Category

Welcome Guys

Pages

Send Quick Massage

Name

Email *

Message *

ads

Saturday, October 10, 2015

MAKALAH PENGARUH POLA KOMUNIKASI ORANG TUA DAN BIMBINGAN GURU TERHADAP MOTIVASI BELAJAR DAN IMPLIKASINYA TERHADAP PRESTASI BELAJAR MATA PELAJARAN BAHASA INDONESIA DI SMA NEGERI 1 INDRAMAYU

by Unknown  |  in Makalah at  7:03 PM


BAB I
PENDAHULUAN

1.1  Latar Belakang Masalah
Pada dasarnya pendidikan adalah proses tranformasi atau proses perubahan tingkah laku peserta didik. Perubahan tingkah laku yang dimaksud bukan sekedar perubahan dalam penambahan jenis tingkah lakunya, tetapi diharapkan terjadi perubahan struktural yang berkenaan dengan perubahan tingkah laku menuju derajat kemampuan dalam menycapai prestasi belajar yang diharapkan.
Prestasi belajar merupakan suatu nilai yang menunjukan hasil yang tertinggi dalam belajar yang dicapai menurut kemampuan siswa dalam mengerjakan sesuatu pada saat tertentu. Saat ini kebanyakan dari beberapa siswa belum memiliki kemauan untuk merubah perilaku belajarnya, sehingga para siswapun mengalami kesulitan dalam meningkatkan prestasi belajarnya. Hal ini tergambarkan pada table penilaian dari hasil pembelajaran yang dilakukan oleh siswa kelas XII pada mata pelajaran Bahasa Indonesia di SMA Negeri 1 Indramayu.





Tabel 1
Data Rekapitulasi Prestasi Belajar Siswa

Kelas
Banyaknya Nilai
Banyaknya Siswa
Komulatif Nilai
Presentase (%)
XII IPA 1
90
1
90
5,0
80
1
80
4,4
70
2
140
7,7
60
10
600
33,1
50
18
900
49,7

32
1.810
100,0
XII IPA 2
100
2
200
8,4
90
1
90
3,8
80
6
480
20,3
70
10
700
29,5
60
15
900
38,0

34
2.370
100,0
XII IPA 3
80
1
80
5,2
70
8
560
36,1
60
5
300
19,4
50
10
500
32,3
40
11
110
7,1

35
1.550
100,0
XII IPA 5
80
3
240
11,9
70
9
630
30,0
60
7
420
20,0
50
10
100
23,8
40
3
120
6,0

34
2.010
100,0
XII IPA 6
100
1
100
4,7

80
4
320
15,1

70
8
560
26,4

60
13
780
36,8

40
9
360
17,0

35
2.120
100,0
Total

206


Sumber : Nilai rata-rata siswa semester 1 tahun pelajaran 2011/2012

      Dari tabel data rekapitlasi prestasi belaja siswa di atas, menunjukan bahwa nilai hasil ulangan di kelas XII IPA terdapat 82,8% siswa yang nilainya kurang dari KKM, dimana nilai KKM yang harus dicapai oleh siswa adalah 70. Sedangkan, siswa yang memiliki jumlah nilai yang sesuai dengan KKM hanya terdapat 17,1%.
Demikian juga hasil penilaian ulangan yang terjadi pada kelas XII IPA 2 masih banyak siswa yang memiliki nilai di bawah KKM yaitu sebesar 67,5. Demikian halnya hasil ulangan di kelas XII IPA 3 terdapat 58,8% siswa yang memiliki nilai ulangan di bawah KKM. Kemudian kelas XII IPA 4, IPA 5, IPA 6. Berturut-turut memiliki nilai di bawah KKM yaitu 57,1%, 56,8%.
Jika dilihat dari nilai-nilai yang dicapai oleh siswa di beberapa kelas masih banyak siswa yang memiliki nilai di bawah KKM, hal ini disebabkan oleh beberapa faktor baik internal maupun eksternal. Akan tetapi faktor yang mendominasi adalah faktor eksternal yang berasal dari keluarga.
Keluarga menurut Noor (1983) adalah suatu unit atau lingkungan masyarakat yang paling kecil atau merupakan eselon masyarakat yang paling bawah dari satu lingkungan Negara. Posisi keluarga atau rumah tangga ini sangat sentral seperti diungkapkan oleh Aristoteles (dalam Noor, 1983) bahwa keluarga rumah tangga adalah dasar pembinaan Negara. Dari beberapa keluarga rumah tangga berdirilah suatu kampong kemudian berdiri suatu kota. Dari beberapa kota berdiri satu propinsi, dan dari beberapa berdiri satu negara.
Dengan demikian jelas bahwa keluarga awatu sebuah rumah tangga sebagai lingkungan masyarakat yang paling kecil yang akan menentukan terhadap bentuk kehidupan masyarakat dan negaranya. Oleh karena itu, setiap rumah tangga atau keluarga di dalam kehidupan masyarakat ini mempunyai tiga fungsi kehidupan yang sangat menentukan sekali keadaan masyarakatnya.
Fungsi-fungsi tersebut adalah :
1.      Sebagai lembaga masyarakat
2.      Sebagai sumber manusiawi (human resource)
3.      Tempat pembinaan peradaban dan kebudayaan masyarakat serta pengembangannya (Noor,1983).
Sebagai lembaga masyarakat, keluarga itu mempunyai arti bahwa bentuk dan corak kehidupan masyarakat itu ditentukan sekali oleh bentuk dan corak serta situasi kehidupan rumah tangga atau keluarga yang terdapat pada masyarakat tersebut. Apabila setiap keluarga itu baik, maka masyarakat yang akan terbentuk pun akan baik, begitu juga sebaliknya.
Sebagai human resource berarti dari sebuah keluarga akan dilahirkan generasi keturunan umat manusia yang akan mengisi dan menentukan suatu bentuk kehidupan masyarakat kelak dikemudian hari. Sementara arti keluarga sebagai tempat pembinaan peradaban dan kebudayaan serta perkembangannya adalah bahwa setiap anak yang dilahirkan akan bersosialisasi atau bergaul dengan keluarganya terlebih dulu. Pergaulan anak sehari-hari dalam lingkunga keluarganya ini akan membentuk karakter, watak, dan sika serta kepribadian anak.

Menurut Anita Taylor (dalam Marhaeni, 1996) dijelaskan pengertuan keluarga adalah kelompok social yang terkecl dalam masyarakat yang mempunyi cirri dan bentuk komunikasi yang berbeda dengan kelompok social lainnya. Perbedaan utama aadalah pada situasi komunikasi yang terjadi dengan sangat akrab, keluarga merupakan kelompoj dimana seorang belajar tentang pola dasar untuk berhubungan dengan orang lain, sehingga berfungsi dalam suatu kesatuan social.
Marhaeni menjelaskan fungsi utama  keluarga yaitu merupakan suatu lembaga social yang membentuk kepribadian seseorang yang tercermin dalam pola perilkaunya. Dalm artian, bahwa interaksi yang selalu terjadi antara anggota keluarga akan membentuk pribadi seseorang yaitu bentuk relative dari tingkah laku, sikap dan nilai-nilai seseorang yang diakui oleh dirinya maupun orang lain yang terbentuk dari pengalaman individu dalam lingkungan kebudayaan dari interaksi sosialnya dengan orang lain. Keluarga merupakan pendidikan primer dan bersifat fundamental bagi individu. Di situ seorang anak dibesarkan, memperolah penemuan-penemuan, belajar hal-hal yang perlu untuk perkembangan selanjutnya. Di dalam keluargalah, seseorang pertama kali mendapat kesempatan menghayati penemuan-penemuan dengan sesame manusia, malahan dalam memperoleh perlindungan pertama.
Beberapa pengertian keluarga yang lain, seperti Margaret Mead. (dalam Marhaeni, 1996) mendefiniskan “the cultural cornerstone of any society, transmitting its cultural history, instilling its prevailing value systems ad socializing the next generation into effective citizens and human beings’. Burgers dan lacke (dalam Marhaeni, 1996) mendifinisikan keluarga sebagai unit social terkecil dalam masyarakat yang anggotanya terikat oleh adanya hubungan perkawinan (suami-istri) serta hubungan darah (anak kandung) atau anak Pungut (adopsi)
Sementara fungsi kelaurga dimanfaatkan dalam bentuk :
a.       Pemenuhan akan kebutuhan pangan, papan, sandang, dan kesehatan untuk pengembangan fisik dan social
b.      Kebutuhan akan pendidikan formal, informal dan nonformal untuk perkembangan intelektual, social, mental, emosional dan spiritual (Guhardja, 1992;9-10)
Sebuah keluarga yang ideal adalah sebuah keluarga yang lengkap posisi dan perannya. Ada suami dan  istri yang juga berperan sebagai bapak dan ibu bagi anak-anak mereka. Hubungan antar anggota keluarga ini terbentuk karena sebuah komunikasi yang tepat dan sesuai untuk digunakan dalam keluarga itu, dan bisa jadi masing-masing keluarga menerapkan pola komunikasi yang berbeda-beda karena sangat terganutng kebutuhan dan situasi yang melatarinya.
Secara umum, komunikasi dalam keluarga ini biasanya berbentuk komunikasi antar pesona (face to face communicatuin) yang pada intinya merupakan komunikai langsung dimana masing-masing peserta komunikasi dapat beralih fungsi, baik sebagai komunikator dan komunikan. Selain itu, yang lebih penting lagi adalah bahwa reaksi yang diberikan masing-masing peserta komunikasi dapat diperoleh langsung. Karena itulah, keluarga dapat dikategorikan sebagai satuan social terkecil dalam kehidupan manusia sebagai mahluk social.
Bagi anak, komunikasi dalam keluarga merupakan pengalaman pertama yang merupakan bekal untuk menemaptkan diri dalam masyarakat. Komunikasi ini akan memberikan pengaruh bagi kehidupannya.
Oleh karenanya, peran serta orang tua dalam mengkomunikasikan sesuatu kepada anaknya merupakn hal yang penting bagi perkembangan psikologinya. Ketika pada saat anaknya berada dalam lingkungan sekolah, tanggung jawab orang tua untuk mendidik anaknya masih tetap diperlukan, walaupun dalam lingkungan sekolah tersebut bimbingannya dialih fungsikan kepada guru. Guru yang merupkan pendidik dan pengajar mempunyai tugas untuk mengubah perilaku siswa kea rah yang lebih baik, dibutuhkan arahan dan bimbingan dari seorang guru untuk dapat menumbuh kembangkan potensi diri siswa.
Keberhasilan dalam membimbing siswa dapat meningkatkan motivasi belajar siswa untuk memperoleh hasil yang maksimal. Sebenarnya, sebagai seorang siswa hal yang dibutuhkan adalah bimbingan dan perhatian baik dari orang tuanya maupaun gurunya. Sehingga dari hal tersebut diperlukan peran serta orang tua dalam mengkomunikasikan sesuatu serta bimbingan dari guru dapat menentukan tingkat motiivasi belajar siswa dan pada akhirnya berdampak pada pencapaian prestasi belajar yang maksimal.


1.2   Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan maka perumusan masalah dalam penelitian ini sebagai berikut :
a.       Apakah ada pengaruh pola komunikasi orang tua terhadap intensitas bimbingan guru?
b.      Apakah ada pengaruh pola komunikasi orang tua terhadap motivasi belajar siswa SMA Negeri 1 Indramayu.?
c.       Pengaruh intensitas bimbingan guru terhadap motivasi belajar siswa di SMA Negeri 1 Indramayu.?
d.      Pengaruh pola komunikasi orang tua terhadap prestasi belajar siswa di SMA Negeri 1 Indramayu?
e.       Pengaruh intensitas dari bimbingan guru terhadap prestasi belajar siswa di SMA Negeri 1 Indramayu?
f.       Pengaruh motivasi belajar siwa terhadap prestasi belajar siswa di SMA Negeri 1 Indramayu ?

1.3  Tujuan Penelitian
Berdasarkan perumusan masalah diatas, penelitian ini secara keseluruhan bertujuan untuk mengetahui tentang :
1.      Sejauh mana pengaruh pola komunikasi orang tua terhadap intensitas bimbingan guru
2.      Sejauh mana pengaruh pola komunikasi orang tua terhadap motivasi belajar siswa di SMA Negeri 1 Indramayu.
3.      Sejauh mana pengaruh intensitas bimbingan guru terhadap motivasi belajar siswa di SMA Negeri 1 Indramayu.
4.      Sejauh mana pengaruh pola komunikasi orang tua terhadap prestasi belaja siswa di SMA Negeri 1 Indramayu
5.      Sejauh mana pengaruh intensitas bimbingan guru terhadap prestasi belajar siswa di SMA Negeri 1 Indramayu
6.      Sejauh mana motivasi belajar siwa terhadap prestasi belajar siswa di SMA Negeri 1 Indramayu

1.4  Hipotesis
1.      Semakin efektif pola komunikasi orang tua dapat berpengaruh positif terhadap intensitas bimbingan guru.
2.      Semakin efektif pola komunikasi orang tua dapat berpengaruh positif terhadap motivasi belajar siswa.
3.      Semakin intensif bimbingan guru dapat berpengaruh positif terhadap motivasi belajar siswa.
4.      Semakin efektif pola komunikasi orang tua dapat berpengaruh positif terhadap prestasi belajar siswa.
5.      Semakin intensif bimbingan guru dapat berpengaruh positif terhadap prestasi belajar siswa.
6.      Semakin tinggi motivasi belajar siswa dapat berpengaruh positif terhadap prestasi belajar siswa.

BAB II
KAJIAN TEORI


2.1         Kajian Teori
2.1.1.      Pengertian Belajar
Ernest R. Hilgard mengartikan belajar adalah suatu proses perubahan kegiatan karena reaksi terhadap lingkungan. Perubahan tersebut tidak dapat disebut belajar apabila disebabkan oleh pertumbuhan atau keadaan sementara seseorang seperti kelelahan atau disebabkan obat-obatan (Slimandjuntak dan Pasaribu, 1981:12)
Menurut teori kondisional klasik dari aliran behaviorisme, belajar terdiri atas pembangkitan respons dengan stimulus yang pada mulanya bersifat netral atau tidak memadai. Melalui persinggungan (congruity) stimulus dengan respons, stimulus yang tidak memadai untuk menimbulkan respons tadi akhirnya mampu menimbulkan respons (Oemar Hamalik, 2008:18).
Adapun penerapan teori belajar ini dalam pendidikan adalah : (1). Tinghak laku guru mengharapkan murid menghafal secara mekanis/otomatis; (2). Verbalitis karena tingkah laku mechanistis dan reflektif; (3). Guru tersebut membiasakan muridnya dengan latihan; (4). Sekolah (duduk), tidak ada inisiatif karena perasaan, pikiran tak mengarahkan tingkah laku; (5) guru hanya member tugas tanpa disadari oleh muridnya; (6) Guru tidak memperhatikan individual differences; (7) Guru Menggunakan “learning by parts” sampai tak ada hubungan; (8) Guru menyuapi murid saja dan murid menerima yang diolah guru, jadi guru aktif (Simandjuntak dan IL. Pasaribu,1981:1947)
Dalam teori belajar asosiatif dari aliran behaviorisme, perkembangan siswa yang belajar pada permulaanya adalah bersih semisal selembar kertas putih, yang kemudian sedikit demi sedikit terisi oleh pengalaman atu empiris (Sumadi Suyabrata, 1978:172). Penerapannya dalam pendidikan, antara lain murid diberi latihan, praktik, pengulangan dan kejadian-kejadian sesuai teori ini. Belajar asosiasi dimulai dengan mengurutkan kata-kata tertentu yang berhubungan sedemikian rupa terhadap obyek-obyek, konsep-konpsep, atau situasi sehingga bila kita menyebut yang satu cenderung menyebut yang lain. Metode mengajar yang bisa dimanfaatkan dari teori ini antara lain metode gambar dan demonstrasi.
Dalam teori stimulus respon (S-R Theory) yang juga dari aliran behaviorisme, dasar-dasar belajar ialah asosiasi antara kesan panca indra dengan impuls untuk bertindak. Bentuk belajar disifatkan dengan belajar mencoba dan salah (trial and error learning) (Sumardi Suryabrata,1987:271). Selain itu, belajar adalah hubungan antara stimulus dan respons. Adapun implikasinya dalam pendidikan antara lain guru kurang memperhatikan perbedaan individual, kadang-kadang lupa akan tujuan pokok karena terlalu memperhatikan alat, dan biasanya yang berhasil adalah murid yang semangat atau berkompetensi untuk menerima hadiah (Simandjuntak dan IL. Pasaribu, 1981:1977).
Adapun dalam pandangan teori hadiah dan hukuman dari aliran behaviroisme, belajar merupakan hasil tingkah laku sebagai hubungan antara perangsang dan respons. Adapun penerapannya dalam pendidikan antara lain anak yang telah belajar akan menjadi giat belajar jika mendapat hadiah, hadiah yang diberikan kepada siswa tidak harus berupa barang, dan inovasi pengajaran sebagian besar memanfaatkan teknologi pendidikan.
Dalam pandangan aliran kognitif, belajar mencakup kemampuan atau mengatur kembali dari susunan pengetahuan melalui porses kemanusiaan dan penyimpanan informasi. Ada dua macam kecakapan kognitif siswa yang perlu dikembangkan antara lain strategi belajar untuk memahami isi materi pelajaran dan strategi dalam penerangan dan menyarap pesan-pesan moral yang terkandung dalam materi pelajaran.
Menurut teori konstruktivisme, belajar menekankan keaktifan siswa. Siswa itu sendiri yang harus secara pribadi menemukan dan menerapkan informasi kompleks, mengecek informasi baru dibandingkan dengan aturan lama dan memperbaiki aturan itu apabila tidak sesuai lagi. Siswa harus menjadikan informasi itu miliknya sendiri, dan siswa secara terus- menerus memeriksa informasi-informasi baru yang berlawanan dengan aturan-aturan lama dan memperbaiki aturan-aturan tersebut.
Oleh karena itu, guru tidak dapat hanya semata-mata memberikan pengetahuan kepada siswa, siswa harus membangun pengetahuan didalam benaknya sendiri, guru hanya membantu proses ini dengan cara-cara mengajar yang membuat informasi menjadi sangat bermakna dan sangat relevan bagi siswa dengan memberikan kesimpulan kepada siswa unuk menerapkan sendiri ide-ide dan mengajak siswa agar menyadari dan secara sadar menggali strategi – strategi mereka sendiri untuk belajar.
Adapun penerapannya dalam pendidikan antara lain : (1) pengetahuan dibangun oleh siswa secara aktif; (2) tekanan proses belajar mengajar terletak pada siswa; (3) mengajar adalah membantu siswa belajar; (4) tekanan dalam proses belajar lebih pada proses dan bukan pada prestasi belajar; (5) kurikulum menekankan pada partisipasi siswa; (6) guru adalah fasilitator (Paul Suparno, 1997:34).
Teori belajar yang terakhir, yaitu belajar sosial. Dalam pandangan teori ini, belajar bukan hanya hasil tingkah laku seseorang semata-mata secara reflex terhadap stimulus, melainkan juga akibat reaksi yang timbul sebagai hasil interaksi lingkungan dengan skema kognitif siswa sendiri. Karena itu, penerapan teori belajar social ini adalah proses perkembangan social dan moral siswa ditekankan pada perlunya conditioning (pembiasaan merespons) dan imitation (peniruan)



2.1.2.      Pengertian Pengertian Belajar
Salah satu tugas pokok guru ialah mengevaluasi taraf keberhasilan rencana dan pelaksanaan kegiatan belajar mengajar. Untuk melihat bagaimana taraf keberhasilan mengajar guru belajar siswa secara tepat dan pelajaran lazimnya ditunjukkan oleh nilai tes atau angka nilai yang diberikan oleh guru (Tulus Tu’u, 2004 :75)
Prestasi belajar merupakan suatu gambaran dari penguasaan kemampuan para peserta didik sebagaimana telah ditetapkan untuk suatu pelajaran tertentu. Setiap usaha yang dilakukan dalam kegiatan pembelajaran baik oleh guru sebagai pengajar, maupaun oleh peserta didik sebagai pelajar bertujuan untuk mencapai prestasi yang setinggi-tingginya. Prestasi belajar dinyatakan dengan skor hasil tes atau angka yang diberikan guru berdasarkan pengamatannya belaka atau keduanya, yaitu hasil tes serta pengamatan guru pada waktu peserta didik melakukan diskusi kelompok.
Dalam pandangan Nana Sudjana (2006:3), penilaian prestasi belajar adalah proses pemberian nilai terhadap hasil prestasi belajar yang dicapai siswa dengan kriteria tertentu. Hal ini mengisyaratkan bahwa obyek yang dinilainya adalah perubahan tingkah laku mencakup kognitif, efektif dan psikomotor.
Prestasi belajar dapat dioperasikan dalam bentuk indicator-indikator berupa nilai raport, indeks prestasi studi, angka ketulusan, predikat keberhasilan, dan semacamnya. Dengan demikian, prestasi belajar dapat dikatakan sebagai indicator penting dalam keseluruhan proses pendidikan pada umumnya dan proses belajar pada khususnya, karena prestasi belajar ini berfungsi untuk mengetahui keberhasilan belajar pada mata pelajaran atau bidang studi tertentu dan juga sebagai indicator kualitas institusi pendidikan itu sendiri.
Terkait dengan makna prestasi belajar, maka paling tidak memiliki batasan pengertian, yaitu : pertama, prestasi belajar yang dicapai siswa ketika mengikuti dan mengerjakan tugas dan kegiatan pembelajaran di sekolah; kedua, prestasi belajar siswa tersebut terutama dinilai aspek kognitifnya karena bersangkuran dengan kemampuan siswa dalam pengetahuan, atau ingatan, pemahaman, aplikasi, analisis, sintesa, dan evaluasi; dan ketiga, pretasi belajar siswa dibuktikan dan diajukkan melalui nilai atau angka nilai evaluasi yang dilakukan oleh guru terhadap tugas siswa dan ulangan-ulangan atau ujikan yang ditempuhnya.
Terkait denan prestasi belajar, maka sebelum diketahui prestasi belajar siswa, maka guru akan melakukan proses penilaian atau evaluasi. Pernyataan pokok sebelumnya melakukan penilaian adalah apa yang harus dinilai itu. Terhadap pernyataan ini kita kembali kepada unsur-unsur yang terdapat dalam pembelajaran.
Hongward Kingsley membagi tiga macam prestasi belajar, yakni (a) ketrampilan dan kebiasaan, (b) pengetahuan dan pengertian, (c) sikan dan cita-cita. Masing-masing jenis prestasi belajar dapat diisi dengan bahan yang telah ditetapkan dalam kurikulum. Sedangkan Gagne membagi lima kategori prestasi belajar, yakni (a) informasi verbal, (b) ketrampilan intelektual, (c) strategi kognitif, (d) sikap, (e) ketrampilan motoris (Nana Sudjana, 2006:22).

2.1.3.      Faktor-faktor yang Mempengaruhi Prestasi Belajar Siswa
Menurut para ahli pendidikan keberhasilan siswa mencapai prestasi belajar yang baik dipengaruhi oleh berbagai macam faktor. Faktor itu terdiri dari tingkat kecerdasan yang baik, pelajaran yang sesuai bakat yang dimiliki, ada minta dan perhatian yang tinggi dalam pembelajaran, motivasi yang baik dalam belajar, cara belajar yang baik dan strategi pembelajaran variatif yang dikembangkan oleh guru. Suasana keluarga yang memberikan dorongan anak untuk maju. Selain itu, lingkungan sekolah yang tertib, teratur, disiplin, yang kondusif bagi kegiatan kompetensi siswa dalam pembelajaran (Tulus Tu’u, 2004:81).
Adapun menurut Slameto (1995:54-60), faktor-faktor yang mempengaruhi prestasi belajar siswa adalah faktor intern dan ekstern. Faktor intern mencakup faktor jasmaniah, meliputi kesehatan, cacat tubuh; faktor psikologis, meliputi intelegensi, perhatian, minat, bakat, motivasi, kematangan, dan kesiapan; dan kelelahan. Adapun fator-faktor ekstern mencakup : (1) keluarga, seperti cara orang tua mendidik anak, relasi antar anggota keluarga, suasana rumah, keadaan ekonomi keluarga, pengertian orang tua, dan latar belakang kebudayaan; (2) sekolah, seperti metode mengajar, kurikulum, relasi guru dengan siswa, relasi siswa dengan siswa, disiplin sekolah, alat pelajaran, waktu sekolah, standar pelajaran diatas ukuran, keadaan gedung, metode mengajar, dan tugas rumah; dan (3) masyarakat, seperti kegiatan siswa dalam masyarakat, meass media, teman bergaul, dan bentuk kehidupan masyarakat.
W.S. Winkel (1983:43) mengelompokkan faktor-faktor yang mempengaruhi hasil belajar siswa, yaitu faktor-faktor pada pihak siswa dan faktor-faktor di luar siswa.
Faktor-faktor pada pihak siswa mencakup :
1.      Faktor Psikis, yaitu bersifat intelektual sepertitaraf intelegensia, kemampuan belajar dan cara belajar; dan bersifat non-intelektual seperti motivasi belajar, sikap, perasaan, minat, kondisi psikis, dan kondisi akibat keadaan sosio-kultur.
2.      Faktor Fisik, seperti kondisi fisik.
Sedangkan faktor-faktor di luar siswa meliputi :
1.      Faktor-faktor pengatur proses belajar di sekolah, seperti kurikulum pengajaran, disiplin sekolah, teacher effectiveness, fasilitas belajar, dan pengelompokkan siswa.
2.      Faktor sosial di luar sekolah, seperti sistem sosial, status sosial siswa, dan interkasi guru-murid.
3.      Faktor situasional, seperti keadaan politik-ekonomi, keadaan waktu dan tempat, dan keadaan musim  iklim.
Oleh karena itu, guru harus menjadi seorang evaluator yang baik. Kegiatan ini dimaksudkan untuk mengetahui apakah tujuan yang telah dirumuskan itu tercapai atau belum, dan apakah materi pelajaran yang diajarkan sudah tepat. Semua pertanyaan yaitu melalui kegiatan evaluasi atau penilaian.

2.1.4.      Konsep Pola Komunikasi dalam Keluarga
2.1.4.1.    Pengertian Komunikasi
Secara etimolis istilah komunikasi dari bahasa latin “cominication” yang berasal dari kata “communis” yang berarti sama. “sama” dalam hal ini adalah mempunyai kesamaan makna atau dengan kata lain “sama makna”. Kata “communis” juga diartikan milik bersama atau berlaku dimana-mana.
Jadi, komunikasi dapat berlangsung bila antara orang-orang yang terlibat terdapat kesamaan makna mengenai kesamaan suatu hal yang dikomunikasikan. Di sini pengertian diperlukan agar komunikasi dapat berlangsung secara berkelanjutan, sehingga hubungan antar orang yang berkomunikasi tersebut bersifat komunikatif.
Selain itu secara terminology, komunikasi beraarti proses penyampain suatu pertanyaan oleh seseorang kepada orang lain. Dari pengertian komunikasi disini jelas bahwa komunikasi melibatkan sejumlah orang, dimana seseorang menyatakan suatu kepada orang lain. (Djamarah, 2004:11).
Berikut ini adalah beberapa istilah komunikasi yang dikemukakan oleh para pakar, yaitu :
a.       Komunikasi berarti “pemberitahuan pembicaraan, percakapab, pertukaran pikiran dan hubungan (Hardjana, 2003 dalam diklat prajabatan oleh Dra. Tati Setiawati).
b.      Komunikasi adalah suatu transaksi, dan proses simbolik yang menghendaki orang-orang mengatur lingkungannya dengan membangun antar sesame manusia, melalui pertukarab informasi untuk menguatkan sikap dan tingkah laku mereka dan berusaha mengubah sikap dan tingkah laku itu (Cangara, 200:18).
c.       Lasweel (1972) komunikasi sebagai proses penyampaian pesan oleh kominikator kepada komunikan melalui media yang menimbulkan efek tertentu (Efendy, 1990 : 10).
d.      Mendefinisikan komunikasi suatu proses transfer informasi beserta pemahamannya dari suatu pihak kepada pihak lain melalui alat-alat berupa symbol-simbol yang penuh arti (Abi Sujak, 1990:25).
e.       Komunikasi dilihat sebagai proses penyampaian dan penerimaan informasi berupa lambing yang mengandung arti makna sampai menjadi sama (Suwita, 1990:56).
f.       Komunikasi adalah suatu proses ekspresi, penyampaian, dan penerimaan pesan. Kegagalan untuk berkomunikasi secara efektif dapat menimbulkan masalah pada salah satu atau kedua proses tersebut (Lazarus, 2000:107).
Dalam terminology yang lain, komunikasi dapat dipandang sebagai suatu proses penyampaian informasi. Dalam pengertian ini, keberhasilan komunikasi dapat ditentukan oleh adanya penguasaan materi dan pengaturan cara-cara penyampianannya, sedangkan pengirim dan penerima pesan bukan merupakan komponen yang menentukan. Selain itu, komunikasi bisa juga dipandang sebagai proses penyampaian gagasan dari seseorang kepada orang lain. Pengertian ini secara implicit menempatkan pengirim pesan sebagai penentu utama keberhasilan, sedangkan penerima pesan dianggap sebagai obyek yang pasif. Sebenarnya, komunikasi tidak hanya pandang sebagai proses penyampaian suatu pernyataan (informasi), atau penyampaian gagasan, tetapi sudah melibatkan pengirim dan penerima pesan secara aktif dan kreatif dalam penciptaan arti dari pesan yang disampaikan. Oleh karena itu, komunikasi diartikan sebagai proses penciptaan terhadap gagasan atau ide yang  disampaikan. Dalam pengertian ini bahwa komunikasi memberikan pesan yang seimbang antara pengirim pesan, pesan yang disampaikan, dan penerima pesan yang merupakan tiga komponen utama dalam proses komunikasi. Pesan dapat disampaikan oleh beberapa media, namun pesan itu hanya mempunyai arti apabila pengirim dan penerima pesan berusaha menciptakan arti tersebut.
Dalam pengertian pragmatis, komunikasi mengandung tujuan tertentu, ada yang dilakukan secara lisan, tatap muka, atau vila media massa maupun non media massa, misalnya surat, telepon, dan sebagainya. Jadi, komunikasi dalam pragmatis bersifat intensional, mengandung tujuan tertentu, yang diawali dengan suatu perencanaan. Entah komunikasi itu dengan maksud untuk member tahu,mengubah sikap, pendapat, atau  perilaku orang lain. Jadi dalam perspektif rgmatis, “komunikasi adalah proses penyampain suatu pesan oleh seseorang kepada orang untuk memberitahu atau mengubah sikap, pendapat, atau perilaku, baik langsung secara lisan, maupun tidak langsung melalui media”. (Mafri Amir, 1999:23).
Dari definisi diatas, maka penulis berpendapat yang harus kita perhatikan dalam berkomunikasi, sebagai berikut :
a)      Bahwa komunikasi merupakan suatu bentuk pembicaraan atau perkataan dari seseorang kepada orang lain yang dapat disalurkan melalui berbagai media, baik berupa sikap, perilaku maupun pendapat ;
b)      Komunikasi dapat dipandang sebagai proses secara keseluruhan yang penciptaannya dapat dilalui oelh beberapa serangkaian kegiatan (naik berupa tahapan, maupun langkah-langkah) dalam penyampaian informasi ;
c)      Komunikasi menyangkut aspek manusia dan bukan manusia, seperti perlatan elektronik (computer) dapat mengirim/menirima suatu informasi dalam sistem komunikasi ;
d)     Dan komunikasi juga dapat dilihat sebagai proses penyampaian pesan dan penerimaan informasi yang berbentuk lambing-lambang atau symbol yang diperuntukan penyamapaian arti dan makna agar mudah untuk dimengerti baik oleh komunikator ataupun komunikan.
Mempelajari komunikasi dalam suatu kegiatan dimaksudkan agar kita dapat melakukan interaksi dua arah secara timbale balik yang akan melahirkan masukan serta hasil. Demikian juga agar kita dapat mengetahui bagaimana komunikasi dipergunakan secara efektif untuk membantu mencapai suatu tujuan-tujuan tertentu. Maloran (1978) mengatakan bahwa “suatu komunikasi akan terwujud apabila timbale balik biasanya terjadi antara individu-individu yang berkeinginan untuk berbuat sesuatu, dan apabila perbuatan itu dalam rangka mencapai tujuan.
Proses komunikasi pada hakikatnya adalah proses penyampaian pikiran atau perusahan oleh orang tua kepada anak dalam keluarga. Materi yang dijadikan bahwa komunikasi orang tua adalah nilai-nilai sikap dan perilaku agar seorang menjadi anak yang berhasil dalam mencapai cita-citanya. Tentunya hal ini memerlkan suatu  pengorbanan bahwa ornag tua harus berperan aktif dalam melihat perkembangan anak-anaknya dalam belajar.
Berdasarkan kegiatan perkomunikasikan, ketiga komponen itulah yang berinteraksi. Ketika suatu pesan disampaikan oleh komunikator melalui perantara media kepada komunikan, maka komunikator Memformulasikan pesan yang akan disampaikannya dalam bentuk kode tertentu, yang sedapat mungkin dapat ditafsirkan oleh komunikasi dengan baik. Berhasil tidaknya komunikasi atau tercapai tidaknya tujuan komunikasi tergantung dari ketiga komponen tersebut. Proses komunikasi dapat diilustrasikan seperti dibawah ini :
Di lihat dari prosesnya, komunikasi dapat dibedakan atas komunikasi verbal dan komunikasi non verbal. Komunikasi verbal adalah komunikasi dengan menggunakan bahasa, baik bahasa tulis maupun bahasa lisan. Sedangkan komunikasi non verbal adalah komunikasi yang menggunakan isyarat, gerak-gerik, gambar, lambing, mimic muka dan sebagainya. (Djamarah, 2004 : 13).
Komunikasi memerlukan tiga hal, yaitu (1) komunikator (orang yang menyampaikan pesan), (2) komunike (pesan), dan (3) Komunikan (yang menerima pesan). Komunikasi merupakan interaksi lambang-lambang yang merupakan penuangan semua pikiran, perasaan, keinginan, harapan, kecewa dan sebagainya dengan tujuan komunikatordapat mempengaruhi komunikan. (Sauri S, 2006:56).
Jika dilihat dari segi aplikatifnya, penggunaan komunikasi sulit untuk memberikan pengaruh baik dari komunikator maupun komunikan. Sering terjadi kesalah pahaman dalam penyampaian komunikasi (miss komunikasi) terhadap yang semestinya disampaikan. Misalnya dalam lingkungan keluarga, orang tua sering mengalami kesulitan untuk perilaku anaknya agar lebih baik dari yang sebelumnya. Ketika orang tua mengingatkan, kadang-kadang anaknya tidak merespon dari apa yang disampaikan orang tuanya. Disinilah orang tua dituntut untuk memiliki kemampuan berkomunikasi dengan baik agar dalam penyampaian pesan kepada anaknya dapat diterima tanpa ada kesalahan.
Menimbulkan tindakan nyata dari sebuah proses komunikasi merupakan indikator efektivitas yang paling penting, karena untuk menimbulkan tindakan nyata, orang tua harus berhasil lebih dahulu menanamkan pengertian, membentuk dan mengubah sikap atau menumbuhkan hubungan yang baik dari anggota keluarga. Tindakan nyata merupakan akumulasi seluruh proses komunikasi. (Jalaludin R, 2008:16).
Dalam proses komunikasi ada beberapa unsur komunikasi yang diperlukan yang sekaligus menjadi prasyarat untuk berlangsungnya komunikasi. Unsur-unsur komunikasi sebagai berikut :
Komunikator adalah tempat asal sumber pengertian yang dikomunikasikan sebagai orang yang mempunyai berita atau informasi. Komunikator adalah orang atau individu yang sedang berbicara, menulis, atau memperlihatkan sebuah tanda. Komunikator dapat berupa kelompok orang, organisasi komunikasi, televise, film dan sebagainya. Dalam proses pembelajaran guru/pendidik disebut komunikator.
Komunikator adalah seorang pemimpin dalam pengelolaan informasi, yang sedang disampaikan kepada orang lain. Dalam proses komunikasi, komunikator memegang peran yang sangat penting terutama dalam mengendalikan jalannya komunikasi. Untuk itu komunikator harus terampil berkomunikasi, punya ide yang banyak dan daya kreatifitas. Di antara syarat – syarat yang harus dimiliki oleh komunikator adalah :
a.       Mengenal diri sendiri
Komunikator adalah pengambil inisiatif terjadinya suatu proses komunikasi. Oleh karena itu ia harus mengetahui lebih awal tentang kesiapan dirinya, pesan yang ingin disampaikan, media yang akan digunakan, hambatan yang mungkin ditemui, serta khalayak yang menerima pesan. Dalam kehidupan sehari-hari mengenal diri adalah suatu hal yang amat penting jika kita menempayykan diri kita dapat mengetahui kelebihan dan kelemahan kita.
b.      Kepercayaan (credibility)
Kepercayaan adalah seperangkat persepsi tentang kelebihan-kelebihan yang dimiliki untuk dapat diikuti oleh khalayak (penerima). Untuk menjadi seorang komunikator yang efektif harus memiliki kepercayaan diri yang tinggi.
c.       Daya Tarik (attractiviness)
Daya tarik salah satu faktor penentu komunikasi. Si pendengar akan mengikuti pandangan seseorang komunikator, karena ia memiliki daya tarik. Sebaliknya jika komunikator tidak memiliki daya tarik maka si pendengar tidak akan mengacuhkanya, sehingga pesan yang disampaikan akan berlalu begitu saja. Dengan daya tarik, seorang komunikator akan mampu melakukan perubahan sikap/penambahan pengetahuan bagi/pada diri komunikan. Seorang komunikator, kita harus mempertimbangkan kerangka reference (kerangka rujukan) dan komunikan. Komunikasi akan berhasil baik jika pesan yang disampaikan sesuai dengan rangka pengetahuan dan lingkup pengetahuan komunikan.
d.      Kekuatan (Power)
Kekuatan adalah kepercayaan diri yang harus dimiliki oleh seorang komunikator jika ia ingin mempengaruhi orang lain. Kekuatan juga bisa diartikan sebagai kekuasaan dimana audien dengan mudah menerima suatu pendapat tentu saja kalau hal itu disampaikan oleh  orang yang memiliki kekuasaan. Seperti halnya seorang kepala kantor dengan stafnya. Namun inti dari kekuatan bukan pada fisik, tapi pada kewibawaan.
e.       Memiliki keterampilan berkomunikasi
Keterampilan berkomunikasi harus dimiliki oleh seorang komunikator, sebab komunikasi harus dimiliki oleh seorang komunikan agar dapat diterima seperti yang dimaksud oleh komunikator, kalau komunikator tidak terampil maka komunikasi yang dilakukan akan menghadapi hambatan.
f.       Mempunyai pengetahuan yang luas
Seorang komunikator harus mempunyai pengetahuan yang luas terhadap apa yang akan dikomunikasikannya kepada komunikan, dengan pengetahuan yang luas komunikator mampu mempengaruhi dan menyakinkan komunikan terhadap apa yang disampaikannya. (Ramayulis, 2006 :177)
2.1.4.2.    Pola Komunikasi Dalam Keluarga
Komunikasi merupakan suatu unit dasar organisasi manusia. Keluarga sangat memainkan peranan dalam mewarnai transformasi sosial dan cultural sebagai penentu maju tidaknya suatu bangsa. Keluarga yang ideal dan merupakan cita-cita kita semua adalah keluarga sakinah. Keluarga sakinah adalah keluarga yang mampu memenuhi semua fungsi-fungsi keluarga, seperti fungsi keagamaan, pendidikan, sosial, ekonomi, kasih sayang, budaya, perlindungan dan pembinaan lingkungan.
Komunikasi adalah suatu kegiatan yang pasti terjadi dalam kehidupan keluarga. Tanpa komunikasi, sepilah kehidupan keluarga dari kegiatan berbicara, berdialog, bertukar pikiran dan sebagainya. Akibatnya kerawanan hubungan antara anggota keluarga pun sukar untuk dihindari. Oleh karena itu, komunikasi antara suami dan isteri, komunikasi antara ayah, ibu dan anak, komunikasi antara ayah dan anak, komunikasi antara ibu dan anak dan komunikasi antara anak dan anak, perlu dibangun secara harmonis dalam rangka membangun pendidikan yang baik dalam keluarga. Maka pola komunikasi yang sering terjadi dalam keluarga yaitu:
1.      Model Stimulus-Respons
Pola komunikasi yang biasanya terjadi dalam keluarga adalah model Stimulus-Respons (S-R). Pola ini menunjukkan komunikasi sebagai suatu proses “aksi-reaksi” yang sangat sederhana. Pola S-R mengasumisikan bahwa kata-kata verbal (lisan-tulisan), isyarat-isyarat non verbal, gambar-gambar, dan tindakan-tindakan tertentu akan merangsang orang lain untuk memberikan respons dengan cara tertentu. Oleh karena itu, proses ini dianggap sebagai pertukaran atau pemindahan informasi atau gagasan.
Dalam kehidupan sehari-hari sering dilihat orang tua memberikan isyarat verbal, non verbal, gambar-gambar atau tindakan-tindakan tertentu untuk mengsang anak, terutama anak yang masih bayi, untuk memberikan tanggapan dengan cara tertentu, ketika seorang ibu sedang memangku tanggapan dengan cara tertentu. Ketika seorang ibu sedang memangku dan menyusui bayinya, dia tidak hanya membelai bayinya dengan sentuhan kasih saying dan kehangatan cinta, tetapi juga memberikan senyuman, canda tawa. Walaupun ketika itu bayi berlum pandai berbicara, tetapi dia sudah pandai memberika tanggapan terhadap rangsangan yang diberikan ibunya.
Anak yang berumut sekitar dua setengah tahun sudah padai memberikan israta non verbal dan verbal meski penguasaan bahasa yang dia miliki sangat terbatas, hanya beberapa kosa kata yang dapat dikuasainya, karena perkembangan motoriknya semakin baik, yang bergerdak dari integrasi ke diferensiasi, maka anak memiliki kemampuan untuk menggerakan anggota tubuhnya ke arah yang lebih baik. Ketika orang tua melambaikan tangannya. Sampai pada batas-batas tertentu, perkataan orang tua dapat dimengerti oleh anak. Oleh karena itu, perintah orang tua dengan mempergunakan kalmiat yang sangat sederhana dapat dilaksanakan oleh anak dengan baik. Isyarat non verbal seperti marah dapat menghentikan anak untuk mengerjakan sesuatu merupakan pertana bahwa anak dapat memberikan tanggapan secara tepat atas rangsangan yang diberikan orang tua. Oleh karena itu, orang tua tampaknya harus lebih positif dan kreatif untuk memberikan rangsangan kepada anak, sehingga kepekaan anak atas rangsangan yang diberikan semakin membaik.
2.      Model Interksional
Model interaksional ini berlawanan dengan model S-R. sementara model SR mengasumisikan manusia adalah pasif. Model interaksional menganggap manusia jauh lebih aktif. Komunikasi di sini digambarkan sebagai pembentukan makna, yaitu penafsiran atas pesan atau perilaku orang lain oleh para peserta komunikasi. Beberapa konsep penting yang digunakan adalah diri sendiri, diri orang lain, symbol, makna, penafsiran, dan tindakan.
Interaksi yang terjadi karena individu tidak sepihak. Antar individu saling aktif, reflektif, dan kreatif dalam memaknai dan menafsirkan pesan yang dikomunikasikan. Semakin cepat memberikan pemaknaan dan penafsiran terhadap pesarn yang disampaikan semakin lancar kegiatan komunikasi. Namun hal itu tidak mudah, karena tidak setiap individu memiliki kemampuan untuk melakukannya karena factor kebahasaan, enath bahasa verbal atau bahasa tubuh. Dalam komunikasi individu yang satu tidak bias memaksakan kehendaknya kepada individu atau kelompok lainnya melakukan pemakaman dan penafsiran secara tepat terhadap pesan yang disampaikan. Oleh karena itu, interaksi antar individu atau kelompok dapat berlangsung dengan lancar jika pesan yang disampaikan dapat dimaknai dan ditafsirkan secara tepat.
Dalam keluarga interaksi terjadi dalam macam-macam bentuk mengawali interaksi tidak mesit dari orang tua kepada anak, tetapi bisa juga sebaliknya, dari anak kepada orang tua, atau dari anak kepada anak. Semuanya aktif, relflektif, dan kreatif dalam interaksi. Suasana keluarga aktif dan dinamis dalam kegiatan perhubungan. Susana dialogis lebih terbuka, karena yang aktif menyampaikan pesan tertentu tidak hanya dari orang tua kepada anak, tetapi juga dari anak kepada orang tua atau dari anak keapda anak. (Djamarah, 2004:38-42).
Komunikasi efektif mensyaratkan bahwa orang tua (sebagai sumber) harus berupaya agar pesan yang diutarakannya benar-benar mengena dan membuat anak tertarik. Ketertarikan ini akan menumbuhkan minat anak untuk belajar dan mengembangkan potensi pribadinyau. Seorang anak dapat melakukan sesuatu dengan baik jika berpikir bahwa dia mampu untuk melakukannya. Sebaliknya, akan gagal jika berpikir bahwa dia akan gagal melakukannya. Dan apa yang dipikirkan anak ini sangat bergantung pada kekuatan komunikasi yang disampaikan oleh orang tua. Kekuatan komunikasi orang tua bisa muncul karena kekekuatan kemampuan orang tua dalam memahamai anak. Cara orang tua menjalin kedekatan dengan anak, dan sebagainya. Kekuatan pesan yang disampaikan mengandung pengertian bagaimana pesan yang disampaikan orang tua mampu membangkitkan ketertarikan dan minat anak.
Faktor utama pesan yang menarik adalah penggunaan ungkapan-ungkapan yang sangat dikenal dan sesuai dengan karakter anak. Orang tua dapat merangkai cerita-cerita dengan mengatikannya dengan pengalaman pribadi anak, memberikan pertanyaan, atau suasana cerita yang dibangun. Berbagai alat peraga, buku-buku yang menarik dapat menambah ketertarikan anak, terhadap materi yang diajarkan. (Ekomadyo, 2005 : 21).

2.1.5.      Konsep Bimbingan Guru
Proses pendidikan dapt dilakuan melalui tiga bentuk kegiatan, yaiu bimbingan, pengajaran, dan latihan. Melalui proses bimbingan anak dibantu untuk dapat mengembangkan berbagai aspek kemampuan yang dimilikinya, dan bilamana anak mengalami kesulitan atau hambatan dalam proses perkembangannya, maka layanan bimbingan juga perlu membantu agar permasalahan yang dihadapai tidak menghambat  proses tumbuh kembang anak. Kegiatan bimbingan, pengajaran dan latihan dalam pelaksanaanya tidak berjalan sendiri-sendiri, tetapi kegaitan ini dilakukan secara terintegrasi yang bermuara pada tercapainya penyiapan anak didik yang bermutu. Terintegrasi dalam pemahaman di atas dimaksudkan bahwa kegiatan bimbingan, pengajaran dan latihan dilaksankan secara bersama-sama dan saling melengkapi untuk mencapai tujuan pendidikan yang diharapkan. (Ernawulan, 2005:54)
Bimbingan sebagai suatu proses, mengandung arti bahwa bimbingan bukanlah merupakan suatu kegiatan sesaat melainkan melibatkan berbagai tindakan yang bersifat terencana, sistematis dan berkelanjutan. Pemberian bantuan dalam arti bimbingan mengandung arti bahwa guru atau pembinging bukan mengambil alih masalh dan tugas serta tanggung jawab pemecahannya dari anak didik, melainkan mengembangkan lingkungan yang kondusif, dan mendorong individu untuk mengubah perilaku dan mampu menerima tanggung jawab, sehingga individu mampu memecahkan masalahnya sendiri.
Bantuan diberikan kepada individu dalam arti individu yang sedang berada dalam proses perkembangan, baik perkembangan fisik, intelektual, social maupun emosi. Sementara bantuan yang diberika dimaksudkan agar individu dapat berkembang secara optimal yaitu tercapainya proses perkembangan yang sesuai dengan karakteristik dan kemampuan yang dimiliki oleh masing-masing individu.
Secara umum layanan bimbingan di sekolah-sekolah bertujuan untuk membantu anak didik agar dapat mengenal dirinya dan lingkungan terdekatnya sehingga dapat menyesuaikan diri melalui tahap peralihan dan kehidupan di sekolah dan masyarakat sekitar anak.
Secara khusus layanan bimingan ini bertujuan untuk : (1) membantu anak lebih mengenal dirinya, kemampuannya, sifat-sifatnya, kebiasaanya dan ksenangannya, (2) membantu agar dapat mengembangkan potensi yang dimilikinya, (3) membatnu anak mengatasi kesulitan-kesulitan yang dihadapinya, (4) membantu menyiapkan perkembangan mental dan social anak untuk masuk ke lembaga pendidikan selanjutnya, (5) membantu orang tua agar mengerti, memahami dan menerima anak sebagai individu, (6) membantu orang tua dalam mengatasi gangguan emosi anak yang ada hubungannya dengan situasi keluarga di rumah, (7) membantu orang tua mengambil keputusan memilih sekolah bagi anaknya yang sesuai dengan taraf kemampuan intelektual, fisik dan inderanya, (8) member informasi pada orang tua untuk memecahkan masalah kesehatan anak. (Ernawulan, 1999:51)
Sejalan dengan pemikiran Erwin R. Cerler, (1982) mengemukakan bahwa sekarang ini proses pendidikan lebih mengacu pada kegiatan yang bersifat kognitif dari pada kegiatan yang bersifat efektif yang melibatkan perasaan. Sedangkan secara persuasive telah terbukti bahwa murid yang melibatkan perasaan. Sedangkan secara persuasive telah terbukti bahwa murid akan memperoleh hasil belajar yang lebih baik apabila penididik menciptakan kondisi tersebut dengan ikhlas, sungguh-sungguh disertai sikap empati.
Model bimbingan yang berkembang saat ini adalah bimbingan perkembanga. Visi bimbingan perkembangan bersifat edukatif, perkembangan, dan outreach edukatif karena titik beratnya bimbingan perkembangan ditekankan pada pencegahan dan pengembangan. Sasaran bimbingan perkembangan adalah perkembangan optimal seluruh aspek kepribadian individu dengan strategi upaya pokoknya memberikan kemudahan perkembangan melalui perekayasaaan lingkungan perkembangan. Untuk mencapai tujuan bimbingan adalah mengenal dan memahami potensi, kekuatan, serta tugas-tugasnya, mengenal dan memahami potensi-potensi yang ada di lingkungannya, mengenal dan menentukan tujuan rencana hidupnya, serta rencana pencapaian, menggunkana kemampuan untuk kepentingan dirinya lembaga tempat kerja dan masyarakat, menyesuaikan diri dengan keadaan dan tuntutan dari lingkungan, mengembangkan segala potensi dan kekuatan yang dimilikinya secara tepat teratur dan optimal. (Nurihsan,2006:8)

2.1.6.      Konsep Motivasi Belajar
2.1.6.1.    Pengertian Motivasi
Terdapat beberapa pengertian tentang motivasi, yaitu berasal dari kata motif yang dapat diartikan sebagai daya upaya yang mendorong seseorang untuk melakukan sesuatu. Motif dapat dikatakan sebagai daya penggerak dari dalam dan di dalam subjek untuk melakukan aktivitas – aktivitas tertentu demi mencapai suatu tujuan. Bahkan motif dapat diartikan sebagai kondisi intern (kesiapsiagaan). Berawal dari kata motif “motif” itu, maka motivasi dapat diartikann sebagai daya penggerak yang telah menjadi aktif. Motif menjadi aktif pada saat – saat tertentu, terutama bila kebutuhan untuk mencapai tujuan sangat dirasakan/mendesak.
Menurut Mc. Donald dalam sardiman A.M (2011 : 73-74), motivasi adalah perubahan energy dalam diri seseorang yang ditandai dengan munculnya “feeling” dan didahului dengan tanggapan adanya tujuan. Dari pengertian yang dikemukakan oleh Mc. Donald tersebut mengandung tiga elemen penting, yaitu :
a)      Bahwa motivasi mengawali terjadinya perubahan energy pada diri setiap individu manusia. Perkembangan motivasi akan membawa beberapa perubahan energy di dalam system “neurophysiological” yang ada pada organism manusia. Karena menyangkut perubahan energy manusia (walaupun motivasi itu muncul dari dalam diri manusia), penampakkannya akan menyangkut kegiatan fisik manusia.
b)      Motivasi ditandai dengan munculnya, rasa/feeling, afeksi seseorang. Dalam hal ini motivasi relevan dengan persoalan – persoalan kejiwaan, afeksi dan emosi yang dapat menentukan tingkah laku manusia.
c)      Motivasi akan dirangsang karena adanya tujuan. Jadi motivasi dalam hal ini sebenarnya merupakan respons dari suatu aksi, yakni tujuan. Motivasi memang muncul dari dalam diri manusia, tetapi kemunculannya karena terangsang/ terdorong oleh adanya unsur lain, dalam hal ini adalah tujuan. Tujuan ini menyangkut soal kebutuhan.
Dengan ketiga elemen di atas, maka dapat dikatakan bahwa motivasi itu sebagai suatu yang kompleks. Motivasi akan menyebabkan terjadinya suatu perubahan energy yang ada pada diri manusia, sehingga akan bergelut dengan persoalan gejala kejiwaan, perasaan dan juga emosi, untuk kemudian bertindak atau melakukan sesuatu. Semua ini didorong karena adanya tujuan kebutuhan dan keinginan.
Dalam kegiatan belajar mengajar, apabila ada seseorang siswa, misalnya tidak berbuat sesuatu yang seharusnya dikerjakan maka perlu diselidiki sebab-sebabnya. Sebab – sebab itu biasanya bermacam – macam, mungkin tidak ada perhatian orang tuanya/gurunya, mungkin sakit, ada problem pribadi dan lain – lain. Hal ini berarti pada diri anak tidak terjadi perubahan energy, tidak terangsang afeksinya untuk melakukan sesuatu, karena ia tidak memiliki tujuan atau kebutuhan untuk belajar. Keadaan semacam ini perlu dilakukan daya upaya yang dapat menemukan sebab-musababnya kemudian mendorong siswa itu mau melakukan pekerjaanya yang seharusnya dilakukan, yakni belajar. Dengan kata lain, siswa perlu diberikan rangsangan agar tumbuh motivasi dirinya. Atau singkatnya siswa perlu diberikan motivasi.
Kemudian persoalan motivasi ini, dapat juga dikaitkan dengan persoalan minat. Minat dapat diartikan sebagai suatu kondisi yang terjadi apabila seseorang melihat ciri – ciri atau arti sementara situasi dihubungkan dengan keinginan-keinginan atau kebutuhan-kebutuhannya sendiri. Oleh karena itu, apa yang dilihat seseorang sudah tentu akan membangkitkan minatnya sejauh apa yang dilihat itu mempunyai hubungan dengan kepentinganya sendiri. Hal ini menunjukkan bahwa minat merupakan kecenderungan jiwa seorang kepada seseorang (biasanya disertai dengan perasaan senang), karena itu merasa ada kepentingan dengan sesuatu itu. Bahkan menurut Benard, minat timbul tidak secara tiba – tiba / spontan, melainkan timbul akibat dari adanya partisipasi, pengalaman, kebiasaan pada waktu belajar maupun bekerja. Jadi jelas bahwa soal minat akan selalu berkait dengan soal kebutuhan atau  keinginan. Oleh karena itu, yang penting bagaimana menciptakan kondisi tertentu agar siswa itu selalu butuh dan ingin terus belajar.
2.1.6.2.    Kebutuhan dan Teori Tentang Motivasi
Memberikan motivasi kepada seorang siswa, berarti menggerakkan siswa untuk melakukan sesuatu atau ingin melakukan sesuatu. Pada tahap awalnya akan menyebabkan si subjek belajar merasa ada kebutuhan dan ingin melakukan sesuatu kegiatan belajar.
Menurut Morgan dan ditulis oleh S. Nasution dalam buku Sardiman A.M (2011 : 78), manusia hidup dengan memiliki berbagai kebutuhan, diantaranya :
1)      Kebutuhan untuk berbuat sesuatu untuk aktivitas
Hal ini sangat penting bagi anak, karena perbuatan sendiri itu mengandung suatu kegembiraan baginya. Sesuai dengan konsep ini, bagi orang tua yang memaksa anak untuk diam dirumah saja adalah bertentangan dengan hakikat anak. Activites in it self is pleasure. Hal ini dapat dihubungkan dengan suatu kegiatan belajar bahwa pekerjaan atau belajar itu akan berhasil kalau disertai dengan rasa gembira.
2)      Kebutuhan untuk menyenangkan orang lain
Banyak orang yang dalam kehidupannya memiliki motivasi untuk banyak berbuat sesuatu demi kesenangan orang lain. Harga diri seseorang dapat dinilai dari berhasil tidaknya usaha memberikan kesenangan pada orang lain. Hal ini sudah barang tentu merupakan kepuasan dan kebahagiaan tersendiri bagi orang yang melakukan kegiatan tersebut. Konsep ini dapat diterapkan pada berbagai kegiatan, misalnya anak – anak itu rela bekerja atau para siswa itu rajin/rela belajar apabila diberikan motivasi untuk melakukan sesuatu kegiatan belajar untuk orang yang disukainya (misalnya bekerja, belajar demi orang tua, atau orang yang sudah dewasa akan bekerja, belajar demi seseorang calon teman hidupnya).
3)      Kebutuhan untuk mencapai hasil
Suatu pekerjaan atau kegiatan belajar itu akan berhasil baik, kalau disertai dengan pujian. Aspek tujuan ini merupakan dorongan bagi seseorang untuk bekerja dan belajar dengan giat. Apabila hasil pekerjaan atau usaha belajar itu tidak dihiraukan orang lain/guru atau orang tua misalnya, boleh jadi kegiata anak menjadi berkurang. Dalam kegiatan belajar mengajar istilahnya perlu dikembangkan unsur reinforcement. Pujian atau reinforcement ini harus selalu dikaitkan dengan prestasi yang baik. Anak – anak harus diberi kesempatan seluas – luasnya untuk melakukan sesuatu dengan hasil yang optimal, sehingga ada sense of success.  Dalam kegiatan belajar-mengajar, pekerjaan atau kegiatan itu harus dimulai dari yang mudah/sederhana dan bertahap menuju sesuatu yang semakin sulit/kompleks.
4)      Kebutuhan untuk mengatasi kesulitan
Suatu kesulitan atau hambatan, mungkin cacat, mungkin menimbulkan rasa rendah diri, tetapi hal ini menjadi dorongan untuk mencari kompensasi dengan usaha yang tekun dan luar biasa, sehingga tercapai kelebihan/ keunggulan dalam bidang tertentu. Sikap anak terhadap kesulitan atau hambatan ini sebenarnya banyak tergantung pada keadaan dan sikap lingkungan. Sehubungan dengan ini maka peranan motivasi sangat penting dalam upaya menciptakan kondisi – kondisi tertentu yang lebih kondusif bagi mereka untuk berusaha agar memperoleh keunggulan.
Teori tentang motivasi ini lahir dari awal perkembanganya ada dikalangan para psikolog. Menurut ahli ilmu jiwa, dijelaskan bahwa dalam motivasi itu ada sesuatu hierarki, maksudnya motivasi itu ada tingkatan-tingkatannya, yakni dari bawah ke atas. Dalam hal ini ada beberapa teori tentang motivasi yang selalu bergaya dengan soal kebutuhan, yaitu :
a.       Kebutuhan fisiologis, seperti lapar, haus, kebutuhan untuk istirahat, dan sebagainya ;
b.      Kebutuhan akan keamanan (security), yakni rasa aman, bebas dari rasa takut dan kecemasan ;
c.       Kebutuhan akan cinta dam kasih : kasih, rasa diterima dalam suatu masyarakat atau golongan (keluarga, sekolah, kelompok) ;
d.      Kebutuhan untuk mewujudkan diri sendiri, yakni mengembangkan bakat dengan usaha mencapai hasil dalam bidang pengetahuan, social, pembentukan pribadi.
Dengan istilah lain, kebutuhan untuk berusaha kearah kemandirian dan aktualisasi diri. Sesuai dengan kebutuhan itu Maslow menciptakan piramida hierarki kebutuhan yang lengkap yang dilukiskan pada gambar berikut ini :





Dari gambar diatas bahwa setiap tingkat diatas hanya dapat dibangkitkan apabila telah dipenuhi tingkat motivasi dibawahnya. Bila guru menginginkan siswanya belajar dengan baik, maka harus dipenuhi ringkat yang terendah sampai yang tertinggi. Anak yang lapar, merasa tidak aman, tidak dikasihi, tidak diterima sebagai anggota masyakat kelas, goncang harga dirinya, tentu terjadi tidak akan dapat belajar dengan baik.
Disamping itu, terdapat teori-teori motivasi lain, antara lain :
1.      Teori Insting
Menurut teori ini tindakan setiap diri manusia diasumsikan seperti tingkah jenis binatang. Tindakan manusia itu dikatakan selalu berkait dengan insting atau pembawaan. Dalam memberikan respon terhadap adanya kebutuhan seolah-olah tanpa dipelajari. (Mc. Douglas dalam Sardiman A.M, 2011 : 82)


2.      Teori fisiologis
Teori ini juga disebutnya “Behaviour theoris”. Menurut teori ini semua tindakan manusia itu  berakar pada usaha memenuhi kepuasan dan kebutuhan organic atau kebutuhanuntuk kepentingan fisik. Atau disebut sebagai kebutuhan primer, seperti kebutuhan tentang makanan, minuman, udara dan lain – lain yang diperlukan untuk kepentingan tubuh seseorang. Dari teori ini muncul perjuangan hidup, perjuangan untuk mempertahankan hidup, struggle for survival.
3.      Teori Psikoanaltik
Teori ini mirip dengan teori insting, tetapi lebih ditekankan pada unsure-unsur kejiwaan yang ada pada diri manusia. Bahwa setiap tindakan manusia Karena adanya unsur pribadi manusia yakni id dan ego.
Selanjutnya untuk melengkapi uraian mengenai makna dan teori tentang motivasi itu, perlu dikemukakan adanya beberapa ciri motivasi. Motivasi yang ada pada diri setiap orang itu memiliki ciri-ciri sebagai berikut :
a.       Tekun menghadapi tugas (dapat bekerja terus-menerus dalam waktu yang lama, tidak pernah berhenti sebelum selesai).
b.      Ulet menghadapi kesulitan (tidak lekas putus asa). Tidak memerlukan dorongan dari luar untuk berprestasi sebaik mungkin (tidak cepat puas dengan prestasi yang telah dicapai).
c.       Menunjukkan minat terhadap bermacam – macam masalah untuk orang dewasa (misalnya masalah pembangunan agama, politik, ekonomi, keadilan, pemberantasan korupsi, penentang terhadap setiap tindak criminal, amoral dan sebagainya)
d.      Lebih senang bekerja mandiri
e.       Cepat bosan pada tugas-tugas yang rutin (hal-hal yang bersifat mekanis, berulang-ulang begitu saja, sehingga kurang kreatif)
f.       Dapat mempertahankan pendapatnya (kalau sudah yakin akan sesuatu)
g.      Tidak mudah melepaskan hal yang diyakini itu.
h.      Senang mencari dan memecahkan masalah soal – soal.
2.1.6.3.    Fungsi Motivasi dalam Belajar
Dalam menentukan hasil belajar yang optimal, terdapat tiga fungsi motivasi, yaitu :
1.      Mendrong manusia untuk berbuat, jadi sebagai penggerak atau motor yang melepaskan energy. Motor dalam hal ini merupakan motor penggerak dari setiap kegiatan yang akan dikerjakan.
2.      Menentukan arah perbuatan, yakni kearah tujuan yang hendak dicapai. Dengan demikian motivasi dapat memberikan arah dan kegiatan yang harus dikerjakan sesuai dengan rumusan tujuannya.
3.      Menyeleksi perbuatan, yakni menentukan perbuatan – perbuatan apa yang harus dikerjakan yang serasi guna mencapai tujuan, dengan menyisihkan perbuatan – perbuatan yang tidak bermanfaat bagi tujuan tersebut. Seseorang siswa yang akan menghadapi ujian dengan harapan dapat lulus, tentu akan melakukan kegiatan belajar dan tidak akan menghabiskan waktunya untuk bermain kartu atau membaca komk, sebab tidak serasi dengan tujuan.
Seseorang melakukan suatu usaha karena adanya motivasi. Adanya yang baik dalam belajar akan menunjukkan hasil yang baik. Dengan kata lain, adanya usaha yang tekun dan terutama didasai adanya motivasi, maka seseorang yang belajar itu akan dapat melahirkan prestasi yang baik. Intensitas motivasi seorang siswa akan sangat menentukan tingkat prestasi belajarnya.
Mcam atau jenis motivasi dapat dilihat dari berbagai sudut pandang. Dengan demikian, motivasi atau motif-motif yang aktif itu sangat bervariasi.
1.      Motivasi dapat dilihat dari dasar pembentukannya
a.       Motif-motif bawaan
Yang dimaksud dengan motif bawaan adalah motif yang dibawa sejak lahir, jadi motivasi itu ada tanpa dipelajari. Sebagai contoh misalnya : dorongan untuk makan, dorongan untuk minum, dorongan untuk bekerja, untuk beristirahat dan dorongan seksual.
b.      Motif-motif yang dipelajari
Maksudnya motif-motif yang timbul karena dipelajari. Sebagai contoh : dorongan untuk belajar suatu cabang ilmu pengetahuan, dorongan untuk mengajar sesuatu di dalam masyarakat.
2.      Jenis motivasi menurut pembagian dari Woodworth dan Marquis
a.       Motif atau kebutuhan organis, meliputi misalnya kebutuhan untuk minum, makan, bernapas, seksual, berbuat dan kebutuhan beristirahat.
b.      Motif-motif darurat. Yang termasuk dalam jenis motif ini antara lain : dorongan untuk menyelamatkan diri, dorongan untuk membalas, untuk berusaha, untuk memburu. Jelasnya memotivasi jenis ini timbul karena rangsangan dari luar.
c.       Motif-motif objektif. Dalam hal ini menyangkut kebutuhan untuk melakukan eksplorasi, melakukan manipulasi, untuk menaruh minat. Motif-motif ini muncul karena dorongan untuk dapat menghadapi dunia luar secara afektif.
3.      Motivasi Jasmani dan Rohaniah
Ada beberapa ahli yang menggolongkan jenis motivasi itu menjadi dua jenis yakni motivasi jasmaniah dan motivasi rohaniah. Yang termasuk motivasi jasmaniah seperti misalnya reflex, insting otomatis, nafsu. Sedangkan yang termasuk motivasi rohaniah adalah kemauan.
Soal kemauan itu ada pada setiap diri manusia terbentuk melalui empat momen, yaitu :
a.       Momen timbulnya alas an
b.      Momen pilih
c.       Momen putusan
d.      Momen terbentuknya kemauan
4.      Motivasi instrik dan ekstrinsik
a.       Motivasi intrinsik
Yang dimaksud dengan motivasi intrinsik adalah motif-motif yang menjadi aktif atau berfungsinya tidak perlu dirangsang dari luar, karena dalam diri setiap individu sudah ada dorongan untuk melakukan sesuatu.
b.      Motivasi ekstrinsik
Motivasi ekstrinsik adalah motif-motif yang aktif dan berfungsinya karena adanya perangsang dari luar.

2.1.6.4.    Bentuk – bentuk Motivasi di Sekolah
Di dalam kegiatan belajar-mengajar peranan motivasi baik intrinsik maupun ekstrinsik sangat diperlukan. Dengan motivasi, pelajar dapat mengembangkan aktivitas dan inisiatif, dapat mengarahkan dan memelihara ketekunan dalam melakukan kegiatan belajar.
Dalam kaitan itu perlu diketahui bahwa cara dan jenis menumbuhkan motivasi adalah bermacam – macam. Tetapi untuk motivasi ekstrinsik kadang-kadang tepat, dan kadang-kadang juga kurang sesuai. Hal ini guru harus hati – hari dalam menumbuhkan dan memberi motivasi bagi kegiatan belajar para anak didik.
Sebab mungkin maksudnya member motivasi tetapi justru tidak menguntungkan perkembangan belajar siswa.
Ada beberapa cara bentuk dan cara untuk menumbuhkan motivasi dalam kegiatan belajar di sekolah :
1)      Memberi angka
2)      Hadiah
3)      Saingan / kompetisi
4)      Ego-involvement
5)      Memberi ulangan
6)      Mengetahui hasil
7)      Pujian
8)      Hukuman
9)      Hasrat untuk belajar
10)  Minat
11)  Tujuan yang diakui

2.2         Kerangka Pemikirian
Belajar mengandung arti bahwa kegiatan yang dilakukan secara sadar oleh seseorang yang menghasilkan perubahan tingkah laku pada dirinya sendiri, baik dalam bidang pengetahuan, ketrampilan, maupun dalam bentuk sikap dan nilai positif.
Perubahan yang terjadi pada diri siswa pada pokoknya adalah di dapatkan dari kemauan baru yang terjadi karena adanya suatu usaha untuk menambah penguasaan serta pengalaman belajar, sehingga dapat mencapai prestasi belajar yang diinginkan.
Dalam usaha untuk mencapai hasil belajar yang maksimal, dibutuhkan peran serta orang tua untuk membimbing dan mendidiknya agar menjadi manusia yang mempunyai budi pekerti yang luhur. Tentunya orang tua sebagai pihak yang utama dalam lingkungan keluarga harus dapat mengkomunikasikan hal-hal yang berkaitan dengan perkembangan anaknya. Seorang anak akan dapat memberikan respon yang positif atas apa yang telah diterimanya baik berupa teguran maupun informasi dari orang tuanya apabila orang tuanya memberikan perhatian yang lebih.
Komunikasi yang baik akan dapat menimbulkan dampak / pengaruh terhadap psikologi anak untuk merubah tingkah lakunya yang dahulunya bermalasan dalam belajar menjadi rajin dalam belajarnya.
Namun ketika seorang anak sudah berada dalam lingkungan sekolah, bukan berarti orang tua lepas dari tanggung jawabnya. Diperlukan kerjasama antara pihak sekolah yang dalam hal ini adalah guru yang bertugas pembimbing dan pengajar. Bimbingan guru sangat diperlukan bagi siswa, karena hal ini akan dapat memotivasi siswa untuk belajar lebih giat lagi.
Motivasi yang diperlukan oleh seorang siswa adalah diwujudkan oleh adanya perhatian baik yang diberikan oleh orang tuanya maupun gurunya. Selain itu, motivasi tidak hanya bersifat sementara akan tetapi harus ditumbuhkan secara kontinyu, agar siswa dapat mengembangkan bakat dan kemampuan di bidang ilmu pengetahuan yang dikuasainya.
Oleh karena itu, peran orang tua dalam mengkomunikasikan sesuatu terhadap anaknya dan dengan adanya bimbingan oleh guru ketika berada dalam lingkungan sekolah dapat memberikan kontribusi motivasi bagi siswa untuk lebih meningkatkan kegiatan belajarnya.
Untuk lebih jelasnya penulis gambarkan bagan kerangka pemikiran sebagai berikut :
Pola Komunikasi Orang Tua (X1)
Bimbingan
Guru (X2)
Motivasi
Belajar (X3)
Prestasi Belajar Siswa (Y)
 

















BAB III
METODOLOGI PENELITIAN


3.1    Populasi dan Sampel
3.1.1        Populasi
Populasi dalam penelitian ini adalah kelas XII IPA 1-6 di SMA N 1 Indramayu Kabupaten Indramayu dengan berjumlah 140 siswa.
3.1.2        Sampel
Sampel dalam penelitian ini berjumlah 50 siswa yang diambil sebanyak 36% dari seluruh siswa berjumlah 140 siswa. Teknik ini memakai teknik random sampling. Berdasarkan ketentuan, bila populasi lebih dari 100 orang, maka sampelnya bisa diambil antara 10%-15% atau 20%-25% atau lebih, sedangkan jika subyek populasi yang ada, Suharsimi Arikunto (1993 : 107).

n = N x 36%
Dengan menggunakan rumus sebagai berikut :


3.2    Instrumen Pengumpulan Data
Teknik pengambilan sampel dalam penelitian ini menggunakan teknik probability sampling menurut Sugiyono (2004 : 74) “Probability Sampling” adalah teknik pengambilan sampel yang memberikan peluang yang sama bagi setiap unsur (anggota populasi) untuk dipilih menjadi anggota sampel.
3.3    Teknik Analisis Data
3.3.1        Uji Validitas
Uji validitas dilakukan terhadap instrument agar data yang diperoleh dapat menjamin tingkat representasi terhadap kondisi yang sebenarnya dari simpulan-simpulan penelitian dalam menganalisis data.
Dalam hal ini Sugiyono (2000 : 135) menyatakan bahwa “Biasanya syarat minimum untuk dianggap memenuhi syarat adalah r=0,3”. Sehingga item yang nilai korelasinya dibawah 0,3 tidak dianggap valid.
Adapun formula perhitungannya adalah sebagai berikut :
(Riduwan, 2006 : 110)
Keterangan :
rhitung                  :    Koefisien korelasi
(∑X)                  :    Jumlah skor item
(∑Y)                  :    Jumlah skor total (seluruh item)
n                        :    Jumlah responden
Uji validitas dilakukan dengan menggunakan taraf nyata α = 0,05 dan α = 0,10 diluar taraf nyata tersebut item angket dinyatakan tidak valid.


3.3.2        Uji Realibilitas
Instrument yang baik harus memiliki nilai ketepatan, keakuratan, dan konsistensi yang tinggi dalam mengungkap suatu gejala tertentu dari sekelompok individu walaupun dilaksanakan dalam waktu yang berbeda. Hal tersebut dinamakan realibilitas instrument.
Adapun formula yang digunakan untuk menguji realibilitas data adalah sebagai berikut :
     (Suharsimi, 2002 : 171)
3.3.3        Analisa Regresi
Analisa regresi linear berganda digunakan untuk mengukur pengaruh langsung antara variable independent yaitu Pola Komunikasi Orang Tua (X1), Bimbingan Guru (X2), Motivasi Belajar (X3) terhadap variable Prestasi Belajar Siswa (Y) sebagai variable Independent.
Bentuk persamaan dari variable tersebut adalah sebagai berikut:
Y = a + b1X1+ b2X2+ b3X3+e                  (Sugiyono, 2005 : 250)
Keterangan :
Y           :    Prestasi Belajar (Y)
a            :    Konstanta regresi
b1           :    Koefisien Regresi X1
b2           :    Koefisien Regresi X2
b3           :    Koefisien Regresi X3
X1          :    Pola Komunikasi Orang Tua
X2          :    Bimbingan Guru
X3          :    Motivasi Belajar
e            :    Faktor Pengganggu
3.3.4        Analisis Korelasi
Korelasi Pearson Product Moment dilambangkan dengan (r) dengan ketentuan nilai r tidak lebih dari harga (-1≤ r ≤ 1).
Dengan demikian maka :
a)      Jika nilai r = -1 artinya korelasinya negative sempurna, dimana hubungan Variabel Independent dengan Variabel Dependent Negative, semakin mendekati nilai -1 korelasi negative sangat kuat.
b)      Jika r = 0 artinya tidak ada korelasi.
c)      Dan jika r = 1 artinya korelasinya sangat kuat, dimana hubungan Variabel Independent dengan Variabel Dependent Positif, semakin mendekati nilai 1 korelasi sangat kuat.






DAFTAR PUSTAKA


Ahmadi, Abu. (2000). Sosiologi Pendidikan. Jakarta: Rineka Cipt.

Arikunto, Suharsini, 1993. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek, Jakarta, Bina Aksara.

Asrori, M. (2007). Psikoliogis Pembelajaran. Bandung: CV. Wacana Prima.

Cangra, H. (2000). Pengantar Ilmu Komunikasi. Jakarta: Raja Grafindo Persada.

Djamarah, Syeful, B. (2004). Pola Komunikasi Orang Tua & Anak Dalam Keluarga. Jakarta: Rineka Cipta

Djumhur I, dan Surya, Moh. (1975). Bimbingan dan Penyuluhan di Sekolah. Bandung: CV. Ilmu.

Effendy, Onong, U. (1999). Ilmu komunikasi dan Praktek. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.

Ekomadyo, Junita I. (2005). Prinsip Komunikasi Efektif. Bandung: Simbiosa Rekatama Media.

Mohamad Surya, Prof. Dr. H, 2004, Psikologi Pembelajaran dan Pengajaran, Bandung: Pustaka Bani Quraisy.

Sardiman AM, 1994. Interaksi dan Motivasi Belajar, Jakarta: Raja Grafindo

Slameto, 1995. Belajar dan Faktor-faktor.

0 comments:

Proudly Powered by Blogger.