

by Unknown  |  in Makalah at  5:55 AM

BAB 1
PENDAHULUAN

A.  Latar Belakang
 Status Asmatikus adalah asma yang berat dan peristen yang tidak merespons terapi konvensional. Serangan dapat berlangsung 24 jam. Infeksi, kecemasan, penggunaan tranquiliser berlebihan, penyalahgunaan nebulizer, dehidrasi, peningkatan blok adrenergic, dan iritan nonspesifik dapat menunjang episode ini. Episode akut mungkin dicetuskan oleh hipersensitivitas terhadap penisilin (Smeltzer dan Bare 2002)
Status Asmatikus merupakan kedaruratan yang dapat berakibat kematian, oleh karena itu :
1.        Apabila terjadi serangan, harus ditanggulangi secara tepat dan di utamakan terhadap usaha menanggulangi sumbatan saluran pernafasan
2.        Keadaan tersebut harus dicegah dengan memperhatikan faktor-faktor yang merangsang timbulnya serangan (debu, serbuk, makanan tertentu, infeksi saluran pernafasan, stress emosi, obat-obatan tertentu seperti aspirin dan lain-lain).
Asma adalah penyakit saluran udara yang di tandai oleh peradangan saluran nafas dan hyper reactivity (meningkat terhadap berbagai pemicu). Hyper reactivitas mengarah kesaluran napas karena onset akut kejang otot pada otot polos dari tracheobronchial obstruksi pohon, sehingga mengarah ke lumen menyempit. Selain kejang otot, terdapat pembengkakan mukosa, yang menyebabkan edema. Terakhir, kalenjar lendir peningkatan jumlah, hipertrofi, dan mengeluarkan lender tebal.





B.  Rumusan Masalah
1.    Apa yang dimaksud dengan Status Asmatikus?
2.    Bagaimana etiologi dari Status Asmatikus ?
3.    Bagaimana patofisiologi dan Phatway dari Status Asmatikus?
4.    Bagaimana manifestasi klinis dari Status Asmatikus ?
5.    Apa komplikasi dari Status Asmatikus ?
6.    Bagaimana pemeriksaan penunjang dari Status Asmatikus?
7.    Bagaimana penatalaksanaan medis dan asuhan keperawatan dari Status Asmatikus ?

C.      Tujuan
1.      Mengetahui definisi Penyakit Status Asmatikus?
2.      Untuk mengetahui etiologi dari Penyakit Status Asmatikus?
3.      Untuk mengetahui patofisiologi dan Pathway dari Penyakit Status Asmatikus?
4.      Untuk mengetahui manifestasi klinis dari Penyakit Status Asmatikus?
5.      Untuk mengetahui komplikasi dari penyakit Status Asmatikus?
6.      Untuk mengetahui pemeriksaan penunjang dari Penyakit Status Asmatikus?
7.      Dapat mengetahui penatalaksanaan dan asuhan keperawatan penyakit Status Asmatikus?










BAB II
KAJIAN PUSTAKA

A.  Definisi
Asthma adalah suatu gangguan yang komplek dari bronkial yang dikarakteristikan oleh periode bronkospasme (kontraksi spasme yang lama pada jalan nafas). (Polaski : 1996).
Asthma adalah gangguan pada jalan nafas bronkial yang dikateristikan dengan bronkospasme yang reversibel. (Joyce M. Black : 1996).
Asthma adalah penyakit jalan nafas obstruktif intermiten, reversibel dimana trakea dan bronkhi berespon secara hiperaktif terhadap stimulasi tertentu. (Smelzer Suzanne : 2001).
Status asmatikus adalah asma yang berat dan persisten yang tidak berespons terhadap terapi konvensional. Serangan dapat berlangsung lebih dari 24 jam. Infeksi, ansietas, penggunaan tranquiliser berlebihan, penyalahgunaan nebulizer, dehidrasi, peningkatan blok adrenergic, dan iritan nonspesifik dapat menunjang episode ini. Epidsode akut mungkin dicetuskan oleh hipersensitivitas terhadap penisilin.
Status asmatikus adalah suatu keadaan darurat medic berupa seranganasam berat kemudian bertambah berat yang refrakter bila serangan 1 – 2 jam pemberian obat untuk serangan asma akut seperti adrenalin subkutan, aminofilin intravena, atau antagonis β2 tidak ada perbaikan atau malah memburuk.
.
B.  Etiologi
Asma adalah suatu obstruktif jalan nafas yang reversibel yang disebabkan oleh :
1. Kontraksi otot di sekitar bronkus sehingga terjadi penyempitan jalan nafas.
2. Pembengkakan membran bronkus.
3. Terisinya bronkus oleh mukus yang kental.

C.  Patofisiologi
Karakteristik dasar dari asma ( konstriksi otot polos bronchial, pembengkakan mukosa bronchial, dan pengentalan sekresi ) mengurangi diameter bronchial dan nyata pada status asmatikus. Abnormalitas ventilasi – perfusi yang mengakibatkan hipoksemia dan respirasi alkalosis pada awalnya, diikuti oleh respiratori asidosis.
Terhadap penurunan PaO2 dan respirasi alkalosis dengan penurunan PaCO2 dan peningkatan pH. Dengan meningkatnya keparahan status asmatikus, PaCO2 meningkat dan pH turun, mencerminkan respirasi asidosis.
Proses perjalanan penyakit asma dipengaruhi oleh 2 faktor yaitu alergi dan psikologis, kedua faktor tersebut dapat meningkatkan terjadinya kontraksi otot-otot polos, meningkatnya sekret abnormal mukus pada bronkiolus dan adanya kontraksi pada trakea serta meningkatnya produksi mukus jalan nafas, sehingga terjadi penyempitan pada jalan nafas dan penumpukan udara di terminal oleh berbagai macam sebab maka akan menimbulkan gangguan seperti gangguan ventilasi (hipoventilasi), distribusi ventilasi yang tidak merata dengan sirkulasi darah paru, gangguan difusi gas di tingkat alveoli.
Tiga kategori asma alergi (asma ekstrinsik) ditemukan pada klien dewasa yaitu yang disebabkan alergi tertentu, selain itu terdapat pula adanya riwayat penyakit atopik seperti eksim, dermatitis (radang kulit), demam tinggi dan klien dengan riwayat asma. Sebaliknya pada klien dengan asma intrinsik (idiopatik) sering ditemukan adanya faktor-faktor pencetus yang tidak jelas, faktor yang spesifik seperti flu, latihan fisik, dan emosi (stress) dapat memacu serangan asma.






Allergen masuk kedalam tubuh
 
Pathway

 



Ig E
 
Diameter bronchial menurun
 
Abnormalitas ventilasi perfusi
 
Respirasi Asidosis
 
 
























(brunner suddart, 2002, hal 164


D.  Manifestasi klinis
Manifestasi klinik status asmatikus adalah sama dengan manifestasi yang terdapat pada asma hebat – pernapasan labored, perpanjangan ekshalasi, perbesaran vena leher, mengi. Namun, lamanya mengi tidak mengindikasikan keparahan serangan. Dengan makin besarnya obstruksi, mengi dapat hilang, yang sering kali menjadi pertanda bahaya gagal pernapasan.
Mengenal suatu serangan suatu asma akut pada dasarnya sangat mudah. Dengan pemeriksaan klinis saja diagnosis sudah dapat ditegakkan, yaitu dengan adanya sesak napas mendadak disertai bising mengi yang terdengar diseluruh lapangan paru. Namun yang sangat penting dalam upaya penganggulangannya adalah menentukan derajat serangan terutama menentukan apakah asam tersebut termasuk dalam serangan asma yang berat.
Asma akut berat yang mengancam jiwa terutama terjadi pada penderita usia pertengahan atau lanjut, menderita asma yang lama sekitar 10 tahun, pernah mengalami serangan asma akut berat sebelumnya dan menggunakan terapi steroid jangka panjang. Asma akut berat yang potensial mengancam jiwa, mempuyai tanda dan gejala sebagai berikut.
1.      Bising mengi dan sesak napas berat sehingga tidak mampu menyelesaikan satu    kalimat dengan sekali napas, atau kesulitan dalam bergerak.
2.      Frekuensi napas lebih dari 25 x / menit
3.      Denyut nadi lebih dari 110x/menit
4.      Arus puncak ekspirasi ( APE ) kurang dari 50 % nilai dugaan atau nilai tertinggi yang pernah dicapai atau kurang dari 120 lt/menit
5.      Penurunan tekanan darah sistolik pada waktu inspirasi. Pulsus paradoksus, lebih dari 10 mmHg.
Menurut Brunner & Suddart. 2002.hal 614.
  1. Asma hebat
  2. Perpanjangan ekhalansi
  3. Pembesaran vena leher
  4. Mengi
Menurut Hudak & gallo 1997. hal 566 adalah:
  1. Asietas akut
  2. Usaha bernapas dengan keras
  3. Takikardi
  4. Berkeringat
Menurut Corwin 2001. hal 431. adalah:
  1. Dipsnea  berat
  2. Retraksi dada
  3. Napas cupin hidung
  4. Whizzing
  5. Pernapasan dangkal dan cepat

D.  Komplikasi
1.    Pencetus serangan (alergen, emosi/stress, obat-obatan, infeksi).
2.    Kontraksi otot polos.
3.    Edema (penimbunan cairan yang berlebih didalam jaringan) mukusa.
4.    Hipersekresi (sekresi yang berlebih).
5.    Penyempitan saluran pernapasan (obstruksi).
6.    Hipoventilasi (keadaan nafas yang lambat dan dangkal).
7.    Distribusi ventilasi tak merata dengan sirkulasi darah paru
8.    Gangguan difusi gas di alveoli
9.    Hipoxemia (keadaan kadar oksigen yang menurun dalam darah).
10.     Hiperkarpia




E.  Pemeriksaan penunjang
Beberapa pemeriksaan penunjang seperti :
1.  Spirometri (pengukuran kapasitas udara paru) :
 Untuk menunjukkan adanya obstruksi jalan nafas.
2.  Tes provokasi :
 Untuk menunjang adanya hiperaktifitas bronkus.
a)    Tes provokasi dilakukan bila tidak dilakukan lewat tes spirometri.
b)   Tes provokasi bronkial seperti :
c)    Tes provokasi histamin (suatu senyawa amin depressor yang didapat dengan dekarboksilasi histidin), metakolin, alergen, kegiatan jasmani, hiperventilasi (keadaan nafas yang cepat) dengan udara dingin dan inhalasi (penghirupan) dengan aqua destilata.
3.      Tes kulit : Untuk menunjukkan adanya anti bodi Ig E (kependekan immunoglobulin, protein penting dalam mekanisme imunologis) yang spesifik dalam tubuh.
4.      Pemeriksaan kadar Ig E total dengan Ig E spesifik dalam serum.
5.      Pemeriksaan radiologi umumnya rontgen foto dada normal.
6.      Analisa gas darah dilakukan pada asma berat.
7.      Pemeriksaan eosinofil total dalam darah.
8.      Pemeriksaan sputum.
9.      Pemeriksaan fungsi paru adalah cara yang paling akurat dalam mengkaji obstruksi jalan napas akut. Fungsi paru yang rendah mengakibatkan dan menyimpangkan gas darah ( respirasi asidosis ), mungkin menandakan bahwa pasien menjadi lelah dan akan membutuhkan ventilasi mekanis, adalah criteria lain yang menandakan kebutuhan akan perawatan di rumah sakit. Meskipun kebanyakan pasien tidak membutuhkan ventilasi mekanis, tindakan ini digunakan bila pasien dalam keadaan gagal napas atau pada mereka yang kelelahan dan yang terlalu letih oleh upaya bernapas atau mereka yang kondisinya tidak berespons terhadap pengobatan awal.
10.  Pemeriksaan gas darah arteri dilakukan jika pasien tidak mampu melakukan maneuver fungsi pernapasan karena obstruksi berat atau keletihan, atau bila pasien tidak berespon terhadap tindakan. Respirasi alkalosis ( CO2 rendah ) adalah temuan yang paling umum pada pasien asmatik. Peningkatan PCO2 ( ke kadar normal atau kadar yang menandakan respirasi asidosis ) seringkali merupakan tanda bahaya serangan gagal napas. Adanya hipoksia berat, PaO2 < 60 mmHg serta nilai pH darah rendah.
11.   Arus puncak ekspirasi APE mudah diperiksa dengan alat yang sederhana, flowmeter dan merupakan data yang objektif dalam menentukan derajat beratnya penyakit. Dinyatakan dalam presentase dari nilai dungaan atau nilai tertinggi yang pernah dicapai. Apabila kedua nilai itu tidak diketahui dilihat nilai mutlak saat pemeriksaan.
12.  Pemeriksaan foto thoraks
Pemeriksaan ini terutama dilakukan untuk melihat hal – hal yang ikut memperburuk atau komplikasi asma akut yang perlu juga mendapat penangan seperti atelektasis, pneumonia, dan pneumothoraks. Pada serangan asma berat gambaran radiologis thoraks memperlihatkan suatu hiperlusensi, pelebaran ruang interkostal dan diagfragma yang meurun. Semua gambaran ini akan hilang seiring dengan hilangnya serangan asma tersebut.
13.  Elektrokardiografi
Tanda-tanda abnormalitas sementara dan refersible setelah terjadi perbaikanklinis adalah gelombang P meninggi ( P pulmonal ), takikardi dengan atau tanpa aritmea supraventrikuler, tanda – tanda hipertrofi ventrikel kanan dan defiasi aksis ke kanan. 




F.   Penatalaksanaan medis
Semua penderita yang dirawat inap di rumah sakit memperlihatkan keadaan obstruktif jalan napas yang berat. Perhatian khusus harus diberikan dalam perawatan, sedapat mungkin dirawat oleh dokter dan perawat yang berpengalaman. Pemantauan dilakukan secara tepat berpedoman secara klinis, uji faal paru ( APE ) untuk dapat menilai respon pengobatan apakah membaik atau justru memburuk.
Perburukan mungkin saja terjadi oleh karena konstriksi bronkus yang lebih hebat lagi maupun sebagai akibat terjadinya komplikasiseperti infeksi, pneumothoraks, pneumomediastinum yang sudah tentu memerlukan pengobatan lainnya. Efek samping obat yang berbahaya dapat terjadi pada pemberian drips aminofilin. Dokter yang merawat harus mampu dengan akurat menentukan kapan penderita meski dikirim ke unit perawatan intensif.
Penderita status asmatikus yang dirawat inap di ruangan, setelah dikirim dari UGD dilakukan penatalaksaanan sebagai berikut.
1.    Pemberian terapi oksigen dilanjutkan
Terapi oksigen dilakukan megnatasi dispena, sianosis, danhipoksemia. Oksigen aliran rendah yang dilembabkan baik dengan masker Venturi atau kateter hidung diberikan. Aliran oksigen yang diberikan didasarkan pada nilai – nilai gas darah. PaO2 dipertahankan antara 65 dan 85 mmHg. Pemberian sedative merupakan kontraindikasi. Jika tidak terdapat respons terhadap pengobatan berulang, dibutuhkan perawatan di rumah sakit.
2.    Agonis β2
Dilanjutkan dengan pemberian inhalasi nebulasi 1 dosis tiap jam, kemudian dapat diperjarang pemberiannya setiap 4 jam bila sudah ada perbaikan yang jelas. Sebagian alternative lain dapat diberikan dalam bentuk inhalasi dengan nebuhaler /volumatic atau secara injeksi. Bila terjadi perburukan, diberikan drips salbutamol atau terbutalin.


3.    Aminofilin
Diberikan melalui infuse / drip dengan dosis 0,5 – 0,9 mg/kg BB / jam. Pemberian per drip didahului dengan pemberian secara bolus apabila belum diberikan. Dosis drip aminofilin direndahkan pada penderita dengan penyakit hati, gagal jantung, atau bila penderita menggunakan simetidin, siprofloksasin atau eritromisin. Dosis tinggi diberikan pada perokok. Gejala toksik pemberian aminofilin perlu diperhatikan. Bila terjadi mual, muntah, atau anoreksia dosis harus diturunkan. Bila terjadi konfulsi, aritmia jantung drip aminofilin segera dihentikan karena terjadi gejala toksik yang berbahaya.
4.    Kortikosteroid
Kortikosteroid dosis tinggi intraveni diberikan setiap 2 – 8 jam tergantung beratnya keadaan serta kecepatan respon. Preparat pilihan adalah hidrokortison 200 – 400 mg dengan dosis keseluruhan 1 – 4 gr / 24 jam. Sediaan yang lain dapat juga diberikan sebagai alternative adalah triamsiolon 40 – 80 mg, dexamethason / betamethason 5 – 10 mg. bila tidak tersedia kortikosteroid intravena dapat diberikan kortikosteroid per oral yaitu predmison atau predmisolon 30 – 60 mg/ hari.
5.    Antikolonergik
Iptropium bromide dapt diberikan baik sendiri maupun dalam kombinasi dengan agonis β2 secara inhalasi nebulisasi terutama penambahan – penambahan ini tidak diperlukan bila pemberian agonis β2 sudah memberikan hasil yang baik.
6. Pengobatan lainnya
a)    Hidrasi dan keseimbangan elektrolit
Dehidrasi hendaknya dinilai secara klinis, perlu juga pemeriksaan elektrolit serum, dan penilaian adanya asidosis metabolic. Ringer laktat dapat diberikan sebagai terapi awal untuk dehidrasi dan pada keadaan asidosis metabolic diberikan Natrium Bikarbonat.
b)   Mukolitik dan ekpetorans
Walaupun manfaatnya diragukan pada penderita dengan obstruksi jalan berat ekspektorans seperti obat batuk hitam dan gliseril guaikolat dapat diberikan, demikian juga mukolitik bromeksin maupun N-asetilsistein.
c)    Fisioterapi dada
Drainase postural, fibrasi dan perkusi serta teknik fisioterapi lainnya hanya dilakukan pada penderita hipersekresi mucus sebagai penyebab utama eksaserbasi akut yang terjadi.
d)  Antibiotic
Diberikan kalau jelas ada tanda – tanda infeksi seperti demam, sputum purulent dengan neutrofil leukositosis.
e)  Sedasi dan antihistamin
Obat – obat sedative merupakan indikasi kontra, kecuali di ruang perawatan intensif. Sedangkan antihistamin tidak terbukti bermanfaat dalam pengobatan asma akut berat malahan dapat menyebabkan pengeringan dahak yang mengakibatkan sumbatan bronkus.














BAB III
ASKEP TEORI

A.  Pengkajian
Pengkajian khusus :
Kaji ABCDE terlebih dahulu pada pasien yang mengalami kegawat daruratan
Pengkajian lengkap “Head to toe” hanya dilakukan jika masalah ABC telah tertangani only after.
1.    Airway
Tanyakan pada pasien bagaimana keadaannya?
2. Breathing
a.    Minta pas5ien untuk bernafas dan batuk
b.    Observasi pergerakan dada
c.    Observasi kedalaman dan kecepatan nafas
d.   Catat pengunaan otot-otot bantu pernafasan
e.    Auskultasi
3.    Circulation
a.    Kaji warna kulit / temperature / capilary reffil
b.    Pulse (kecepatan, kekuatan dan irama)

Pengkajian umum
Dapatkan riwayat:
1)   Riwayat alergi dalam keluarga, gangguan genetic, riwayat pasien tentang disfungsi pernafasan sebelumnya; bukti terbaru penularan terhadap infeksi, allergen atau iritan lain, trauma. Lakukan pengkajian fisik pada dada dan paru.




Observasi pernafasan terhadap:
2)   Frekuensi: cepat (takipnea), normal atau lambat
3)   Kedalaman: kedalaman normal, terlalu dangkal ( hipopnea ), terlalu dalam (hiperpnea), biasanya diperkirakan dari amplitude torakal dan pegembangan abdomen.
4)   Kemudahan: kurang upaya, sulit (dispnea), ortopnea, dihubungkan dengan retraksi enterkosta dan atau substrenal (inspirasi “ tenggelam” dari jaringan lunak dalam hubungannya dengan kartilaginosa dan tulang toraks), pulsus paradoksus (tekanan darah turun dengan inspirasi dan menigkat karena ekspirasi), pernafasan cuping hidung dan mengi.
5)   Pernafasan sulit: kontinu, intermiten menjadi makin buruk dan menetap, awitan tiba- tiba pada saat istirahat atau kerja, dihubungkan dengan mengi, menggorok, dihubungkan dengan nyeri.
6)   Irama: variasi dalam frekuesi dan kedalaman pernafasan.

Observasi dalam adanya:
1)   Bukti infeksi: peningkatan suhu, pembesaran kelenjar limfe serfikal, membrane mukosa terinflamasi, dan rabas purulen dari hidung, telinga atau paru- paru (sputum).
2)   Mengi (wheezing): ekspirasi atau inspirasi, nada tinggi atau musical, memanjang, secara lambat progresif atau tiba- tiba, berhubungan dengan pernafasan sulit
3)   Sianosis: perhatikan distribusi (perifer, perioral, fasial, batang tubuh sera wajah, derajat, durasi, berhubungan dengan aktivitas).
4)   Nyeri dada: perhatikan lokasi dan situasi; terlokalisir atau menyebar, pernafasan cepat, dangkal atau menggorok.



a.    Pola pemeliharaan kesehatan
Gejala Asma dapat membatasi manusia untuk berperilaku hidup normal sehingga pasien dengan Asma harus mengubah gaya hidupnya sesuai kondisi yang memungkinkan tidak terjadi serangan Asma
b.    Pola nutrisi dan metabolic
Perlu dikaji tentang status nutrisi pasien meliputi, jumlah, frekuensi, dan kesulitan-kesulitan dalam memenuhi kebutuhnnya. Serta pada pasien sesak, potensial sekali terjadinya kekurangan dalam memenuhi kebutuhan nutrisi, hal ini karena dispnea saat makan, laju metabolism serta ansietas yang dialami pasien.
c.    Pola eliminasi
Perlu dikaji tentang kebiasaan BAB dan BAK mencakup warna, bentuk, konsistensi, frekuensi, jumlah serta kesulitan dalam pola eliminasi.
d.   Pola aktifitas dan latihan
Perlu dikaji tentang aktifitas keseharian pasien, seperti olahraga, bekerja, dan aktifitas lainnya. Aktifitas fisik dapat terjadi faktor pencetus terjadinya Asma.
e.    Pola istirahat dan tidur
Perlu dikaji tentang bagaiman tidur dan istirahat pasien meliputi berapa lama pasien tidur dan istirahat. Serta berapa besar akibat kelelahan yang dialami pasien. Adanya wheezing dan sesak dapat mempengaruhi pola tidur dan istirahat pasien.
f.     Pola persepsi sensori dan kognitif
Kelainan pada pola persepsi dan kognitif akan mempengaruhi konsep diri pasien dan akhirnya mempengaruhi jumlah stresor yang dialami pasien sehingga kemungkinan terjadi serangan Asma yang berulang pun akan semakin tinggi.
g.    Pola hubungan dengan orang lain
Gejala Asma sangat membatasi pasien untuk menjalankan kehidupannya secara normal. Pasien perlu menyesuaikan kondisinya berhubungan dengan orang lain.
h.    Pola reproduksi dan seksual
Reproduksi seksual merupakan kebutuhan dasar manusia, bila kebutuhan ini tidak terpenuhi akan terjadi masalah dalam kehidupan pasien. Masalah ini akan menjadi stresor yang akan meningkatkan kemungkinan terjadinya serangan Asma.
i.      Pola persepsi diri dan konsep diri
Perlu dikaji tentang pasien terhadap penyakitnya.Persepsi yang salah dapat menghambat respon kooperatif pada diri pasien. Cara memandang diri yang salah juga akan menjadi stresor dalam kehidupan pasien.
j.      Pola mekanisme dan koping
Stres dan ketegangan emosional merupakan faktor instrinsik pencetus serangan Asma maka prlu dikaji penyebab terjadinya stress. Frekuensi dan pengaruh terhadap kehidupan pasien serta cara penanggulangan terhadap stresor.
k.    Pola nilai kepercayaan dan spiritual
Kedekatan pasien pada sesuatu yang diyakini di dunia dipercayai dapat meningkatkan kekuatan jiwa pasien.Keyakinan pasien terhadap Tuhan Yang Maha Esa serta pendekatan diri pada-Nya merupakan metode penanggulangan stres yang konstruktif (Perry, 2005 & Asmadi 2008).

B.  Diagnosa Keperawatan
1.    Bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan peningkatan produksi secret
2.    Ketidakefektifan pola napas berhubungan dengan bronkospasme
3.    Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan gangguan suplai oksigen
4.    Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan tidak adekuatnya pertahanan utama atau imunitas
5.    Cemas berhubungan dengan kurangnya tingkat pengetahuan
6.    Gangguan pola tidur berhubungan dengan batuk yang berlebih
7.    Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan fisik
C.  Diagnosa Prioritas Menurut Prioritas
1.    Bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan peningkatan produksi secret
2.    Ketidakefektifan pola napas berhubungan dengan bronkospasme
3.    Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan gangguan suplai oksigen
4.    Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan fisik
5.    Gangguan pola tidur berhubungan dengan batuk yang berlebih
6.    Cemas berhubungan dengan kurangnya tingkat pengetahuan
7.    Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan tidak adekuatnya pertahanan utama atau imunitas

D.  Rencana Keperawatan
No Dx
Perancanaan keperawatan

Rasional
Tujuan(NOC)
Rencana tindakan keperawatan(NIC)
1.
Tujuan : jalan napas menjadi efektif
Kriteria hasil :
a.      Jalan napas bersih
b.      Sesak berkurang
c.      Batuk efektif
d.     Mengeluarkan sekret
1.    Kaji tanda-tanda vital dan auskultasi bunyi napas

2.    Berikan pasien untuk posisi yang nyaman


3.    Pertahankan lingkungan yang nyaman


4.    Tingkatkan masukan cairan, denganmemberi air hangat
5.    Dorong atau bantu latihan napas dalam dan batuk efektif


6.    Dorong atau berikan perawatan mulut



7.    Kolaborasi : pemberian obat dan humidifikasi, seperti nebulizer
1.    Beberapa derajat spasme bronkus terjadi dengan obstruksi jalan napas

2.    Peninggian kepala tempat tidur mempermudah fungsi pernapasan
3.    Pencetus tipe reaksi alergi pernapasan yang dapat mentriger episode akut

4.    Membantu mempermudah pengeluaran sekret

5.    Memberikancara untuk mengatasi dan mengontrol dispnea,mengeluarkan sekret
6.    Higiene mulut yang baik meningkatkan rasa sehat dan mencegah bau mulut

7.    Menurunkan kekentalan sekret dan mengeluarkan sekret
2.
Tujuan : pola napas kembali efektif
Kriteria hasil :
a.      Pola napas efektif
b.      Bunyi napas normal kembali
c.      Batuk berkurang
1.    Kaji frekuensi kedalaman pernapasan dan ekspansi dada

2.    Auskultasi bunyi napas


3.    Tinggikan kepala dan bentuk mengubah posisi

4.    Kolaborasi pemberian oksigen
1.    Kecepatan biasanya mencapai kedalaman pernapasan bervariasi tergantung derajat gagal napas
2.    Ronchi dan mengi menyertai obstruksi jalan napas
3.    Memudahkan dalam ekspansi paru dan pernapasan
4.    Memaksimalkan bernapas dan menurunkan kerja napas
3.
Tujuan :dapat mempertahankan pertukaran gas
Kriteria hasil :
a.      Tidak ada dispnea
b.      Pernapasan normal
1.    Kaji frekuensi, kedalaman pernapasan



2.    Tinggikan kepala tempat tidur, bantu pasien untuk memilih posisi yang nyaman untuk bernapas






3.    Kaji atau awasi secar rutin kulit dan warna membran mukosa





4.    Dorong pengeluaran sputum: penghisapan bila diindikasikan





5.    Auskultasi bunyi napas



6.    Palpasi Fremirus



7.    Evaluasi tingkat toleransi aktivitas






8.    Kolaborasi : Berikan oksigen tambahan sesuai indikasi
1.    Berguna dalam evaluasi derajat distres pernapasan dan atau kronisnya proses penyakit

2.    Pengiriman oksigen dapat diperbaiki dengan posisi duduk tinggi dan latihan napas untuk menurunkan kolaps jalan napas, dispnea, dan kerja napas


3.    Sianosis mungkin perifer (terlihat pada kuku) atau sentra (terlihat sekitar bibir atau daun telinga). Keabu-abuan dan dianosis sentral mengindikasikan beratnya hipoksemia
4.    Kental, tebal, dan banyaknya sekresi adalah sumber utama gangguan pertukaran gas pada jalan napas kecil. Penghisapan dibutuhkan jika batuk tidak efektif
5.    bunyi napas mungkin redup karena penurunan aliran udara atau area konsolidasi.
6.    Penurunan getaran vibrasi diduga ada pengumpulan cairan atau udara terjebak
7.    Selama distress pernapasan berat atau akut atau refraktori pasien secara total tidak mampu melakukan aktivitas sehari-hari karena hipoksemia dan dispnea
8.    Dapat memperbaiki memburuknya hipoksia
4
Tujuan : aktivitas normal
Kriteria hasil :
a.      Pasien dapat berpartisipasi dalam aktivitas
b.      Pasien dapat memenuhi kebutuhan pasien secara mandiri
1.    Kaji tingkat kemampuan aktivitas
2.    Anjurkan keluarga untuk membantu memenuhi kebutuhaan pasien
3.    Tingkatkan aktivitas secara bertahap sesuai toleransi

4.    Jelaskan pentingnya istirahat dan aktivitas dalaam proses penyembuhan
1.    Mengetahui tingkat aktivitas pasien
2.    Membantu pasien dalam memenuhi kebutuhan pasien sehari-hari
3.    Membantu pasien untuk memenuhi kebutuhan pasien secara mandiri

4.    Menambah pengetahuan pasien dan keluarga
5
Tujuan : pola tidur terpenuhi
Kriteria hasil :
a.      Pola tidur 6-7 jam per hari
b.      Tidur tidak terganggu karena batuk
1.    Kaji pola tidur setiap hari

2.    Beri posisi yang nyaman

3.    Berikan lingkungan yang nyaman
4.    Anjurkan kepada keluarga dan pengunjung untuk tidak ramai
5.    Menjelaskan pada pasien pentingnya keseimbangan istirahat dan tidur untuk penyembuhan
1.    Mengetahui perubahan pola tidur yang terjadi

2.    Memudahkan dalam beristirahat
3.    Menciptakan suasana yang tenang
4.    Menciptakan suasana yang tenang

5.    Menambah pengetahuan
6
Tujuan : kecemasan pasien berkurang
Kriteria hasil :
a.      Pasien terlihat tenang
b.      Cemas berkurang
c.      Ekspresi wajah tenang
1.    Kaji tingkat kecemasan

2.    Berikan pengetahuan tentang penyakit yang diderita

3.    Berikan dukungan pada pasien untuk mengungkapkan perasaannya


4.    Ajarkan teknik napas dalam pada pasien
1.    Mengetahui skala kecemasan pasien

2.    Menambah tingkat pengetahuan pasien dan mengurangi cemas
3.    Mengungkapkan perasaan dapat mengurangi rasa cemas yang dialaminya

4.    Mengurangi rasa cemas yang dialami pasien
7
Tujuan :tidak mengalami infeksi noskomial
Kriteria hasil :
a.      Tidak ada tanda-tanda infeksi
b.      Mukosa mulut lembab
c.      Batuk berkurang
1.    Monitor tanda-tanda vital

2.    Observasi warna, karakter, jumlah sputum

3.    Berikan nutrisi yang adekuat

4.    Berikan antibiotik sesuai indikasi
1.    Demam dapat terjadi karena infeksi atau dehidrasi

2.    Kuning atau kehijauan menunjukan adanya infeksi paru

3.    Nutrisi yang adekuat dapat meningkatkan daya tahan tubuh

4.    antibiotik dapat mencegah masuknya kuman ke dalam tubuh


BAB IV
PENUTUP

A.  Simpulan
Status Asmatikus adalah asma yang berat dan peristen yang tidak merespons terapi konvensional. Serangan dapat berlangsung 24 jam. Infeksi, kecemasan, penggunaan tranquiliser berlebihan, penyalahgunaan nebulizer, dehidrasi, peningkatan blok adrenergic, dan iritan nonspesifik dapat menunjang episode ini. Episode akut mungkin dicetuskan oleh hipersensitivitas terhadap penisilin (Smeltzer dan Bare 2002).
Manifestasi klinik status asmatikus adalah sama dengan manifestasi yang terdapat pada asma hebat – pernapasan labored, perpanjangan ekshalasi, perbesaran vena leher, mengi. Namun, lamanya mengi tidak mengindikasikan keparahan serangan. Dengan makin besarnya obstruksi, mengi dapat hilang, yang sering kali menjadi pertanda bahaya gagal pernapasan.

B.  Saran
Saat melaksanakan pengkajian pada klien status asmatikus untuk mempertahankan keluhan yang dirasakan oleh klien, dan yang paling penting adalah terbinanya hubungan saling percaya antara perawat dengan klien dan keluarga klien. Dan sebelum membuat perencanaan hendaknya perawat memperhatikan aspek perawatan yaitu bio, psiko, sosio, dan spiritual.






DAFTAR PUSTAKA

Muttaqin, Arif. 2012. Buku Ajar Asuhan Keperawatan Klien Dengan Gangguan    Sistem Pernafasan. Jakarta : Salemba Medika.


(Online) http://dwidclimbing.blogspot.co.id/2012/07/askep-asmatikus.html                                     (diakses 22 Oktober 2015)



0 comments:

Proudly Powered by Blogger.